BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Pemicu
Seorang anak jaringan ototnya berubah menjadi tulang. Josh, putra dari keluarga Scobel yang berusia 3 tahun, berjuang melawan penyakit genetic langka disebut FOP yang mengubah jaringan otot menjadi tulang, dan manusia menjadi seperti patung. Josh tampak normal saat lahir tetapi Ia memiliki kelainan jempol kaki dan gangguan pendengaran yang merupakan tanda awal ada yang salah pada dirinya. Lalu muncul benjolan di punggungnya, dokter curiga lalu mengambil keputusan melakukan operasi pengankatan benjolan itu yang merupakan keputusan terburuk. Benjolan tersebut sifatnya jinak, tapi trauma akibta operasinya menyebabkan pertumbuhan tulang yang misterius menyebabkan tulang punggung Josh menyatu dan akhirnya diagnosisnya menjadi jelas. Setiap terjadi memar atau jejas, akan menyebabkan lebih banyak tulang yang tumbuh, menyebabkan gerakan sederhana seperti memeluk menjadi sulit untuk dilakukan.

1.2  Klarifikasi dan Definisi
1.   Fibrodsyplasia Ossificans Progressiva (FOP)
Suatu kelainan genetik langka yang disebabkan oleh pembentukan tulang ekstra progresif akibat mutasi gen ACVR1.
2.   Tulang
Bentuk jaringan ikat yang keras dan kaku menyusun bagian terbesar kerangka vertebrata, terutama tersusun atas garam kalsium.
3.   Otot
Organ yang menghasilkan gerak pada organ melalui kontraksi




1.3  Kata Kunci
1.   Gangguan pendengaran
2.   Kelainan bentuk jempol kaki
3.   Perubahan struktur otot dan sendi
4.   Kesulitan bergerak
5.   Anak laki-laki usia 3 tahun
6.   FOP
7.   Benjolan pada punggung

1.4  Rumusan Masalah
Apa yang menyebabkan terbatasnya gerakan yang dialami oleh anak laki-laki berusia 3 tahun tersebut ?

1.5 
Alat gerak
 
Analisis Masalah


 






Pada kasus terjadi gangguan
 
                                                                                                  



 



1.6  Hipotesis
Anak laki-laki usia 3 tahun mengalami terbatasnya gerakan, akibat perubahan struktur otot dan sendi yang dipengaruhi oleh mutasi gen.

1.7  Learning Issue
1.   Tulang
a.    Anatomi
b.   Histologi
c.    Faal
d.   Proses pembentukan tulang
e.    Biokimia

2.   Otot
a.    Anatomi
b.   Histologi
c.    Faal
d.   Embriologi
e.    Biokimia

3.   Sendi
a.    Peran sendi dan tulang
b.   Gerakan pada sendi

4.   FOP
a.    Etiologi
b.   Epidemiologi
c.    Patofisiologi (Perubahan genetik)
d.   Gejala klinis
e.    Tatalaksana
f.    Edukasi

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Tulang
a.   Anatomi
Tulang rangka terdiri dari tulang-tulang dengan berbagai struktur dan bentuk. Pada orang dewasa, tulang rangka terdiri dari sekitar 200 tulang individual, yang terhubung oleh kartilago, fibrosa, dan sendi synovial. Setiap tulang, selain permukaan sendi kartilago dan area yang menempel pada tendon datar, tertutup oleh bungkus jaringan ikat, periosteum, seperti stoking. Bentuk dari setiap tulang itu sendiri sesuai genetic, tapi stukturnya sangat dipengaruhi oleh tipe dan tingkat dari unsure mekanis yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan bentuk eksternalnya, tulang terbagi menjadi tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, dan tulang irreguler.(1)
Contohnya pada tulang panjang (pipebones) adalah tulang pada ektremitas bebas,  dengan pengecualian pada pergelangan tangan dan pergelangan  kaki. Tulang panjang terdapat diafisis dan epifisis pada tiap ujungnya.Selama pertumbuhan, setiap diafisis dan epifisis yang sama/mirip terpisah oleh yang disebut dengan ephifisis kartilago (epiphyseal plate). Tulang pendek termasuk tulang yang berbentuk kubus pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki.Tulang pipih ditemukan pada tulang rusuk, tulang payudara, bahu, dan tulang tengkorak.Tulang irregular terdapat di vertebra dan pada tulang di pangkal tengkorak. (1)
Beberapa tulang pada tengkorak (frontal, cribriform plate, upper jaw) terdapat rongga yang berisi udara.Tulang sesamoid adalah tulang yang yang menempel pada tendon (cth: tempurung lutut). Akhirnya, beberapa tulang ekstra, terdapat terutama pada tangan dan kaki, disebut tulang aksesoris.Adanya mereka pada gambaran radiografi dapat menuntun ke diagnosis bila terjadi kesalahan (fragmen yang berubah posisi akibat fraktur). (1)
b.   Histologi
1.   Kartilago (3,4)
Jenis tulang pertama yang akan kita bahas biasa disebut sebagai tulang rawan atau kartilago. Kartilago ini mempunyai 2 sifat khusus yang tidak dimiliko oleh tulang sejati, yaitu : (3,4)
a.    Bersifat avaskular. Kartilago tidak  mempuunyai pembuluh darah untuk  suplai langsung makanan dan oksigen,kartilago ini akan bergantung sama lapisan perikondrium. Lapisan ini kaya vaskularisasi, jadi semua yang diperluin sama kondrosit akan dikasih lewat difusi.
b.   Sulit beregenerasi. Tulang rawan sulit untuk memperbaiki sel-selnya ketika terjadi kerusakan.
           
Fungsi dari kartilago sebagai berikut: (3,4)
a.    Membantu tulang sejati dalam mendukung dan memberikan perlindungan terhadap tubuh.
b.   Sebagai peredam benturan

Kartilago memiliki beberapa sifat khusus yaitu, merupakan jaringan yang sangat kuat, dapat menanggung beban yang sangat berat, bersifat rigid ( keras), dapat memberikan fleksibilitas pada tubuh. Perkembangan kartilago dimulai sejak minggu ke 5 di kehidupan pre natal. Sel-selnya berasal dari sel mesenkim yang diubah menjadi kondroblas dan selanjutnya kondroblas akan mengeluarkan ekstraselular matriksnya dan akan menjadi kondrosit yang terperangkap di dalam lacuna. Pada embrio/pertama terbentuknya tulang rawan di janin itu tipenya adalah tulang rawan hialin. Setelah lahir, hanya tersedia tulang rawan hialin hanya dibeberapa tempat seperti (3,4):
a. Pada lempeng epifisis
b. Persendian
c. Saluran pernafasan
d. Sambungan antara costae dan sternum

Kartilago tersusun atas perikondrium , matriks ekstraseluler dan sel- sel kartilago. Sel sel kartilago sendiri terbagi menjadi 3 jenis yaitu kondroblas, kondrosit dan kondrogenik.
A.    Perikondrium
Perikondrium adalah lapisan terluar dari kartilago yang memiliki tugas utama yaitu menyelimuti atau melindungi dari jaringan ikat tulang rawan ini. Terdapat 2 lapisan dari perikondrium ini , yaitu
- Lapisan terluar : terdiri dari fibroblast dan fibrosit
- Lapisan terdalam: terdiri dari kondroblas dan kondrogenik
B.     Matriks Ekstraseluler
Matriks ekstraselular dari tulang rawan dibagi menjadi 2 yaitu: - Matriks territorial
Dimana matriks ini terlihat gelap dan menyelubungi lacuna, sedikit mengandung kolagen dan banyak mengandung kodroitin sulfat
- Matriks Interteritorial
Matriks ini jumlahnya paling banyak dan paling luas. Kaya akan kolagen tipe 2 namun sedikit mengandung proteoglikan.

C.     Sel-sel kartilago
Kartilago terbagi menjadi 3 tipe utama yaitu: kartilago hyaline, elastic dan fibrosa.
1.      Kartilago hialin (3,4)
Secara mikroskopis akan terlihat warna biru ke abu-abuan. Kartilago ini merupakan jenis dari kartilago yang paling sering ditemui. Kita dapat menemukannya pada hidung, laring, akhir dari tulang iga, persendian, trakea dan bronkus. Matriksnya terdiri dari serat kolagen tipe II (paling banyak), IX, X dan XI, proteoglikan, glikosaminoglikan, glikoprotein ,merupakan molekul yang besar dan berikatan dengan kolagen tipe II, kondroitin 4 dan 6, asam hialuronatdan integrin dari kondroblas dan kondrositnya.

2.      Kartilago elastik
Secara mikroskopis berwarna kekuningan. Lokasinya sering ditemukan pada pinna telinga, dan internal auditory tubes. Matriks ekstraselulernya memiliki glikogen dan lipid yang sedikit dan memiliki serat elastin yang terikat oleh kolagen tipe II. Pada serat elastic matriks terlihat tidak rapat dan seperti jala, hal ini yang mudah dibedakan dari kartilago hialin.


3.      Fibrosa
Lokasi yang serng ditemukan tulang rawan jenis ini adalah diskus intervertebralis dan di persendian lainnya seperi lutut, mandibula, dan sternoclavicular. Sifatnya yaitu kuat terhadap tekanan, lama kerja yang baik dan kekuatan yang besar. Berkembang dari jaringan ikat yang kaya dengan fibroblast. Fibrokartilago/ fibrosa tidak memiliki perikondrium. Matriks ekstraseluler tersusun dari kolagen tipe I dan materi dasar/ground substance. Kondrosit terlihat berjejer parallel dan disekitarnya terdapat serat kolagen yang cukup tebal. (3,4)


2.   Tulang (3,4)
Tulang yang dimaksud merupakan tulang sejati yang menjadi salah satu jaringan ikat yang terspesialisasi yang memiliki matriks ekstraseluler yang terkalsifikasi dan sel yang menghasilkan matriks ekstraseluler itu terperangkan di dalam matriks yang terkalsifikasi. Tulang merupakan bagian terkeras dari tubuh kita. Lain halnya dengan kartilago, tulang sejati ini tervaskularisasi dengan baik. Tulang sejati ini dapet beregenerasi dengan baik. Tulang sejati ini terbagi menjadi 2 yaitu tulang panjang dan tulang pipih. (3,4)
Secara anatomi lapisan tulang dibagi menjadi (3,4):
A.    Tulang kompak
Tulang kompak padat tetapi sebenarnya secara mikroskopis memiliki kanal dan saluran.
B.     Tulang spongiosa
Tulang ini memiliki struktur yang biasa disebut sebagai spikula atau trabekula. Jenis tulang ini biasa terdapat didekat tulang kompak. Jenis tulang ini terdapat pada tulang panjang dan banyak terdapat akhir tulang atau epifisis tulang.
Penampang secara histologi lapisan tulang biasa dibagi menjadi: (3,4)
A. Periosteum
Merupakan lapisan yang melingkupi dan menutupi permukaan tulang. Pada bagian ini memiliki vaskularisasi yang baik. Struktur ini akan menutupi tulang kecuali pada persendian. Periosteum memiliki 2 lapisan yaitu lapisan terluar yang mana sebagian besar tersusun atas jaringan ikat (serat) kolagen dan memiliki sedikit jaringan ikat eastin. Lapisan yang kedua adalah lapisan dalam atau osteogenik dimana terdapat osteoblas, oteoprogenitor dan osteoklas.

B.  Sel Tulang (3,4)
-  Sel Osteoprogenitor
Sel ini lokasinya pada lapisan dalam dari periosteum, melintasi kanal havers dan juga terdapat pada endosteum.
- Osteoblas
Sel ini merupakan turunan dari sel osteoprogenitor dan memiliki fungsi yang diantaranya: mensintesis komponen organic dari matriks tulang. Apabila terdapat sel tulang yang belum matur di dalam matriks tulang dinamakan sebagai osteoid. Komponen dari matriks tulang diantaranya kolagen, proteoglikan dan glikoprotein. Dan biasanya osteoblas ini letaknya di permukaan dari balok tulang. Osteoblas nantinya akan berubah menjadi osteosit. Faktor-faktor yang mempengaruhi diferensiasinya antara lain hormone (paratiroid hormone), lingkungan mikro (seperti matriks ekstraseluler  fibronectin, kolagen, peptide prokolagen dan proteoglikan). Osteoblas juga memiliki reseptor untuk hormone paratiroid di permukaan sel membrannya yang berfungsi untuk menstimulasi osteoblas untuk mengeluarkan osteoclast stimulating factor yang mana akan mengaktifkan osteoklas untuk meresorpsi tulang.

- Osteosit
Merupakan sel tulang dewasa / matur. Sel ini merupakan turunan dari osteoblas. Dia tinggal menempati lacuna yang terbentuk akibat kalsifikasi dari matriks tulang. Biasanya sel-sel ini memiliki gap junction untuk menghubungkan antar osteosit lainnya. Secara histology, sel-selnya pipih dengan nucleus yang pipih juga dan sitoplasmanya memiliki sedikit organel.
- Osteoklas
Precursor dari osteoklas ini terbentuk di dalam sumsum tulang. Osteoklas ini juga memiliki reseptor dari senyawa kimiawi yang dikeluarkan oleh osteoblas yaitu osteoclast stimulating factor. Secara histology terlihat besar, motil, dan memiliki banyak nucleus, sitoplasmanya bersifat asidofilik, dan menempati lacuna Howship. Fungsinya adalah untuk resorpsi tulang.

c.    Faal
Fungsi tulang : (5)
1.      Tulang berperan dalam homeostasis Ca2+ dan PO43- secara keseluruhan.
2.      Tulang berfungsi untuk melindungi organ vital
3.      Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
4.      Melindungi organ-organ tubuh (contoh tengkorak melindungi otak)
5.      Untuk pergerakan (otak melekat kepada tulang unutk berkontraksi dan bergerak)
6.      Merupakan tempat penyimpanan mineral, seperti kalsium
7.       Hematopoiesis (tempat pembuatan sel darah dalam sumsum tulang)

d.   Proses pembentukan tulang
Proses pembentukan tulang dimulai sejak umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung hingga dewasa. Proses terbentuknya tulang ini, terjadi dengan 2 cara yaitu melalui osifikasi intra membran dan osifikasi endokondral: (6,7)
1.   Osifikasi intra membran
Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang, contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Pada proses perkembangan hewan vertebrata terdapat tiga lapisan lembaga yaitu ektoderm, medoderm, dan endoderm. Mesenkim merupakan bagian dari lapisan mesoderm, yang kemudian berkembang menjadi jaringan ikat dan darah. Tulang tengkorak berasal langsung dari sel-sel mesenkim melalui proses osifikasi intramembran.(6)
2.   Osifikasi endokondral
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini bertanggung jawab pada pembentukkan sebagian besar tulang manusia. Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul dibagian tengah dari tulang rawan yang disebut center osifikasi. Osteoblas selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini tertanam dengan kuat pada matriks tulang. (6,7)
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. (6,7)
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise. (6,7)
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan. (6,7)

e.    Biokimia
Peran kalsium dan Vitamin D pada Metabolisme Tulang
           Matriks tulang yang telah mengalami kalsifikasi, secara metabolik tetap aktif didalamnya terdapat osteosit yang terbenam didalam ruang-ruang kecil yang disebut lakuna osteositik yang jumlahnya mencapai 25 .000/mm3 tulang. Kalsium dan vitamin D mempunyai peran yang sangat besar pada proses mineralisasi tulang. Defisiensi kalsium dan vitamin D akan menyebabkan osteomalasia.(8,9)

Kalsium
Tubuh orang dewasa diperkirakan mengandung 1000 gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini berada didalam tulang dalam bentuk hidroksiapatit dan 1% lagi berada didalam cairan ekstraseluler dan jaringan lunak. Didalam cairan ekstraseluler, konsentrasi ion kalsium (Ca 2+) adalah 10-3 M, sedangkan didalam sitosol 10-6 M. Kalsium memegang 2 peranan fisiologik yang penting didalam tubuh. Didalam tulang, garam-garam kalsium berperan menjaga integritas struktur kerangka, sedangkan didalam cairan ekstraseluler dan sitosol, Ca 2+ sangat berperan pada berbagai proses biokimia tubuh. Kedua kompartemen tersebut selalu berada dalam keadaan yang seimbang. Didalam serum, kalsium berada dalam 3 fraksi, yaitu Ca 2+ sekitar 50%, kalsium yang terikat albumin sekitar 40% dan kalsium dalam bentuk kompleks, terutama sitrat dan fosfat adalah 10%. Kalsium ion dan kalsium kompleks mempunyai sifat dapat melewati membran semipermeabel, sehingga akan difiltrasi di glomerulus secara bebas. Reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal terutama terjadi di tubulus proksimal, yaitu sekitar 70%, kemudian 20% di ansa Henle dan sekitar 8% di tubulus distal. Pengaturan ekskresi kalsium di urin, terutama terjadi di tubulus distal. Sekitar 90% kalsium yang terikat protein, terikat pada albumin dan sisanya terikat pada globulin. Pada pH 7,4, setiap gr/dl albumin akan mengikat 0,8 mg/dl kalsium. Kalsium ini akan terikat pada gugus karboksil albumin dan ikatannya sangat tergantung pada pH serum. Pada keadaan asidosis yang akut, ikatan ini akan berkurang, sehingga kadar Ca + akan meningkat, dan sebaliknya pada alkalosis akut. Secara fisiologik, Ca 2+ ekstraseluler memegang peranan yang sangat penting, yaitu : (8,9)
a.    Berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VH, IX, X dan protrombin.
b.   Memelihara mineralisasi tulang.
c.    Berperan pada stabilisasi membran plasma dengan berikatan pada lapisan fosfolipid dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+. Penurunan kadar Ca2+ serum akan meningkatkan permeabilitas membran plasma terhadap Na+ dan menyebabkan peningkatan respons jaringan yang mudah terangsang.

Kadar Ca2+ didalam serum diatur oleh 2 horrnon penting, yaitu PTH dan 1,25(OH)2 Vitamin D. Didalam sel, pengaturan homeostasis kalsium sangat kompleks.Sekitar 90-99% kalsium intraseluler, berada didalam mitokondria dan mikrosom. Rendahnya kadar Ca 2 didalam sitosol, diatur oleh 3 pompa yang terletak pada membran plasma, membran mikrosomal dan membran mitokondria yang sebelah dalam. Pada otot rangka dan otot jantung, kalsium berperan pada proses eksitasi dan kontraksi jaringan tersebut. Pada otot rangka, mikrosom berkembang sangat baik menjadi retikulum sarkoplasmik dan merupakan gudang kalsium yang penting didalam sel yang bersangkutan. Depolarisasi membran plasma akan diikuti dengan rnasuknya sedikit Ca 2+ ekstraseluler kedalam sitosol dan hal ini akan mengakibatkan terlepasnya Ca 2+ secara berlebihan dari retikulum sarkoplasmik kedalam sitosol. Kemudian Ca 2+ akan berinteraksi dengan troponin yang akan mengakibatkan interaksi aktin-miosin dan terjadilah kontraksi otot. Proses relaksasi otot, akan didahului oleh reakumulasi Ca 2+ oleh vesikel retikulum secara cepat dari dalam sitosol, sehingga kadar Ca 2+ didalam sitosol akan kembali normal.
Sel utama kelenjar paratiroid sangat sensitif terhadap kadar Ca 2+ didalam serum. Peran PTH pada reabsorpsi Ca di tubulus distal, resorpsi tulang dan peningkatan absorpsi kalsium di usus melalui peningkatan kadar 1,25(OH)2Vitamin D, sangat penting untuk menjaga stabilitas kadar Ca 2+ didalam serum. Selain itu, peningkatan PTH akan menurunkan renal tubular phosphate threshold (TmP/GFR) sehingga fosfat yang diserap dari usus dan dimobilisasi dari tulang akan diekskresi oleh ginjal. (8,9)

2. Otot
a.   Anatomi
Otot rangka manusia terbentuk dari kumpulan sel-sel otot dengan rata-rata panjang 10 cm dan berdiameter 10-100 µm yang berasal secara embrional dari ratusan sel-sel mesodermal yang melakukan fusi sehingga sebuah sel otot memiliki banyak inti.(6)
Secara mikroskopis sel otot dilapisi oleh struktur membran plasma (sarcolemma) dan dari sarcolemma ini akan terbentuk lipatan kedalam yang disebut sebagai tubulus T. Pada bagian dalam sel otot terdapat cairan intraseluler (sarcoplasma) yang berisi molekul-molekul glikogen, protein myoglobin dan mitokondria yang banyak.
Di dalam sarcoplasma juga terdapat myofibril yang merupakan elemen kontraktil dari serabut otot. Myofibril tampak seperti diselubungi oleh struktur seperti jaring yang disebut Sarcoplasmic reticulum yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ion kalsium yang diperlukan untuk proses kontraksi. Dua buah ujung sarcoplasmic reticulum yang melebar (terminal cisternae) membelakangi sebuah tubulus T membentuk struktur yang berperan dalam inisiasi proses kontraksi otot. (6)
Serabut-serabut otot ini akan bergabung dalam suatu kelompok yang lebih besar yang disebut fasikulus otot. Beberapa jenis konfigurasi fasikulus otot ini antara lain (6):
1.   Paralel
Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot.
2.   fusiform
Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot dan diamete akan berkurang jika semakin mendekati tendon.
3.   Sirkuler
Fasikulus tersusun melingkar membentuk struktur sphincter untuk menutupi suatu lubang.
4.    Triangular
Fasikulus yang tersebar pada daerah yang luas berkumpul pada sebuah tendon yang tebal.
5.   Pennate
Ukuran fasikulus lebih pendek daripada tendon sehingga tampak relatif pendek bila dibandingkan dengan panjang keseluruhan otot.
a.  Unipennate
     Fasikulus tersusun hanya pada 1 sisi dari tendon
b.Bipennate
     Fasikulus tersusun pada kedua sisi tendon yang berada di tengah
c. Multipennate
     Fasikulus terhubung secara menyilang dari segala arah ke beberapa tendon

Otot dilindungi oleh jaringan subkutis pada bagian luar dan fascia pada bagian dalam yang secara umum langsung membungkus otot. Jaringan subkutis yang terdiri atas sel-sel adiposit berfungi sebagai penghambat panas dan pelindung otot dari trauma fisik. (6)
Fascia adalah jaringan ikat padat ireguler yang melapisi dan juga mengelompokkan otot-otot dengan fungsi yang sama. Fascia juga dilewati oleh serabut saraf, pembuluh darah dan limfe.
Ujung-ujung dari fascia ini akan memanjang membentuk tendon yang berfungsi untuk melekatkan otot ke tulang dan apabila ujung tersebut membentuk lapisan yang lebar dan mendatar disebut sebagai aponeurosis.Ada kalanya suatu tendon diselubungi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut selubung tendon yang berisis cairan synovial untuk mengurangi gesekan antara 2 lapis selubung tersebut. (6)
Semua struktur yang ada di tubuh kita diciptakan karena memiliki suatu fungsi tertentu.Termaksud otot-otot tubuh manusia. Seluruh otot yang berada di tubuh manusia memiliki fungsi tertentu dalam pergerakan seperti(6):
-          Memberi tenaga untuk kontribusi pergerakan
-          Mempertahankan postur tubuh dan posisi
1.  mengangkat & menurunkan bagian tubuh
2.  menghasilkan gerakan cepat
3.  mendorong benda ke udara
-          meningkatkan stabilitas pada persendian
-          Mendukung dan melindungi organ visceral
-          Mengubah dan mengontrol tekanan
-          Mengatur temperatur tubuh
-          Proses sehari-hari
1.   Menelan
2.   Miksi
3.   Defekasi

Kepala , Leher , Ekstremitas Atas(2,10)
A.    Kepala (2,10)
A.1.  Otot wajah (2,10)
Otot pada wajah terdapat banyak sekali dan kecil-kecil. Hal ini dikarenakan gerakan-gerakan pada wajah yang sangat halus.
a.1.a  Otot Otot Palpebra
Otot sphincter palpebra adalah m. Orbicularis oculi dan otot dilatornya adalah m. Levatr palpebra super ioris dan m occiptofrontalis.
a.1.b. Otot Otot Lubang Hidung
Otot sphincter adalah m. Compressor naris dan otot dilator adalah m. Dilator naris.
a.1.c. Otot bibir dan pipi
Otot sphincter adalah m. Orbicularis oris. Sedangkan otot dilator bibir terdiri dari m. Levator labii superioris alaque nasi. M. Levator labii superior, m. Zygomaticus minor dan mayor, M. Risouris , m. Depresor dan m. Mentalis
a.1.d. Otot Pipi
m. buccinator
a.1.e.  Otot otot pengunyah ( masticatorii)
terdiri dari m . masseter, m. Temporalis, m. Pterygoideus lateralis dan m. Pterygoideus medialis.

A.2. Otot otot leher(2,10)
Leher dibagi menjadi trigonium anterior dan trigonium posterior oleh m. Sternoclestomastoideus. Trionum anterior terletak didepan otot ini dan trigonium posterior terletak dibelakangnya.





b.   Histologi
Pada dasarnya terdapat 3 jenis otot yang mana masing-masing dari jenis otot tersebut memiliki karakteristik tertentu dalam hal histologi nya.(4,11)
Jenis Otot
Ciri-ciri
Otot rangka
Terdiri dari berkas-berkas sel multinuklear dan silindris yang sangat panjang, yang memiliki garis-garis melintang. Kontraksi kuat, volunter, cepat dan tidak bersambung.
Kontraksi disebabkan oleh interaksi antara filamen aktin tipis dan filamen miosin tebal, dengan konfigurasi molekul yang memungkinkan kedua filamen tersebut bergeser saling tumpang tindih.
Tenaga yang diperlukan untuk menggeser dibangkitkan oleh interaksi lemah di jembatan-jembatan yang mengikat aktin pada miosin.
Otot jantung
Memiliki garis melintang dan terdiri atas sel-sel panjang yang bercabang, dan terletak paralel satu sama lain. Pada tempat kontak ujung ke ujung terdapat diskus interkalaris, yaitu suatu struktur yang hanya terdapat pada otot jantung. Kontraksi kuat, involunter, cepat dan bersambung.
Otot polos
Terdiri atas kumpulan sel-sel fusiform yang tidak bergaris bila diamati dengan mikroskop cahaya. Kontraksi lemah, involunter, lambat.

Otot rangka terdiri dari serabut otot, berkas-berkas sel silindris yang sangat panjang (sampai 30 cm) dan berinti banyak dengan diameter 10-100 µm. Inti lonjong umumnya terdapat ditepian sel dibawah membran sel. Lokasi inti sel yang khas ini membantu membedakan otot rangka dari otot jantung dan otot polos dengan inti yang berada di tengah.3,4
Massa serabut yang menyusun berbagai jenis otot tidak berkelompok secara acak namun tersusun dalam berkas-berkas teratur yang dikelilingi oleh epimisium, yaitu suatu selubung luar jaringan ikat padat yang mengelilingi seluruh otot. Dari epimisium, septa tipis jaringan ikat menyusup ke dalam, dan mengelilingi berkas serabut di dalam otot. Jaringan ikat di sekitar masing-masing berkas serabut otot disebut perimisium. Setiap serabut otot dikelilingi selapis halus jaringan ikat, yaitu endomisium yang terutama terdiri atas sebuah lamina basal dan serat-serat retikulin. (4,11)

Pada mikroskop cahaya, serabut otot yang terpotong memanjang memperlihatkan garis melintang dari pita terang dan gelap secara bergantian. Pita yang lebih gelap disebut pita A, dan pita yang lebih terang disebut pita I. Dengan mikroskop elektron, setiap pita I terlihat dibelah dua oleh garis gelap melintang, yakni garis Z. Subunit terkecil yang berulang-ulang dari alat kontraktil ini, yaitu sarkomer, terbentang dari garis Z ke garis Z, dan panjangnya sekitar 2,5 µm pada otot yang sedang istirahat. (4,11)
Sarkoplasma dipenuhi berkas-berkas filamen silindris panjang yang disebut miofibril. Miofibril berjalan paralel terhadap sumbu panjang serabut otot, terdiri atas deretan sarkomer yang tersusun seperti rantai yang berhubungan dari ujung ke ujung. Kajian dengan mikroskop elektron mengungkapkan bahwa pola sarkomer ini terutama disebabkan oleh 2 jenis filamen, yaitu filamen tebal dan tipis. (4,11)
Filamen tebal menempati pita A, yaitu bagian pusat dari sarkomer. Filamen tipis berjalan di antara dan paralel terhadap filamen tebal dan satu ujungnya melekat pada garis Z. Pita I terdiri atas filamen tipis yang tidak saling bertumpuk dengan filamen tebal. Pengamatan yang lebih cermat terhadap pita A menunjukkan adanya zona yang lebih pucat ditengahnya, yaitu pita H, yang hanya terdiri atas molekul miosin dengan bagian mirip batang. Pita H dibelah dua oleh garis M, yaitu suatu daerah terbentuknya hubungan lateral antar filamen tebal yang berdekatan. (4,11)




      a.  Tubuh berdiri
Ketika seseorang berdiri dalam posisi santai dengan kaki hampir tidak terpisah dan diputar ke samping sehingga jari-jari kaki mengarah ke arah luar, hanya beberapa otot belakang dan otot ekstremitas bawah yang aktif. Penyusunan mekanik sendi dan otot seperti itu meminimalkan aktifitas otot untuk menjaga agar tidak jatuh. Saat berdiri dalam posisi santai, sendi pinggul dan lutut terbentang dan berada dalam posisi yang stabil. (13,14)

Sendi pergelangan kaki kurang stabil daripada sendi pinggul dan sendi lutut, dan garis gravitasi jatuh diantara kedua ekstremitas tepat di anterior dari sumbu rotasi sendi pergelangan kaki. Konsekuensinya, kecenderungan untuk jatuh ke depan (berayun ke depan) harus dilawan dengan kontraksi bilateral otot betis (plantarfleksi). Melebarkan kaki ke samping meningkatkan stabilitas lateral. Meskipun demikian, jika terjadi oleng ke samping, dilawan dengan abduktor pinggul (berperan melewati traktur iliotibial). Ligamen fibular kolateral dari sendi lutut dan muskulus overtor dari salah satu sisi berperan dengan abduktor paha, ligamen tibial kolateral, dan m.invertor dari sisi kontralateral. (13,14)

Otot yang mempertahankan tubuh agar tetap tegak saat berdiri melawan gravitasi bumi adalah otot erector spinae. Otot erector spinae merupakan kumpulan dari otot (15):
1. Otot iliocostalis thoracis
2. Otot longissimus thoracis
3. Otot spinalis thoracis

1.      Foot strike
Fase ini merupakan awal dari fase berjalan dimana calcaneus menyentuh tanah. Otot-otot yang bekerja ialah sebagai berikut:
a.       M. hamstring berfungsi untuk mengontrol fleksi pangkal paha dan fleksi badan.
b.      M. dorsofleksi (m. tibialis anterior, m. ekstensor digitorum longus, dan m. ekstensor hallucis longus) berfungsi untuk mengontrol penurunan kaki ke tanah.
2.      Midsupport
Pada fase ini, semua telapak kaki menyentuh tanah. Otot-otot yang bekerja (Primer mover) pada fase ini ialah sebagai berikut:
a.       M. gluteus minimus dan m. gluteus medius untuk menstabilkan pelvis
b.      M. quadriceps femoris untuk membantu menggerakkan badan kea rah atas dan depan.
3.      Toe-off
Fase ketiga yaitu ujung-ujung jari kaki mulai terangkat dan posisi kaki dalam keadaan plantarfleksi. Otot-otot yang bekerja pada fase ini ialah sebagai berikut: m. intrinsic kaki, m. gluteus maksimus, m. gastrocnemius, m. soleus
4.      Forward swing
Pada fase ini, kaki sedikit melayang. Otot-otot yang menggerakkan pada fase ini yaitu m. ilopsoas dan m. tensor fascia lata.
5.      Deceleration
Akhir pada fase berjalan, kaki mengalami penurunan kembali ke tanah dan posisi kaki dalam keadaan dorsifleksi. Gerakan ini didukung oleh aktivitas m. hamstrings dan m. gluteus maksimus.

Pada saat berjalan, maka kita akan mengganggu pusat gravitasi pada tubuh. Tubuh akan jatuh ke depan saat berjalan, tetapi adanya perpindahan posisi kaki akan membentuk base of support yang berguna untuk menstabilkan tubuh agar tidak jatuh. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang berperan dalam menstabilkan tubuh agar tidak jatuh. Oleh karena itu, ada beberapakomponen yang berperan dalam menstabilkan tubuh saat berjalan, yaitu sebagai berikut (15):
1.      Rotasi pelvis
Ketika kaki kanan mengayun, maka akan terjadi rotasi pelvis kea rah kiri. Rotasi pelvis ini berguna untuk meminimalisasi jatuhnya pusat gravitasi dengan memperpanjang tungkai secara efektif. Tidak hanya otot-otot ekstrimitas inferior saja yang bekerja pada saat berjalan tetapi sendi bahu dan siku membantu keseimbangan rotasi pelvis.
2.      Miring panggul (Pelvic tilt)
Panggul dapat mengalami miring ke depan (anterior tilt), ke belakang (posterior tilt), dan ke samping (lateral tilt). Miring panggul ini berfungsi untuk meminimalisasi kenaikan pusat gravitasi. Hal yang terjadi pada saat berjalan yaitu: (15)
a.       Anterior tilt : badan fleksi, paha ekstensi, dan pelvis miring ke arah depan dank e arah agak bawah.
b.      Posterior tilt: badan ekstensi, paha fleksi, dan pelvis miring kea rah belakang. Saat kaki mengayun ke depan maka pelvis akan miring ke depan bawah, kea rah tungkai yang melangkah. Ketika itu terjadi, maka otot absuktordari tungkai yang tidak melangkah akan berkontraksi dan menstabilkan pelvis.

            Konsep derajat kebebasan gerak
Kebebasan gerak pada sendi synovial
Permukaan artikular pada sendi synovial berkontak satu dengan yang lainnya dan menentukan tipe dan kebebasan gerak. Kebebasan gerak ialah rentang, yang diukur dalam satuan derajat, dimana tulang pada sendi dapat bergerak (6).
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kebebasan gerak tulang pada sendi (6).
1.      Struktur atau bentuk tulang sendi
Bentuk tulang pada sendi menentukan bagaimana tulang-tulang pada sendi dapat cocok atau sesuai dengan tulang lainnya. Hubungan tersebut terlihat jelas pada sendi panggul, dimana caput femur berartikulasi dengan acetabulum tulang panggul.
2.      Kekuatan den tegangan ligament sendi
Komponen  kapsul fibrosa akan menegang hanya bila sendi berada pada posisi tertentu. Ligamen yang tegang tidak hanya membatasi gerakan namun mengarahkan gerakan tulang pada sendi. Contohnya pada sendi lutut, ligament cruciate anterior tegang sedangkan ligament cruciate posterior longgar yang membatasi gerakan tungkai bawah yang hanya dapat fleksi ke belakang dan ekstensi.
3.      Susunan dan tegangan otot
Tegangan otot memperkuat pembatasan pada sendi oleh ligament sehingga membatasi gerakan. Contoh yang baik efek tegangan otot dapat dilihat pada sendi panggul. Ketika paha di fleksi saat lutut diluruskan, pergerakan akan terbatas karena tegangan pada otot hamstring di permukaan posterior paha. Namun ketika lutut difleksi, tegangan otot hamstring akan meregang dan paha akan diangkat lebih tinggi.
4.      Kontak bagian yang lunak
Pergerakan tulang pada sendi akan dibatasi oleh bagian lunak tubuh. Contohnya saat lengan dibengkokkan pada siku, maka lengan bawah tidak dapat bergerak lebih lanjut karena bertemu dengan otot biceps brachii lengan atas.
5.      Hormone
Misalnya relaksin, hormon yang dihasilkan saat melahirkan, akan meningktakan fleksibilitas fibrokartilago simfisis pubis dan melonggarkan ligament diantara sacrum, tulang panggul, dan coccyx.
6.      Tidak digunakan
Pergerakan sendi dibatasi jika sendi telah lama tidak digunakan. Jumlah cairan synovial, fleksibilitas ligament dan tendon yang berkurang, dan atrofi otot menyebabkan derajat kebebasan berkurang.

c.       Embriologi
Organogensisi dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir minggu ke 8. Dengan berakhirnya organogenesis maka cirri-ciri eksternal dan system organ utama sudah terbentuk yang selanjutnya embryo disebut fetus . (7)
Semua otot berasal dari mesoderm paraksial . Mesoderm paraksial dibagi sepanjang panjangnya embrio ke dalam somit , sesuai dengan segmentasi tubuh ( paling jelas terlihat dalam kolom vertebral) . Setiap somite memiliki 3 divisi , sclerotome (yang bentuk tulang belakang dermatom ( yang membentuk kulit ) , dan myotome ( yang membentuk otot ) . Myotome ini dibagi menjadi dua bagian, epimere dan hypomere , yang masing-masing membentuk otot epaxial dan hypaxial. (7)
Sistem otot berkembang dari lapisan germinal mesodermal yang terdiri dari otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka berasal dari mesoderm paraksial, yang membentuk somit dari oksipital ke daerah sakral dan somitomeres di kepala. Otot polos berdiferensiasi dari mesoderm splanknik viseral yang mengelilingi usus dan derivatnya dan dari ektoderm (pupil, kelenjar susu, dan keringat otot kelenjar). Otot jantung berasal dari mesoderm splanknik viseral yang mengelilingi tabung jantung. Berikut akan dijelaskan masing-masing otot berdasarkan perbedaan strukturnya(7):
1.      Otot Rangka
Otot rangka berasal dari paraksial mesoderm, termasuk (1) somit, yang membentuk otot-otot kerangka aksial, dinding tubuh, serta anggota badan, dan (2) somitomeres, yang membentuk otot kepala. Sel progenitor jaringan otot berasal dari ventrolateral (VLL) dan dorso-medial lateral(DML) tepi (bibir) dari dermomyotom. Kedua sel-selini berkontribusi terhadap pembentukan myotom tersebut. Beberapa sel dari VLL juga bermigrasi melintasi perbatasan somitik lateralis ke dalam lapisan parietal dari mesoderm lateral plate. Perbatasan ini memisahkan dua domain mesodermal dalam embrio: (1) domain primaksial yang mengelilingi tabung saraf dan sel-sel derivatif somit (mesoderm paraksial) dan (2) domain abaksial yang terdiri dari lapisan parietal dari mesoderm lateral plate dalam kombinasi dengan sel derivatif somit yang bermigrasi ke wilayah ini. Sel prekursor otot abaksialberdiferensiasi menjadi infrahyoid, dinding perut (rectus abdominus, obliques eksternal dan internal, transversus abdominus), dan otot tungkai. Sel-sel prekursor otot primaxial membentuk otot punggung, beberapa otot-otot bahu, dan otot interkostal. Otot punggung (otot epaxial) dipersarafi oleh rami primer punggung; otot tungkai dan dinding tubuh (otot hypaxial) dipersarafi oleh rami primer ventral(7).


2.      Otot Jantung
Otot jantung berkembang dari mesoderm splanknikyang mengelilingiendotel tabung jantung. Miofibril berkembang seperti di otot rangka, tapi myoblast tidak menyatu. Selama perkembangan, beberapa bundel sel otot dengan miofibril didistribusikan secara tidak teratur. Bundel ini bersamaan dengan serabut purkinje membentuk sistem konduksi jantung(7).
3.      Otot Polos
Otot polos pada aorta dorsal dan arteri besar berasal dari sel lateral plate dari mesoderm dan neural crest. Di arteri koroner, otot polos berasal dari sel-sel proepicardial dan sel neural crest (segmen proksimal). Otot polos di dinding usus dan derivat usus yang lain berasal dari lapisan mesoderm splanknik pada bagian lateral plate yang mengelilingi struktur ini. Hanya otot sfingter, dilator pupil, kelenjar susu dan kelenjar keringat yang berasal dari ektoderm(7).
Serum response factor(SRF) adalahfaktor transkripsi yang bertanggung jawab untuk diferensiasi sel otot polos. Faktor ini diregulasi oleh faktor-faktor pertumbuhan melalui jalur fosforilasi kinase. Myocardin dan faktor transkripsi-myocardin terkait (MRTFs) kemudian bertindak sebagai koaktivators untuk meningkatkan aktivitas SRF, sehingga memulai kaskade genetik yang bertanggung jawab untuk pengembangan otot polos(7).
Molekul sinyal untuk induksi sel otot terbentuk dari jaringan yang berdekatan dengan calon sel-sel otot. Dengan demikian, sinyal dari lateral platebagian mesoderm (BMPs) dan ektoderm (WNTs) menginduksi sel VLL; sementara sinyal dari tabung saraf dan notokord (SHH dan WNTs) menginduksi sel DML. Jaringan ikatyang berasal dari somit, mesoderm parietal, dan neural crest (bagian kepala) menyediakan template untuk pembentukan pola otot. Kebanyakan otot polos dan serat otot jantung berasal dari mesoderm splanknik. Otot polos pada pupil, kelenjar susu, dan kelenjar keringat berasal dari ektoderm(7).
d.      Biokimia
Otot Mengubah Energi Kimia Menjadi Energi Mekanis
Otot adalah transducer (mesin) biokimia utama yang mengubah energi potensial (kimiawi) menjadi energi kinetik (mekanis). Otot, jaringan tunggal terbesar di tubuh manusia, membentuk sekitar 25% massa tubuh saat lahir, lebih dari 40% pada orang dewasa muda, dan sedikit lebih kecil dari 30% pada usia lanjut.(16)

Sarkopalsma sel otot mengandung ATP, fosfokreatin, dan enzim glikolisis
Otot lurik terdiri dari sel-sel serabut otot multinukleus yang dikelilingi oleh membran plasma yang dapat tereksitasi oleh listrik, yaitu sarkolema. Sel serabut otot individual yang panjangnya dapat menyamai panjang keseluruhan otot, mengandung berkas banyak miofibril yang tersusun sejajar yang terbenam dalam cairan intrasel dan disebut sarkoplasma. Di dalam cairna ini terdapat glikogen, senyawa berenergi-tinggi ATP dan fosforeatin, serta enxzim glikolisis. (16)
Aktin dan miosin merupakan protein utama otot
Massa otot terbentuk 75% dari air dan lebih dari 20% protein. Dua protein utama adalah aktin dan miosin. Monomer G-aktin membetuk 25% protein otot berdasarkan berat. Pada kekuatan ionik fisiologis dan dengan  keberadaan Mg2+, G-aktin mengalami polimerisasi secara nonkovalen untuk membentuk filamen heliks-ganda tak larut yang disebut F-aktin. Serabut F-aktin memiliki tebal 6-7 nm dan memiiki puncak atau struktur berulang setiap 35,5 nm. (16)
Miosin adalah satu famili protein dengan  paling sedikit 12 kelas yang telah diidentifikasi dalam genom manusia. miosin yang dibahas yaitu miosin-II. Miosin I adalah suatu spesies monomer yang berikatan dengan membran sel. Miosin-I dapat berfungsi sebagai penghubung antara mikrofilamen dan membran sel di lokasi tertentu. (16)
Misosin membentuk 55% protein otot berdasarkan berat dan membentuk filamen tebal. Miosin dalah heksamer asimetris dengan masaa molekul sekitar 460 kDa. Miosin memiliki sebuah ekor fibrosa yang terdiri dari dua heliks yang saling menggulung. Maing-masing heliks memiliki sebuah bagian kepala globular yang melekat pada satu sisi. Heksamer terdiri dari satu pasang rantai panjang yang masing-masing memiliki massa molekul 200kDa, dan dua pasang rantai pendek masing-masing dengan massa molekul 20 kDa. Rantai L dibedakan lagi, yakni satu rantai disebut rantai ringan esensial dan yang lain rantai ringan regulatorik. Miosin otot rangka mengikat aktin untuk membentuk aktomiosin (aktin-miosin), dan aktivitas ATPase intrinsiknya sangat meningkat dalam kompleks ini. Terdapat isoform-isoform miosin yang jumlahnya bervariasi pada keadaan patologis, fisiologis, dan anatomis  yang berbeda. (16)
Struktur aktin dan kepala miosin telah diteiti dengan kristalografi sinar-X studi-studi ini memastikan sejumlah temuan sebelumnya mengenai struktur keduanya dan juga menghasilkan banyak informasi baru.2

Tropomiosin dan kompleks troponin yang terdapat di filamen tipis melakukan fungsi kunci di otot rangka
Di otot lurik, terdapat dua protein lain yang jumlahnya sedikit, tetapi memiliki fungsi penting. Tropomiosin adalah suatu molekul fibrosa yang terdiri dari dua rantai, alfa dan beta, yang melekat pada F-aktin di alur antara filamen-filamennya. Tropomiosin terdapat di semua otot dan struktur mirip otot. Kompleks troponin bersifat unik bagi otot lurik dan terdiri dari tiga polipeptida. Troponin T mengikat tropomiosin dan dua komponen troponin lainnya. Troponin I mengambat intekasi F-aktin-miosin dan juga mengikat komponen-komponen troponin lain. Troponin C adalah polipetida pengikat-kalsium yang secara struktural dna fungsional analog dengan kalmodulin, suatu protein pengikat-kalsium penting yang tersebar luas di alam. Setiap molekul troponin C atau kalmodulin mengikat empat molekul ion kaslium, dna kedua molekul ini memiliki massa\ molekul sebesar 12 kDa. (16)

Ca2+ berperan sentral dalam pengaturan kontraksi otot
Kontraksi semua otot terjadi melalui mekanisme umum yang dijelaskan sebelumnya. Otot dari organisme yang berbeda dan dari sel dan jaringan berbeda dalam organisme yang sama dapat memiliki mekanisme molekuler yang berbeda dalam mengatur kontraksi dan relaksasinya. Pada semua sistem, Ca2+ berperan kunci dalam regulasi. Terdapat dua mekanisme umum mengenai regulasi kontraksi otot. Berbasis-aktin dan berbasis miosin. Mekanisme pertama bekerja di otot rangka dan jantung yang kedua di otot polos. (16)

Regulasi berbasis-aktin terjadi pada di otot lurik
Regulasi berbasis-aktin pada otot terjadi pada otot rangka dan jantung vertebrata yang keduanya merupakan otot bergaris. Satu-satuya faktor yang dapat membatasi siklus kontraksi otot adalah ATP. Pada keadaan istirahat, sistem otot rangka terhambat untuk mengaktifkan kontraksi, penghambatan ini dihilangkan. Inhibitor otot rangka adalah sistem troponin yang terikat pada tropomiosin dan F-aktin di filamen tipis. Pada otot lurik, tidak terdapat kontrol kontraksi, kecuali jika sistem tropomiosin-troponin terdapat bersama filamen aktin dan miosin. Seperti dijelaskan sebelumnya, tropomiosin terletak di sepanjang alur F-aktin dan tiga komponen troponin-TpT, Tpl, dan TpC-terikat pada kompleks F-aktin t   tropomiosin. Tpl mencegah terikatnya kepala miosin ke tempat perlekatannya di F-aktin dengan mengubah bentuk F-aktin melalui molekul tropomiosin atau hanya dengan menggulirkan tropomisoin ke posisi yang secara langsung menghambat bagian F-aktin yang seharusnya ditempeli oleh kepala miosin. Keduanya mencegah pengaktifan ATPase miosin yang diperantarai oleh pengikatan kepala miosin pada F-aktin. (16)

Retikulum sarkoplasma mengatur kada Ca2+ intrasel otot rangka
Dalam sarkoplasma otot yang beristirahat, konsentrasi Ca2+ adalah 10-8 sampai 10-7 mol/L. Keadaan istirahat dicapai karena Ca2+ dipompa ke dalam retikulum sarkolasma melalui kerja suatu sitem transpor aktif yang disebut Ca2+ ATPase yang memicu relaksasi. Retikulum sarkopalsma adalah suatu jalinan kantung-kantung bermembraan yang halus. Di dalam retikulum sarkoplasma, Ca2+ terikat pada protein pengikat Ca2+ spesifik yang disebut kalsekuestrin. Sarkomer dikelilingi oleh suatu membran yang dapat tereksitasi (sistem tubulus T) dan terdiri dari kanal-kanal melintang (T) yang berkaitan erat dengan retikulum sarkoplasma. (16)
Jika sarkolema tereksitasi oleh impuls saraf, sinyal disalurkan ke dalam sistem tubulus T dan kanal pengeluaran Ca2+ di retikulum sarkoplasma di dekatnya membuka, yang membebaskan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma ke dalam sarkoplasma. Konsentrasi Ca2+ di sarkoplasma meningkat ccepat hingga 10-5 mol/L. (16)
Relaksasi terjadi jika kadar Ca2+ sarkoplasma turun di bawah 10-7 mol/L akibat resekuestrasinya ke dalam retikulum sarkoplasma oleh Ca2+ ATPase. Oleh karena itu, TpC-4Ca2+ kehilangan Ca2+nya. Akibatnya, troponin melalui interaksi dengan tropomiosin, menghambat interaksi lebih lanjut kepala miosin dan F-aktin, dan dengan adanya ATP, kepala misin terlepas dari F-aktin. (16)
Oleh karena itu, Ca2+ mengontrol kntraksi dan relaksasi otot rangka melalui mekanisme alosterik yang diperantarai oleh TpC, Tpl, TpT, tropomiosin, dan F-aktin.
Penurunan konsentrasi ATP di sarkoplasma  (misalnya oleh pemakaian berlebihan sewaktu siklus kontraksi-relaksasi atau pengurangan pembentukannya, seperti yang dapat terjadi pada iskemia) menimbulkan dua efek besar: (1) Ca2+ ATPase di retikulum sarkoplasam berhenti mempertahankan konsentrasi Ca2+ yang rendah di sarkoplasam. Oleh karena itu, terjadi interaksi kepala miosin dan F-aktin, (2) tidak terjadi pelepasan keala miosin dari F-aktin dan terjadi rigiditas. Keadaan rigor morrtis setelah kematian adalah kelanjutan dari proses ini. (16)
Kontraksi otot adalah suatu keseimbangan dinamik perlekatan dan pembebasan kepala miosin dari F-aktin yang diatur secara detail melalui sistem saraf. (16)

SISTEM  METABOLISME  ENERGI PADA OTOT
ATP yang tertimbun dalam otot sekitar 4-6 milimol/kg otot. ATP tersebut hanya cukup untuk aktivitas cepat dan berat selama 3-8 detik. Oleh karena itu bila aktivitas terjadi lama perlu pembentukan ATP kembali. Proses pembentukan kembali ATP terjadi 3 cara, 2 proses terjadi secara anaerobik : (1) Sistem ATP-PC ( sistem fosfatagen ) dan (2) Sistem glikolisis anaerobik ( sistem asam laktat ), dan 1 proses terjadi secara aerobik, yaitu sistem aerobik dimana meliputi oksidasi karbohidrat dan lemak.(17,18)

3.Sendi
a.      Peran sendi dan tulang
Tulang berfungsi sebagai pemberi bentuk dan penopang tubuh. Dan beberapa tulang bertugas sebagai pelindung organ dalam yang penting.Sendi adalah penghubung antara kartilago dan atau bagian yang menonjol dari tulang rangka.Sendi memungkinkan terjadinya pergerakan antara individual segmen dari batang tubuh dan ekstremitas.Sendi terbagi berdasarkan tipe koneksinya, menjadi movable dan immovable, slightly movable. (1)



b.      Gerakan pada sendi
Terdapat beberapa gerakan pada sendi, di antaranya adalah sebagai berikut: (6,19)
a.    Bergeser
         Berupa pergeseran antara tulang, contohnya gerakan pada sendi-sendi di antara tulang-tulang carpalia dan tarsalia, terjadi pada sendi geser.
b.   Extensi
            Berupa gerakan pelurusan sendi. Extensi bisa terjadi pada sendi engsel, contohnya extensi sendi lutut
c.     Flexi
Berupa gerakan pembengkokan sendi. Flexi terjadi pada sendi engsel, contohnya flexi sendi jari-jari. Sedangkan flexi-extensi pada pergelangan tangan merupakan gerakan sendi ellipsoidal

                                      Gambar 39 . Gerakan fleksi dan ekstensi (6)

d.   Abduksi
Berupa gerakan yang menjauhi sumbu tubuh. Terjadi pada sendi peluru, contohnya mengangkat lengan ke samping, atau gerakan ibu jari menjauhi telunjuk oleh sendi pelana di antara metacarpal 1 dan os. Carpal (trapezium)
e. Adduksi
Berupa gerakan yang mendekati sumbu tubuh, gerakan ini berlawanan dengan gerakan abduksi
f. Rotasi
Berupa gerakan berputar, terjadi pada sendi putar. Misalnya atlas (cervix 1) berputar terhadap processus odontoideus dari axis (cervix 2) sewaktu menggelengkan kepala.
g. Circumduksi
Berupa gerakan dimana ujung distal satu tulang membentuk 1 lingkaran, sedangkan ujung proksimalnya tetap. Contohnya gerakan memutar lengan 1 lingkaran mengitari sendi bahu, terjadi pada sendi peluru dengan arah gerakan 3 poros
h.Pronasi
Gerakan memutar lengan bawah untuk membalikkan telapak tangan, sehingga telapak tangan menghadap ke bawah bila lengan bawah ditaru diatas meja
i.  Supinasi
Gerakan berlawanan dengan pronasi
j.  Protaksi
Gerakan mendorong mendibula ke luar
k.  Retraksi
Gerakan menarik mandibula ke dalam

4.  FOP
a.      Etiologi
FOP merupakan penyakit genetik yang diturunkan melalui gen autosomal dominan. Penyebab FOP diidentifikasi sebagai akibat mutasi berulang di GS aktivasi domain dari reseptor aktivin Ia/activin-like kinase 2 (ACVR1/ALK2), reseptor protein morfogenetik tulang (BMP) tipe I .(20,21) Baru-baru ini, mutasi lainnya telah teridentifikasi pada domain GS dan domain kinase dari ACVR1 pada individu dengan fibrodysplasia ossificans progressive atipikal. (22)
Gen ACVR1 memberi instruksi untuk memproduksi kelompok protein reseptor yang disebut bone morphogenetic protein (BMP) type I receptor. Protein ACVR1 terdapat pada banyak jaringan di tubuh, termasuk otot rangka dan kartilago. Gen tersebut membantu mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tulang dan otot, termasuk proses osifikasi yang terjadi pada maturasi rangka sejak lahir hingga dewasa.(23)
Para peneliti percaya bahwa mutasi gen ACVR1 pada kondisi tertentu dapat merubah bentuk reseptor dan mengganggu mekanisme control dari aktivitas reseptor. Sebagai akibatnya, reseptor dapat aktif secara konstan (constitutive activation).Aktifasi reseptor mengakibatkan pertumbuhan tulang dan kartilago berlebih serta fusi sendi.(23) 

b.      Epidemiologi
Internasional (24)
Prevalensi Fibrodysplasia ossificans progressive di dunia mencapai 1: 2 juta individu.
Ras (24)
Tidak berpengaruh pada etnis, suku, maupun letak geografis.
Gender (24)
Tidak berpengaruh terhadap gender/jenis kelamin.
Usia (24)
Banyak pada anak-anak.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa manifestasi klinis dari penyakit ini muncul sebelum berusia 6 tahun. Penelitian yang lain menyatakan bahwa 25% menifestasi klinis tersebut muncul selama 1 tahun pertama kehidupan, 33% diantara umur 1 sampai 5 tahun, dan 25% diantara 5 sampai 15 tahun. Onset dapat terjadi pada awal bulan kelima.Penyakit ini lebih cenderung sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan, dengan rasio 5:1 (25).

c.       Patofisiologi (Perubahan genetik)
            Fibrodysplasia Ossificans Progressiva (FOP) merupakan mutasi pada gen ACVR1 yang terletak pada kromosom 2q23-q24. Gen ini mengkode pembentukan protein aktivin reseptor tipe 1 (ACVR1)/ activin-like kinase 2(ALK2) yang merupakan bagian dari BMP tipe 1 reseptor.(26)
            ACVR1 banyak ditemukan dalam jaringan tubuh termasuk otot rangka dan tulang rawan. ACVR 1membantu  pengontrolan pertumbuhan dan perkembangan tulang dan otot, termasuk penggantian bertahap tulang rawan oleh tulang (osifikasi). Proses ini terjadi pada maturasi tulang normal dari lahir sampai dewasa muda. (27)
            ACVR1biasanya diaktifkan pada waktu yang tepat oleh molekul yang disebut ligan. Aktivasi dapat terjadi ketika ligan berikatan dengan ACVR1 dan membentuk suatu kompleks. Sebuah protein yang disebut FKBP12 dapat menghambatnya dengan berikatan dengan ACVR1 dan mencegah aktivasi yang tidak diperlukan. (27)
            Semua individu dengan diagnosis pasti FOP memiliki mutasi di mana bangunan asam amino histidin digantikan dengan arginin pada posisi 206 dari protein ACVR1(ditulis sebagai Arg206His atau R206H). Para peneliti percaya bahwa dalam kondisi tertentu mutasi ini dapat mengubah bentuk reseptor. Perubahan bentuk ini dapat mengganggu pengikatan protein inhibitor seperti FKBP12 atau mengganggu mekanisme lain yang mengontrol aktivasi ACVR1. Akibatnya, reseptor dapat terus diaktifkan, bahkan tanpa adanya ligan. Aktivasi ini menyebabkan pertumbuhan berlebih dari tulang dan tulang rawan dan penggabungan antar sendi, menimbulkan tanda-tanda dan gejala FOP.(27)
            Hampir semua kasus FOP terjadi secara spontan dan tidak diwariskan. Mutasi genetiks pontan ini terjadi selama perkembangan telur, sperma, atau embrio.(28)
                        Ketika FOP diwariskan, gen mutasi ini akan diturunkan sebagai autosomal dominan. Iniberarti bahwa satu salinan gen bermutasi(hanya dari satu induk)sudah cukup bagi seorang anak untuk menderita gangguan tersebut. Namun, FOP jarang diwariskan karena kebanyakan orang dengan gangguan tersebut tidak dapat memiliki anak.(28)

d.      Gejala klinis
            Dua gejala klinis klasik pada FOP adalah malformasi pada jempol kaki dan osifikasi endokondral heterotopik yang progresif (HEO). Individu dengan FOP tampak lahir pada saat lahir kecuali kelainan pada jempol kakinya yang muncul pada setiap penderita. Dalam dekade pertama kehidupan, kebanyakan anak FOP menderita pembengkakan jaringan lunak yang menyakitkan dan episodik atau “flare-up”. Walaupun beberapa pembengkakan menyusut secara spontan, kebanyakan mengubah jaringan lunak menjadi tulang heterotopik yang dewasa. Pita, lembar, dan lempeng dari tulang heterotopik menggantikan otot rangka dan jaringan ikat melalui proses osifikasi endokondral yang berujung pada penulangan dan imobilitas permanen.(23,26)
                Trauma minor seperti imunisasi intramuscular, keletihan otot, trauma tumpul pada otot dari benturan, memar, jatuh dsb dapat memicu “flare-up” yang baru dan menyakitkan. Tindakan operasi untuk mengangkat tulang heterotopik akan beresiko memicu pertumbuhan tulang yang baru dan eksplosif. (23,26)
Osifikasi heterotopik pada FOP berkembang dalam karakteristik anatomi dan pola temporal yang meniru pola pembentukan rangka embrionik. Osifikasi heterotopik terlihat pertama kali pada bagian dorsal, axial, cranial, dan proksimal dan terlihat selanjutnya di bagian ventral, apendikular, kaudal dan distal. Beberapa otot rangka termasuk diafragma,lidah, dan otot ekstra-okular terbebas dari FOP. Otot jantung dan otot polos juga terbebas dari osifikasi heterotopik. (23,26)
e.       Tatalaksana
Farmakoterapi (29)
Kortikosteroid diindikasikan sebagai pengobatan lini pertama pada awal inflamasi. Sebuah kursus 4 hari singkat kortikosteroid dosis tinggi, dimulai dalam 24 jam pertama dari suar-up, dapat membantu mengurangi peradangan intens dan jaringan edema terlihat pada tahap awal penyakit ini. Penggunaan kortikosteroid harus dibatasi pada pengolahan inflamasi yang mempengaruhi sendi utama, rahang, atau daerah submandibula. Kortikosteroid tidak umum digunakan untuk pengobatan simtomatik inflamasi yang melibatkan punggung, leher, atau batang karena durasi panjang dan sifat berulang ini inflamasi dan kesulitan dalam menilai onset sejati seperti inflamasi. Dosis khas prednisone adalah 2 mg / kg / hari, diberikan sebagai dosis harian tunggal. Jika saja kedua kortikosteroid menjadi perlu, ini harus diikuti dengan lancip lambat. Ketika prednisone dihentikan, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau cox-2 inhibitor (dalam hubungannya dengan inhibitor leukotrien) dapat digunakan gejalanya fo durasi inflamasi. Penggunaan inhibitor sel mast dan aminobisphosphonates dapat digunakan pada kebijaksanaan dokter. Banyak inflamasi sangat menyakitkan dan mungkin memerlukan kursus singkat baik dipantau analgesia narkotika di samping penggunaan NSAID, cox-2 inhibitor, dan glukokortikoid oral atau intravena. Penggunaan berhati-hati jangka pendek dari relaksan otot seperti cyclobenzaprine (Flexeril), metaxalone (Skelaxin), atau Lioresal (Baclofen) dapat membantu untuk mengurangi kejang otot dan mempertahankan aktivitas lebih fungsional. Untuk keterangan lengkap dari obat yang digunakan dalam pengobatan FOP, termasuk dosis dan potensi efek samping utama, lihat pedoman pengobatan saat ini di website International Fibrodysplasia ossificans progressiva Association.

Penatalaksanaan (30)
Sebuah penelitian investigasi tidak acak, non-plasebo terkontrol untuk prospektif memperkirakan efek pengobatan Pex pada pasien FOP. Pada pasien yang disajikan fitur klasik FOP termasuk kelainan bawaan dari ibu jari dan pengerasan heterotopic progresif jaringan lunak, dan mereka yang memiliki R206H mutasi pada gen ACVR1 / ALK2. Karena keamanan administrasi Pex (pehixiline meleate) pada anak-anak belum ditetapkan, pasien dewasa yang dikeluarkan dari penelitian. Karena tidak ada pengobatan yang efektif dikenal dalam mencegah pengerasan heterotopic dari FOP, kita tidak mengecualikan pasien yang menerima penggunaan bersamaan obat-obat lain, seperti obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID) atau cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor.
Perhexiline maleate
·   Dosis optimal pemberian Pex oral individual ditentukan berdasarkan berbagai kategori untuk Pex dari 0,15-0,60 mg / L
·   Khasiat Pex untuk mencegah ossifications heterotopic dievaluasi secara klinis dan biokimia, serta oleh volumetrik menghitung tomography (CT).
·   Dua pasien di atas kursi roda dan diperlukan bantuan dalam aktivitas sehari-hari pertunjukan. Dua pasien menerima pengobatan bersamaan dengan COX-2 inhibitor secara teratur, dan tiga pasien tidak teratur mengambil cepat bertindak NSAID ketika mereka merasakan sakit. Di bawah ketat plasmaconcentration pengendali Pex dalam 0,15-0,60 mg / L, dosis stabil Pex bervariasi antara individu dari 14 mg / hari (100 mg / minggu) sampai 200 mg / hari. Tidak ada efek samping druginduced jelas ditemukan dan tidak ada pasien dihentikan administrasi Pex selama seluruh periode pengobatan.
Pemberian peroral Pex (perhexiline meleate) dalam dosis keamanan tampaknya tidak efektif dalam penghambatan ossifications heterotopic di FOP, meskipun tidak ada efek samping yang signifikan.(30)

f.       Edukasi (31)
Strategi rehabilitasi dan intervensi dapat dipisahkan menjadi orang-orang yang restorative dan mereka yang kompensasi. Rehabilitasi restorative memungkinkan pemulihan keterampilan dan kemampuan yang hilang karena cedera, tidak digunakan, atau proses penyakit. Sebuah contoh dari rehabilitasi tipe restorasi mungkin rehabilitasi pada atlet, seperti peregangan.Atlet mungkinakan ditempatkan pada program progresif penguatan, fleksibilitas, kesadaran kinestetik, dan dinilai kembali aktivitasnya, dengan tujuan melanjutkan berjalan menggunakan struktur muskuloskeletal yang sama yang mendasari dan pemrograman saraf yang sama seperti sebelum cedera. Strategi kompensasi melibatkan substitusi strategi baru dan struktur untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang tidak lagi dapat dibentuk dengan menggunakan substrat saraf atau muskuloskeletal yang sama. Contoh ini seperti mengajar seseorang pasca stroke hemiplegia cara berpakaian dengan satu tangan atau cara berjalan dengan kaki-kaki. Dalam FOP, hampir semua strategi dan intervensi yang kompensasi, banyak mengandalkan peralatan untuk membantu melestarikan dan meningkatkan fungsi. Intervensi bagi mereka dengan FOP harus disesuaikan dengan keterbatasan fisik, emosional dan kognitif, kemampuan,  dan aspirasi individu,  keuangan, dan bantuan teknologi yang tersedia. Pembangunan rencana rehabilitasi yang optimal sering melibatkan profesional berikut: psikiatris, terapis okupasi dan fisik, terapis bicara, dokter gigi, vendor kursi roda dan perwakilan produsen, orthotists, psikolog, dan rehabilitasionis. Selain bantuan profesional, individu yang terkena dan yang mengasuh, mereka bisa mendapatkan banyak ketenangan dan saran praktis dari keluarga terdekat lain. The International FOP Association (IFOPA), sebuah organisasi dukungan, adalah sumber daya yang sangat berharga. IFOPA host symposium internasional di mana orang-orang dengan FOP dapat bertemu satu sama lain. Selain itu, IFOPA juga memiliki sebuah website, www.ifopa.org, dan menerbitkan surat kabar. Website ini berisi informasi medis yang berharga, serta buku panduan untuk keluarga dan anak-anak. (31)
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Anak laki-laki usia 3 tahun dengan diagnosis FOP mengalami terbatasnya gerakan, akibat perubahan struktur otot, tulang dan sendi yang dipengaruhi oleh mutasi gen.
























DAFTAR PUSTAKA
1.      Faller, et al. The Human Body. An Introduction to Structure and Function. New York: Thieme. 2004.
2.      Putz R, Pabst R, .Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2003
3.      Fawcett, DW. Buku Ajar Histologi. Edisi ke-12. Jakarta: EGC; 2002
4.      Mescher, A. L. Junqueira’s Basic Histology: Text & Atlas. Edisi ke-12. Lange; 2010.
5.      Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 2008
6.      Tortora, G. J. dan Derrickson, B. Principles of Anatomy & Physiology. Edisi ke-13. John Wiley & Sons, Inc.; 2012.
7.      Sadler, T. W. Langman’s Medical Embryology. Edisi ke-12. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2012.
8.      Canalis E. Regulation of Bone Remodeling. In: Favus MJ (ed). Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 3′d edition. Lippincott-Raven Publ 1996:29-34.
9.       Hollick MF. Vitamin D: Photobiology, Metabolism, Mechanism of action, and clinical aplication. In : Favus MJ (ed). Primer on the Metabolic Bone Diseases and Disorders of Mineral Metabolism. 4 h edition. Lippincott-Raven Publ 1999:92-8.
10.  Snell. S. Ricahrd. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. 2006. EGC: Jakarta
11.  Ross, M. H. dan Pawlina, W. Histology: A Text and Atlas with Correlated Cell and Molecular Biology. Edisi ke-6. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2011
12.  Silverthorn, Dee Unglaub, et al. Human physiology: an integrated approach. 6th ed. USA: Benjamin-Cummings Publishing Company, 2012.
13.  Despopoulos,Agamemnon. Color Atlas of Physiology.New York:Thieme. 2003
14.  Sasanthy Kusumaningtyas.2007. Mekanisme Gerak Sistem Muskuluskeletal. Di unduh dari:http://staff.ui.ac.id/internal/010603547/material/K5_MEKANISME_GERAK_SISTEM_MUSKULOSKELETAL_2007.pdf
15.  Hamilli J, Knutzen KN. Biomechanical basis of human movement. 3th ed. Lippincott Williams & Wilkins: USA. 2009
16.  Murray, Granner, & Rodwell. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta : EGC. 2012
17.  Ilhamjaya Patellongi, dkk (2000). Fisiologi Olah Raga. Makasar. Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin.
18.  Edward L. Fox, Etc, (1993), The Physiological Basis For Exercise and Sport, USA
19.  Solane, E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC; 2003.
  1. Kaplan FS, Groppe J, Pignolo RJ, Shore EM. Morphogen receptor genes and metamorphogenes: skeleton keys to metamorphosis. Ann N Y Acad Sci. Nov 2007;1116:113-33.
  2. Shore EM, Xu M, Feldman GJ, et al. A recurrent mutation in the BMP type I receptor ACVR1 causes inherited and sporadic fibrodysplasiaossificansprogressiva. Nat Genet. May 2006;38(5):525-7.
  3. Kaplan FS, Xu M, Seemann P, Connor JM, Glaser DL, Carroll L, et al. Classic and atypical fibrodysplasiaossificansprogressiva (FOP) phenotypes are caused by mutations in the bone morphogenetic protein (BMP) type I receptor ACVR1. Hum Mutat. Mar 2009;30(3):379-90. 
  4. Genetics Home Reference. FibrodysplasiaOssificansProgressiva. Available at  http://ghr.nlm.nih.gov/condition/fibrodysplasia-ossificans-progressiva (diaksespada 18 November 2014 pukul 11.04). U.S. National Library of Medicine
24.  Kaplan FS, Le Merrer M, Glaser DL, et al. Fibrodysplasiaossificansprogressiva. Best Pract Res ClinRheumatol. Mar 2008;22(1):191-205.
25.  Riley HD, Christie A. Myositis Ossificans Progressiva. Pediatrics. January 12, 1951;8(6):753–67
26.  Kaplan, F.S. The Medical Management of  Fibrodysplasia Ossificans Progressiva: Current Treatment Considerations. 2011. 1: 9
27.  ACVR1 Gen. 2007. Diakses dari: http://ghr.nlm.nih.gov/gene/ACVR1, 20 November 2014.
28.  Shen,Q., et al. The fibrodysplasia ossificans progressiva R206H ACVR1 mutation activates BMP-independent chondrogenesis and zebrafish embryo ventralization. American Society for Clinical Investigation: 2009
29.  Pignolo et al. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2011, http://www.ojrd.com/content/6/1/80
30.  Kitoh et al. Orphanet Journal of Rare Diseases 2013, 8: 163 Halaman 5 dari 7 http://www.ojrd.com/content/8/1/163
31.  Charles E. Levy, et al. Rehabilitation for Individuals WithFibrodysplasiaOssificansProgressiva. North Florida: Humana Press Inc. 2005.

0 comments Blogger 0 Facebook

Post a Comment

 
Welcome To My Blog © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top