BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Tn. Artri, 42 th merupakan
mantan pelari marathon selama di bangku sekolah dan kuliah, serta tetap sering
berlari dan berlatih hingga umur 30 tahun-an. Namun, selama 5 tahun terakhir,
dikarenakan pekerjaannya di kantor, ia tidak dapat berlatih sesring dulu dan 2
tahun terakhir, ia mulai berhenti berlatih secara total, mulai merokok dan
berat badannya bertambah 7 kg, ia pernah mengalami cidera di lutut kiri dan
ruptur tendon achiles semasa kuliah. Akhir-akhir ini, Tn. Artri sering
menegeluh kaku pada lutut kirinya terutama saat bangun tidur dan lututnya
terkadang berderak yang terasa sakit. Kadang-kadang pun lututnya menjadi
bengkak dan merah terutama ketika ia bekerja hingga larut malam. Tn. Artri
khawatir ia menderita penyakit yang sama dengan ayahnya. Ayahnya yang juga
mantan atlet menjalani operasi rekonsktriksi ACL dan mendapatkan obat
penghilang nyeri untuk keluhan nyeri lututnya. Tn. Artri akhirnya berencana
memeriksakan keluhannya ke dokter untuk
mengetahui apa penyakit yang dideritanya dan bagaimana menghilangkan nyeri
lututnya, namun ia sedikit merasa khawatir dengan efek samping obatnya, karena
ayahnya sering merasa nyeri di ulu hatinya setelah minum obat untuk nyeri
lututnya.
1.2
Klarifikasi dan Definisi
1.
Ruptur
Robekan
atau koyaknya jaringan secara paksa yang diakibatkan karena trauma.
2.
Tendon
Achiles
Tendon
pada bagian belakang yang melekatkan otot triceps dengan tuberositas calcaneus.
3.
ACL
Anterior
cruciate ligament adalah ligament yang merupakan satu dari 4 ligamen mayor pada
lutut manusia yang berfungsi untuk menahan translasi anterior dan rotasi medial
pada tibia terhadap femur.
4.
Nyeri
Pengalaman
perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadi kerusakan actual atau
potensial yang menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
1.3
Kata Kunci
1.
Tn.
Artri, 42 th
2.
Mantan
atlet marathon
3.
Ruptur
tendon achiles
4.
Cidera
lutut kiri
5.
BB
bertambah
6.
Merokok
7.
Lutut
bengkak dan merah
8.
Kaku
lutut kiri
9.
Lutut
berderak
10. Obat penghilang nyeri
11. Efek samping obat nyeri di ulu hati
1.4
Rumusan Masalah
Apa yang dialami Tn. Artri seperi pada pemicu ?
1.5
Analisis Masalah
1.6
Hipotesis
Tn. Artri 42th, mengalami cedera ACL dengan
diagnosis banding osteoartritis.
1.7
Learning Issue
1.
Anatomi
Ektremitas Bawah
2.
Kelainan
Sendi pada Ekstremitas Bawah
3.
Cedera
ACL
a.
Definisi
b.
Klasifikasi
c.
Etiologi
d.
Epidemiologi
e.
Patofisiologi
f.
Gejala klinis
g.
Tata lakasana
h.
Diagnosis
i.
Prognosis
4.
Osteoartritis (OA)
a.
Definsi
b.
Klasifikasi
c.
Etiologi
d.
Epidemiologi
e.
Patofisiologi
f.
Gejala klinis
g.
Histopatologis
h.
Diagnosis
i.
Tata laksana
j.
Komplikasi
k.
Prognosis
5.
Bagaimana tata laksana
pemberian analgesik pada pasien menurut aspek autonomi dan non maleficence ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Anatomi
Ekstremitas Bawah
2.1.1
Tulang1,2
A.
Axis Pelvis
Tempat
kedudukan dari titik-titik yang sama jauh sejak dari aditus pelvis sampai
exitus pelvis. Dan merupakan garis lengkung yang penting untuk jalan ubun-ubun
bayi. Pelvis bersudut 600 dengan bidang horizontal.
B. Pelvis
Terdiri
dari pelvis mayor dan pelvis minor. Dibatasi oleh linea terminalis yang
dibentuk dari promontorium ke pars lateralis ossis sacri ke linea arcuata ke
pecten ossis pubis ke tuberculum pubicum dan berakhir diatas simfisis pubis. Aditus
pelvis (apertura pelvis superior) dibentuk oleh ke 2 linea terminalis kanan
kiri.
C. Os Femur
Os femur
teridiri dari
1)
Proximal :
caput femoris, collum, corpus.
2)
Distal :
condylus lateralis, condylus medialis, epicondylus lateralis, epicondylus
medialis.
D. Tibia
Tibia terdiri dari:
1) Proximal:
2 epicondylus lateralis dan medialis. Diantaranya adalah eminentia
intercondyloidea, fossa intercondyloidea. Pada condylus lateralis dan medialis
terdapat facies lateralis berbentuk concave facies medialis bentuk oval dan
datar.
E. Patella
Patella
memiliki ventral kasar, dorsal licin. Apex berada di sebelah distal, facies
articularis yang lebih lebar sebelah lateral. Basis: sebelah proximal.
F. Fibula
1)
Proximal :
capitulum fibulae
2)
Dorsoventral :
bagian distal sebelah dorsal ada sulcus musculus peronaeus longus
3)
Lateral medial :
malleolus fibulae
4)
Corpus ada 4 krista :anterior,
lateralis, posterior, interossea.
G. Ossa Tarsalia
Ossa
tarsalia terdiri dari:
1) Talus berartikulasi dengan
naviculare pedia dan calcaneus.
2) Calcaneus
3) Naviculare pedis
4) Cuneiforme, yang terdiri dari lateral, intermedia dan media
5) Cuboideum
H. Ossa Metatarsalia
Ossa
metatarsalia terdiri : caput, corpus, basis. Hal ini berbeda dengan metacarpal
yang memiliki basis lebih besar dari caput.
2.1.2
Otot1,2
A. Otot
Ventral Pangkal Paha
1) M.Iliacus
2) M.psoas major
3) M.psoas minor
B. Otot
Ventral Paha
1) M.quadriceps femoris
2) M.sartorius
3) M.tensor fasciae latae
C. Otot-Otot
Medial Paha Atas
1) M.gracilis
2) M.pectineus
3) M.adductor brevis
4) M.adductor longus
5) M.adduktor magnus
6) M.obturatorius eksternus
D. Otot-Otot
Dorsal Pinggul
1) M.gluteus maximus
2) M.gluteus medius
3) M.gluteus minimus
4) M.piriformis
5) M.obturatorius internus
6) M.gemellus superior
7) M.gemellus inferior
8) M.quadratus femoris
E. Otot-Otot
Dorsal Paha
1) M.biceps femoris
2) M.semitendinosus
3) M.semimembranosus
F. Otot-Otot
Ventral Betis
1) M.tibialis anterior
2) M.extensor hallucis longus
3) M.extensor digitorum longus
4) M.fibularis (peroneus) tertius
G. Otot-Otot
Lateral Betis
1) M.fibularis (peroneus) longus
2) M.fibularis (peroneus) brevis
H. Otot-otot
Dorsal Betis Bagian Permukaan
1) M.triceps surae
I. Otot-otot
Dorsal Betis Bagian Permukaan
1) M.popliteus
2) M.tibialis posterior
3) M.flexor digitorum longus
4) M.flexor hallucis longus
J. Otot-Otot
Kaki Dorsal
1) M.ekstensor digitorum brevis
2) M.ekstensor hallucis brevis
K. Otot-Otot
Medial Telapak Kaki
1) M.abduktor hallucis
2) M.flexor hallucis brevis
3) M.adduktor hallucis
L. Otot-Otot
Bagian Tengah Telapak Kaki
1) M.flexor digitorum brevis
2) M.quadratus plantae
3) Mm.lumbricales pedis I-IV
4) Mm.interosei plantares I-III
5) Mm.interossei dorsales pedis I-IV
M. Otot-Otot
Lateral Telapak Kaki
1) M.abduktor digiti minimi
2) M.flexor digiti minimi brevis
3) M.opponens digiti minimi1,2
2.1.3
Ligamen
·
Ligamentum Intra Capsular3
Ligamentum cruciata
adalah dua ligamentum intra
capsular yang sangat
kuat, saling menyilang didalam rongga
sendi. Ligamentum ini
terdiri dari dua
bagian yaitu posterior dan
anterior sesuai dengan
perlekatannya pada tibiae.
Ligamentum ini penting
karena merupakan pengikat
utama antara femur
dan tibiae. 3
·
Anterior Cruciate
Ligament3
ACL istilah
cruciate berasal dari kata crux yang artinya (menyilang) dan crucial (sangat
penting). Cruciate
ligament saling bersilangan satu sama yang lain. Menyerupai huruf X. ACL adalah stabelizer untuk knee joint
pada aktivitas pivot. ACL mula berkembang pada minggu ke 14 usia gestasi,
berukuran sebesar jari kita dan panjangnya rata-rata 38mm dan lebar rata-rata
10 mm, dan dapat menahan tekanan seberat 500 pon sekitar 226kg. Ligamentum ini
melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah atas,
kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial
condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk
dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ini tidak hanya mencegah anterior translasi dari tibia
pada femur tetapi
juga memungkinkan untuk helicoid biasa
tindakan lutut, sehingga mencegah
kemungkinan untuk patologi meniscal. Ini terdiri dari dua bundel, sebuah bundel anteromedial, yang ketat di fleksi, dan bundel
posterolateral, yang lebih cembung
dan ketat dalam ekstensi.
Suplai vaskuler ACL berasal dari arteri
geniculate middle, serta dari difusi melalui
sheath sinovial nya.
Persarafan dari ACL terdiri dari mechanoreceptors berasal dari saraf tibialis dan memberikan kontribusi untuk proprioseptifnya,
serabut rasa
nyeri dalam ACL yang hampir tidak
ada,ini menjelaskan
mengapa ada rasa sakit yang minimal
setelah ruptur ACL
akut sebelum pengembangan
hemarthrosis yang menyakitkan. 3
·
Posterior
Cruciate Ligament3
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris
posterior dan berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada
bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat-serat
anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang
bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi
tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk
mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan
fleksi , ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke
posterior. 3
·
Ligamentum Extracapsular: 3
1.
Ligamentum
Patellae3
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah
melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan
lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan
dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan
dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis
memisahkan ligamentum ini dari kulit.3
2.
Ligamentum Collaterale Fibulare3
Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada
condylus lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae.
Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m.
popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m.
poplitei.3
3.
Ligamentum Collaterale Tibiae3
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan
melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat
pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul
sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo
infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a.
inferior medialis genu. 3
4.
Ligamentum Popliteum Obliquum3
Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior
dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah.
Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m.
popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m.
semimembranosus.3
5.
Ligamentum Transversum Genu3
Ligamentum ini terletak
membentang paling depan pada dua meniscus, terdiri dari jaringan penyambung,
kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya, sehingga sering
tidak dijumpai pada sebagian orang.
3
· Cartilago Semilunaris (Meniscus) 3
Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C, yang pada potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas. Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk menerima condylus femoris yang cekung. 3
1. Cartilago Semilunaris Medialis3
Bentuknya hampir semi
sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada bagian depannya. Cornu
anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berhubungan
dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut
ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris
posterior tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum
collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif
tetap.3
2. Cartilago Semilunaris
Lateralis3
Bentuknya hampir sirkular
dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris
anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu
posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang
eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu
posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis
femoris. Batas perifer
cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m.
popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat
susunan yang demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi
pada tempatnya bila di bandingkan dengan cartilago semilunaris medialis. 3
· Capsula Articularis3
Capsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m. quadriceps femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari femur diatas tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari bagian tengah dari retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan ke bawah melekat pada ligamentum cruciatum anterior. Selanjutnya capsula articularis ini menutupi kedua ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu lembaran dan melintasi tepi posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi medial dan lateral dari fascies articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial, plica alares yang terkumpul pada bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk suatu synovial villi.3
Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari tepi fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar pada synovial membran.
Lipatan ini membagi
cavum sendi menjadi
dua bagian, berhubungan dengan
dua pasang condylus femoris dan
tibiae. Lipatan capsul sendi
pada bagian samping berjalan
dekat pinggir tulang rawan. Sehingga regio
epicondylus tetap bebas.
Kapsul sendi kemudian
menutupi permukaan cartilago, dan bagian
permukaan anterior dari
femur tidak ditutupi
oleh cartilago. Pada
tibia capsul sendi ini
melekat mengelilingi margo
infraglenoidalis, sedikit bagian
bawah dari permukaan cartilago,
selanjutnya berjalan kebawah
tepi dari masing-masing
meniscus.3
·
Bursa Anterior3
1. Bursa supra
patellaris terletak di bawah
m. quadriceps femoris dan
berhubungan erat dengan
rongga sendi.
2. Bursa Prepatellaris terletak
pada jaringan subcutan
diantara kulit dan bagian
depan belahan bawah patella
dan bagian atas ligamentum patellae.
3. Bursa Infrapatellaris superficialis
terletak pada jaringan
subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah
ligamentum patellae
4. Bursa Infapatellaris
Profunda terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum patellae dan permukaan anterior
tibiae. Bursa ini
terpisah dari cavum
sendi melalui jaringan
lemak dan hubungan antara
keduanya ini jarang
terjadi. 3
·
Bursa Posterior3
1.
Recessus
Subpopliteus ditemukan sehubungan dengan
tendon m. popliteus dan berhubungan
dengan rongga sendi.
2.
Bursa M.
Semimembranosus ditemukan sehubungan
dengan insertio m.
semimembranosus dan sering berhubungan dengan rongga sendi.
3.
Empat bursa
lainnya ditemukan sehubungan dengan:
a)
tendon
insertio m. biceps femoris.
b)
tendon m.
sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke insertionya
pada tibia.
c)
di bawah
caput lateral origo m. Gastrocnemius.
d) di bawah caput medial origo m. Gastrocnemius.3
2.1.4
Komposisi
Cairan Sendi
Tulang rawan sendi pada orang dewasa
tidak mendapat aliran darah, limfe atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan
metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut.
Sendi dilumasi oleh cairan sinovia dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik
yang terjadi pada cairan interstisial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada
tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan ke bagian yang kurang
mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan yang
bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan
bergerak ke belakang kembali ke bagian tulang rawan ketika tekanan berkurang.
Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah
selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan,
tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak. Cairan sinovia
normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada
tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3 ml).
sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan
sebagian besar merupakan sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa
yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovia dan disintesis oleh
sel-sel pembungkus sinovia.4
2.1.5 Persarafan Sendi Lutut4
Persarafan pada
sendi lutut adalah melalui
cabang - cabang dari
nervus yang mensarafi
otot-otot di sekitar sendi dan
befungsi untuk mengatur
pergerakan pada sendi
lutut. Sehingga sendi
lutut disarafi oleh:
1.
N.
Femoralis
2.
N.
Obturatorius
3.
N. Peroneus
communis
4.
N. Tibialis4
2.1.6
Suplai
Darah4
Suplai
darah pada sendi
lutut berasal dari
anastomose pembuluh darah
disekitar sendi ini.
Dimana sendi lutut menerima
darah dari descending
genicular arteri femoralis,
cabang-cabang genicular arteri popliteal dan
cabang descending arteri
circumflexia femoralis dan
cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada
sendi lutut mengikuti
perjalanan arteri untuk
kemudian akan memasuki
vena femoralis.4
2.1.7
Sistem Limfe4
Sistem limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan
fascia subcutaneous. Kemudian selanjutnya akan
bergabung dengan lymph
node sub inguinal superficialis. Sebagian lagi
aliran limfe ini akan memasuki
lymph node popliteal, dimana aliran
limfe berjalan sepanjang
vena femoralis menuju deep inguinal lymph node.4
2.1.8
Aspek fisiologi ACL4,5
Dari ligamen
lutut, cruciates adalah yang
paling penting dalam
menyediakan pengekangan pasif untuk
anterior / posterior
gerakan lutut. Jika salah satu atau kedua cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin terganggu. Fungsi
utama dari ACL adalah untuk
mencegah translasi anterior dari tibia, dalam ekstensi penuh, ACL menyerap 75% muatan anterior dan 85%
antara 30 dan 90 ° fleksi. Selain itu, fungsi lain
ACL termasuk melawan rotasi internal tibia dan varus /
valgus angulasi dari tibia dengan adanya cedera ligamen kolateral, hilangnya ACL menyebabkan penurunan magnitude pada
coupled rotasi selama fleksi, dan lutut yang tidak stabil. Kekuatan tarik ACL sekitar 2200N tetapi
berubah dengan usia dan beban berulang.4,5
2.2
Kelainan Sendi pada Ekstremitas
Bawah6
Kelainan
pada sendi-sendi terkait yang terdapat pada ekstremitas bawah berdasarkan
kelainan trauma dan non-trauma antara lain :
·
Osteoarthritis.
·
Arthritis Reumatoid.
·
Ruptur Tendon Achiles.
·
Distorsi Pergelangan Kaki.
·
Ruptur Ligamen Lateral.
·
Dislokasi Lutut.
·
Ruptur Ligamen Lutut dan Meniskus.
·
Fraktur Maleolus Medialis.
·
Fraktur Pergelangan Kaki.
·
Fraktur Maleoulus Lateralis.6
2.3
Definisi
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
ACL (Anterior Cruciate Ligament) adalah jaringan
pada sendi lutut yang menghubungkan tulang tibia dengan tulang femur. Cidera
ACL adalah peregangan berlebihan atau robeknya ACL pada lutut. Robekan dapat
sebagian atau seluruhnya.
2.4
Etiologi
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)5,6,7
-
Diperkirakan
bahwa 70% dari cedera ACL terjadi melalui mekanisme non –
kontak sementara 30% adalah
hasil dari kontak langsung dengan pemain lain atau objek. Mekanisme
cedera sering dikaitkan dengan perlambatan diikuti dengan
pemotongan, berputar atau “side
stepping manuver”, pendaratan canggung atau "out of control play".
-
Beberapa
studi telah menunjukkan bahwa atlet wanita memiliki insiden
yang lebih tinggi cedera ACL dari atlet laki-laki di olahraga
tertentu, telah diusulkan bahwa ini adalah karena
perbedaan kondisi fisik, kekuatan otot, dan
kontrol neuromuskular.
-
Penyebab lain adalah perbedaan kelamin
yang berkaitan dengan tingkat cedera ACL yang termasuk
keselarasan pelvis
dan ekstremitas bawah (kaki), peningkatan
kelemahan ligamen, dan efek estrogen pada sifat ligamen.
-
Jatuh dari tangga atau hilang satu
langkah di tangga adalah kemungkinan penyebab lainnya. Seperti bagian
tubuh lain, ACL menjadi lemah dengan usia. Jadi robekan
terjadi lebih mudah pada orang tua dari usia 40.8,9,10
2.5
Klasifikasi
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
·
GRADE I
Sebuah hamparan
ringan, dengan nyeri ringan dan bengkak tetapi tidak
ada perpanjangan permanen atau kerusakan
pada ligamen.
·
GRADE II
Ligamentum tertarik keluar (seperti gula-gula)
dan diperpanjang. Ada rasa sakit umumnya lebih dan
bengkak, dan sering memar. Ligamen biasanya akan sembuh
tanpa operasi. ligamen akan memiliki beberapa
kelemahan (yaitu "memberi" atau "membuka")
dibandingkan dengan normal, tetapi sendi akan sembuh dan
biasanya dapat berfungsi hampir normal dengan sedikit ketidakstabilan.
·
GRADE III
Ligamentum tertarik jauh
sehingga robek menjadi
dua. Sering kali
ada rasa sakit yang relatif sedikit. Namun, sendi
sangat tidak stabil, dan menampung beban sering kali sangat
sulit bahkan dengan tongkat. Lutut akan terlepas
atau “buckle”. Sering memar di sekitar lutut. Operasi
sering kali diperlukan untuk
perbaikan.11
2.6
Epidemiologi
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
Setelah nyeri
punggung, cedera pada lutut merupakan
salah satu masalah pada sistem
muskuloskelatal yang banyak dilaporkan pada pelayanan kesehatan primer.Prevalensi adalah 48 per 1000 pasien
tiap tahun. Dari semua kasus cedera lutut yang terjadi, 9% adalah cedera
ligamen dimana anterior cruciate ligament (ACL) merupakan cedera ligamen yang
paling sering. Hampir setengah dari seluruh
cidera ligamen lutut adalah robekan ACL
dan hal tersebut merupakan penyebab terbesar ketidakstabilan lutut, yang dapat
mengakibatkan perubahan fungsi, kerusakan struktur sendi yang lain dan
selanjutnya akan mempengaruhi aktifitas sehari-hari dan fungsi berjalan.
Beberapa penelitian yang dilakukan pada penderita dengan robekan ACL
menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
proprioseptif sendi lutut.12
2.7
Patofisiologi
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
ACL seperti semua
ligament lain, terdiri dari tipe I kolagen. Ultrastruktur ligamen adalah sangat
mirip dengan tendon, tetapi serat di dalam ligamen lebih bervariasi dan
memiliki isi elastin yang lebih tinggi. Ligamen menerima suplai darah dari
lokasi insersinya. Vaskularisasi dalam ligamen adalah seragam, dan ligamen
masing-masing berisi mekanoreseptor dan ujung saraf bebas yang diduga membantu
dalam menstabilkan sendi. Avulsi ligamen pada umumnya terjadi diantara lapisan
fibrokartilago tidak bermineral dan yang bermineral. Ruptur ACL yang paling umum, adalah ruptur
midsubstan. Jenis ruptur ini terjadi terutama sewaktu
ligamentum ditranseksi oleh kondilus femoral lateral yang berputar.
12
ACL menerima
suplai darah yang banyak,
terutama dari arteri geniculate medial, sewaktu ACL pecah, haemarthrosis
biasanya berkembang dengan
cepat. Hemarthrosis adalah
perdarahan kedalam rongga sendi dan merupakan gejala yang diagnostik untuk
kelainan pembekuan darah. Selanjutnya, perubahan anatomis dari struktir ACL ini
akan mempengaruhi gerakan-gerakan yang semestinya dapat dilakukan pada keadaan
normal. 12
2.8
Gejala
klinis Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
Ketika terjadi cedera
ACL, mungkin akan terdengar suara meletus “popping”
dan lutut terasa lemah (tidak mampu menyangga berat tubuh). Beberapa gejala
lainnya adalah:9,13
·
Nyeri disertai bengkak.
Dalam waktu 24 jam, lutut akan membengkak. Jika dibiarkan, bengkak dan nyeri
dapat hilang sendiri. Nyeri dirasakan khususnya saat kita meletakkan beban pada
kaki yang terluka. Bagaimanapun juga, jika kembali berolahraga, lutut tidak
akan stabil dan dapat menyebabkan terjadinya resiko perusakan yang lebih jauh
terhadap tulang rawan yang ada dilutut (meniscus).
·
Hilangnya full range motion / gerakan jarak penuh.
·
Kelembutan/tenderness disepanjang garis sendi.
·
Ketidaknyamanan saat
berjalan.9,13
2.9
Tatalaksana
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
Penatalaksanaan cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) dapat
dilakukan dalam 3 cara, yaitu:
a. Konservatif
Setelah terkena cedera
ACL, lutut pasien harus segera diistirahatkan dari aktivitas, dikompres dan di
angkat lebih tinggi dari jantung yang mana proses ini dilakukan untuk membantu
mengurangi pembengkakan dan mengurangi rasa sakit. Kemudian dilakukan
stabilisasi pada lutut.
b. Pembedahan
Pembedahan dilakukan
dengan merekonstruksi ACL yang mengalami cedera sehingga diharapkan aktivitas
pasien menjadi tidak terganggu nantinya oleh cedera ACL ini.
c. Rehabilitasi
Setelah melakukan
rekonstruksi ACL, pasien harus melakukan rehabilitasi untuk pemulihan dan
proteksi agar cedera tidak terjadi kembali pada waktu yang akan datang.14
2.10
Diagnosis
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
a. Anamnesis
Ketika seorang pasien datang
dengan cedera ACL pada awalnya untuk evaluasi di klinik,
dokter seharusnya menanyakan tentang kejadian. Dua pertiga dari cedera adalah
hasil dari cedera non kontak (deselerasi atau berputar) dan sering dikaitkan
dengan bunyi "pop" dan
bengkak, yang biasanya terlihat dalam waktu cedera 4-12 jam. (Cedera lutut lain
yang terkait dengan hemarthrosis yang meliputi robekan cruciatum posterior,
robekan meniskus perifer, fraktur osteochondral, cedera kapsuler, dan dislokasi
patella. Cedera kontak langsung sering menimbulkan stres
hiperekstensi atau valgus pada lutut yang mengarah ke cedera cruciatum.
Pertanyaan lainnya termasuk kemampuan untuk menanggung berat badan. Apakah pasien terus
bermain apakah ada gejala ketidakstabilan
pada persendian lutut? faktor lain yang perlu dipertimbangkan termasuk
sebelum cedera yaitu tingkat aktivitas, kegiatan kerja, dan rencana masa depan,
karena informasi ini akan membantu dalam pengambilan keputusan. pasien harus
ditanya jika ada riwayat trauma di tempat yang sama sebelumya. Dokter
harus melakukan rontgen untuk
mencari setiap fraktur yang
mungkin.9,10
b. Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik harus segera dilakukan setelah
cedera. Hasilnya biasanya lebih akurat daripada setelah timbulnya pembengkakan,
rasa sakit, dan selanjutnya. Dari observasi, ketidakselarasan biasa
dianggap suatu fraktur.
Pembengkakan biasanya muncul dalam 4
jam.10
c. Pemeriksaan
penunjang
§ Tes lachman,
untuk melihat apakah ACL masih utuh.
Pada tes lachman, pasien pada posisi supinasi, lutut difleksikan 30 derajat. Femur distabilasikan dengan satu tangan dan
satu tangan mengerakkan tibia ke
anterior. Positif jika end point dari
translasi anterior tibia tidak jelas dan infrapatellar slope menghilang, yaitu
jika ACL robek, pemeriksa akan
merasakan gerakan ke depan dari tibia meningkat (ke atas
atau anterior) dengan hubungannya dengan tulang
paha (jika dibandingkan
dengan kaki normal) dan gerakan lembut pada end
point, (karena ACL robek) saat ini gerakan berakhir.15,16
§ Pivot shift test,
pada pivot shift test pasien pada posisi
supinasi, lutut difleksi 5 derajat dan
valgus stres diberikan sambil memberi gaya internal rotasi pada tibia,
lutut kemudian difleksi 30 - 40 derajat, tes positif jika lutut tereduksi ke
posterior. Jika acl robek, tibia akan
mulai maju ketika lutut sepenuhnya lurus dan kemudian akan
bergeser kembali ke posisi yang benar dalam hubungannya
dengan tulang paha ketika lutut dibengkokkan lebih 30
derajat. 15,16
§ Tes drawer,
dimana pasien dalam posisi supine, lutut fleksi 90 derajat, kaki distabilasikan
oleh pemeriksa dan tibia ditarik kearah anterior. Tes positif apabila terdapat
translasi lebih dari 6mm. Ataupun apabila tibia didorong ke posterior akan
terjadi translasi jauh ke posterior berarti positif. 15,16
§ Arthroscopi, juga
dapat dilakukan. Selama artroskopi, alat
bedah akan dimasukkan melalui satu atau
lebih potongan kecil (sayatan) pada lutut untuk
melihat bagian dalam lutut. Ini
adalah prosedur yang digunakan untuk
memeriksa bagian dalam sendi dengan memasukkan tabung tipis (arthroscope)
yang berisi kamera dan cahaya melalui sayatan kecil di dekat sendi.
Kamera mengirimkan gambar close-up video dari sendi ke
monitor tv, di mana dokter
dapat melihat bagian dalam sendi.
Arthroscopi dapat digunakan untuk mendiagnosa
penyakit sendi
dan cedera sendi dan untuk mengobati
beberapa masalah
bersama. Instrumen bedah juga
dapat dimasukkan melalui arthroscope untuk mengambil sampel jaringan
atau untuk memperbaiki luka atau kerusakan
pada sendi. Secara umum, pemulihan setelah operasi
arthroscopic lebih cepat dan lebih mudah daripada setelah
operasi tradisional yang menggunakan sayatan yang lebih besar.
Kebanyakan orang bisa pulang dari rumah
sakit hari yang sama. 15,16
§ Magnetic resonance
imaging (MRI) scan, juga bias dilakukan untuk mengevaluasi ACL dan
untuk memeriksa tanda cedera pada ligamen lutut
yang lain, serta meniskus tulang rawan, atau tulang
rawan artikular.15,16
2.11
Prognosis
Cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament)
Kebanyakan ACL yang robek tidak boleh di jahit dan
disambung semula. Untuk membolehkan reparasi dari ACL untuk restorasi
stabilitas lutut adalah rekonstruksi dari ligament tersebut. Ligament tersebut
akan di ganti dengan graft jaringan ligament. Graft tersebut akan menjadi dasar
untuk ligament yang baru untuk tumbuh. Kebanyakan orang akan memiliki lutut
yang stabil setelah melakukan rekonstruksi ACL. Metode bedah yang lebih baik
dan reabilitasi dapat menyebabkan:
1. Rasa
sakit dan kekakuan yang berkurang setelah operasi
2. Lebih
sedikit terjadi komplikasi dengan operasi itu sendiri
3. Waktu
pemulihan lebih cepat.17
2.12
Definisi
Osteoartritis (OA)
Osteoartritis, disebut juga penyakit
sendi degenerative, merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Gambaran mendasar pada osteoarthritis adalah degenerasi
tulang rawan sendi; perubahan struktural selanjutnya yang terjadi di
tulang bersifat sekunder.18
2.13
Etiologi
Osteoartritis (OA)
I.
Faktor Langsung
Pada osteoartritis, bantalan
(tulang rawan) antara tulang akan menipis dalam sendi. Jika osteoartritis
semakin memburuk, tulang rawan hilang dan menggosok tulang pada tulang. Tulang
tumbuh taji (bony spurs) atau
biasanya membentuk sekitar sendi. Ligamen dan mengendurkan otot di sekitar
sendi dan menjadi lemah.19
Seringkali, penyebab osteoartritis tidak diketahui. Hal ini terutama
berkaitan dengan penuaan, tetapi terdapat keadaan lain yang juga dapat
menyebabkan osteoartritis diantaranya :
·
Osteoartritis cenderung untuk menurun dalam keluarga.
·
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko.
·
Fraktur atau cedera sendi lainnya bisa menyebabkan osteoartritis di
kemudian hari.
·
Pemakaian sendi berlebihan jangka panjang di tempat kerja atau dalam
olahraga dapat menyebabkan osteoarthritis.
Kondisi medis yang dapat menyebabkan
osteoarthritis meliputi2:
·
Gangguan pendarahan yang menyebabkan pendarahan pada sendi, seperti
hemofilia.
·
Gangguan yang menghambat pasokan darah dekat persendian, seperti
nekrosis avaskular.
·
Jenis lain arthritis, seperti gout kronis, pseudogout, atau rheumatoid
arthritis.19
II.
Faktor Resiko
Secara garis besar, terdapat dua
pembagian faktor risiko OA lutut yaitu faktor predisposisi dan faktor
biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan seseorang
untuk terserang OA lutut. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung kepada
faktor mekanis / gerak tubuh yang memberikan beban atau tekanan pada sendi
lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga meningkatkan risiko terhadinya OA
lutut.
a.
Faktor Predisposisi
1. Usia,
proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar
sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan
fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA.
2. Jenis
Kelamin, prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi
dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi
perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki.
3. Kebiasaan
Merokok, banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara
merokok dengan OA lutut. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya
kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi.
Hubungan
antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA lutut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Merokok
dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.
b. Merokok
dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
c. Merokok
dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan
kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.
4. Faktor Metabolik
-
Obesitas, merupakan
faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat
badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan
beban sendi lutut saat berjalan.
-
Osteoporosis, hubungan
antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan mekanis yang
abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi.
b.
Faktor Biomekanis
1)
Riwayat Trauma Lutut
Trauma
lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus
merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut
2)
Kelainan Anatomis
Faktor
risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu
varum, genu valgus, Legg – Calve – Perthes disease dan displasia
asetabulum.
3)
Pekerjaan
Osteoartritis
banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak menggunakan
kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut
ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja
yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja administrasi.
4)
Aktivitas fisik
Aktivitas
fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak
jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg –50
kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
merupakan faktor risiko OA lutut.
5)
Kebiasaan olahraga
Atlet
olahraga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari marathon
dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut.20
2.14
Klasifikasi Osteoartritis
(OA)
Berdasarkan penyebabnya osteoarthritis dibedakan
menjadi 2 yaitu :
1. Osteoartritis
primer, jika penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan tidak ada hubungannya
dengan penyakit seitemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
2. Osteoartritis
sekunder, jika penyebabnya adalah penyakit atau kondisi lain, seperti kelainan
sendi yang telah ada sejak lahir, cedera, gangguan metabolik (misalnya
hemokromatis), atau gangguan yang menyebabkan kerusakan pada tulang rawan sendi
(misalnya reumatoid artritis atau gout).21
Berdasarkan lokasi, osteoarthritis dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu :22,23
1.
Osteoartritis
Lutut (degenerasi sendi lutut)
Jenis artritis ini paling banyak dijumpai kejadiannya di Indonesia
terutama pada pasien lanjut usia. Pada perjalanannya, nyeri ini seringkali
menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari. Komplikasi lain yang
terjadi yaitu keterbatasan ruang gerak sendi disertai kekakuan, deformasi lulut
menjadi bentuk O (genu varum) atau bentuk x (genu valgus).
Komplikasi yang terjadi pada osteoartritis ini berlangsung secara perlahan tapi
pasti akibatnya menimbulkan ketidakmampuan berdiri dan berjalan. Sendi
merupakan bagian yang menghubungkan antar tulang sehingga tulang bisa
digerakkan. Komponen terpenting pada sendi adalah tulang rawan sendi (articular
cartilage) yaitu jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang
dan berfungsi sebagai bantalan. Matriks ekstraselular pada jaringan ini terdiri
dari kolagen yang padat dan proteoglikan yang menyebabkan permukaannya menjadi
licin dan tahan terhadap gesekan. Adanya kolagen dan proteoglikan memfasilitasi
gerakan dan mencegah pembengkakan pada tulang rawan sendi. Kolagen dan
proteoglikan bekerja dengan cara menarik kation menghasilkan tekanan
osmolalitas yang tinggi, akibatnya air akan tertarik kedalam tulang rawan
sendi. Permukaan menjadi licin sehingga pada saat terjadi pergerakan/biomekanik
pada sendi, tidak terjadi gesekan. Pada kondisi fisiologis, matriks
ekstraselular memiliki waktu paro bertahun-tahun sehingga metabolismenya
berjalan sangat lambat. Namun dengan adanya peningkatan beban mekanik
(peningkatan berat badan), bertambahnya usia dan adanya cedera dapat
mempercepat proses metabolismenya. Tulang rawan sendi akan terdegradasi
menyebabkan keretakan matriks. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pembengkakan (inflamasi) yang jika dibiarkan berkepanjangan akan terjadi
kerusakan sendi parah sehingga harus di operasi.22,23
2.
Osteoartritis
Kaki (Ankle osteoarthritis)
Merupakan artritis yang terjadi pada 60 – 80% pada pasien yang memiliki
riwayat cidera pergelangan kaki. Biasa terjadi pada atlet sepakbola atau penari
balet. Penyembuhan dilakukan dengan cara istirahat, mengurangi gerak dengan
menggunakan sepatu rocker bottom sole atau menggunakan Ankle
bandage.22,23
3.
Osteoartritis
Tangan
Osteoartritis tangan ditandai dengan terbentuknya pembesaran keras pada
sendi jari (Herberden’s node) yang biasanya disebabkan karena
abnormalitas saat dilahirkan.22,23
2.15
Epidemiologi
Osteoartritis (OA)
Osteoartritis
merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada
orang-orang diatas 50 tahun. Osteoarthritis biasanya menyerang ketika umur
semakin tua, pria biasanya akan lebih dulu terserang oleh osteoarthritis pada
kisaran umur 45 tahun dan lebih cepat 10 tahun dari wanita yang biasanya
terserang osteoarthritis pada usia 55 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun
menggambarkan osteoarthritis pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya
mengalami gejala. Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih
banyak terjadi pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya.
Terdapat kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Penyakit ini biasanya sebanding jumlah kejadiannya
pada pria dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun, cenderung
lebih banyak terjadi pada wanita.20
2.16
Patofisiologi
Osteoartritis (OA)
Secara umum patofisiologi osteoartritis
adalah karena terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan
dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan
sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses
degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu subtansi atau zat yang
dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk
menghasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi
matriks ekstraseluler. 22,23
Gambaran utama pada osteoarthritis
adalah:
1. Destruksi
kartilago yang progresif
2. terbentuknya
kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. terbentuknya osteofit
5. adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi
dari tulang rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan
pengaruh-pengaruh yang lain yang merupakan efek dari tekanan. Penurunan
kekuatan dari tulang rawan disertai oleh perubahan yang tidak sesuai dari
kolagen. Pada level teratas dari tempat degradasi kolagen,
memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja
menimbulkan kerusakan mekanik. 22,23
Kondrosit sendiri akan mengalami
kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks
rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui
mikroskop terlihat permukaan tulang rawan mengalami fibrilasi dan
berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga
sendi.
Pada tepi sendi akan timbul respons
terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan
tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk
kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima
beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang
rawan sendi pada osteoartritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis
permukaan sendi.
Adanya pengikisan yang progresif
menyebabkan tulang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang
tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Namun
ternyata peningkatan tekanan yang terjadi melebihi kekuatan biomekanik tulang.
Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi
vaskular, akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi).
Pada akhirnya rawan sendi menjadi rusak dan menimbulkan
gejala-gejala osteoartritis seperti nyeri sendi, kaku dan deformitas. Melihat
adanya proses kerusakan dan proses perbaikan yang sekaligus terjadi, maka
osteoartritis dapat dianggap sebagai kegagalan sendi yang progressif.22,23
2.17
Gejala
Klinis Osteoartritis (OA)
-
Gambaran klinis osteoartiritis
umunya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau menanggung
beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila pasien beristirahat, dan bertambah bila
sendi digerakkan atau bila memikul beban tubuh.
-
Dapat pula terjadi
kekakuan sendi setelah sendi tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi
kekakuan ini akan menghilang setelah
sendi digerakkan. Kekakuan pada pagi hari , jika terjadi, biasanya hanya
bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekaukan sendi di pagi
hari yang disebabkan oleh artritis reumatoid yang yang terjadi lebih lama. Spasme
otot atau tekanan pada saraf di daerah sendi yang terganggu adalah sumber bunyi.
-
Keterbatasan dalam
gerakan ( terutama tidak dapat berekstensi penuh), nyeri lokal , pembesaran
tulang di sekitar sendi , sedikit efusi sedi dan krepitasi.
-
Perubahan yang khas
terdapat pada tangan . Nodus Heberden atau pembesaran tulang sendi interfalang
distal sering dijumpai. Nodus Bauchard lebih jarang ditemukan yaitu pembesaran
tulang sendi interfalangs proksimal.
-
Perubahan yang khas
juga terdapat pada tulang belakang, yang akan menjadi nyeri, kaku dan mengalami
keterbatasan dalam bergerak (ROM). Pertumbuhan tulang yang berlebihan atau spur
dapat mengiritasi radiks yang keluar dari tulang vertebra. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan neuromuskular, seperti nyeri, kekakuan, dan
keterbatasan gerak. Ada beberapa orang yang mengeluh sakit kepala sebagai
akibat langsung dari osteoartritis pada tulang belakang bagian leher.
-
Gejala utama OA ialah
adanya nyeri pada sendi yang terkena terutama waktu bergerak. Umumnya timbul
secaa perlahan-lahan, mula-mula rasakau, kemudian timbul rasa nyeri yang
berkurang dengan istirahata. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku
pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut
lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang.
-
Tempat predileksi
osteoarthritis adalah karpometakarpal I, metatarsofalangeal I, apofiseal tulang
belakang, lutut, paha. Pada falang distal timbul nodus heberden dan pada sendi
interfalangproksimal timbul nodus bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi
tersebut tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya
sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata
dan warna kemerahan.24
2.18
Histopatologis Osteoartritis (OA)
-
Morfologi
Perubahan struktural paling dini pada
osteoarthritis adalah pembesaran dan disorganisasi kondrosit di bagian
superficial tulang rawan sendi. Hal ini disertai perubahan dalam matriks
kartilaginosa, termasuk fibrilasi (pemisahan) di permukaan sendi. Fisura secara
bertahap meluas hingga mengenai seluruh ketebalan tulang rawan dan mencapai
tulang subkondral. Sebagian tulang rawan sendi akhirnya mengalami erosi total,
dan permukaan tulang subkondral yang terpajan menjadi tebal dan berkilap
seperti gading (eburnation).
Potongan tulang rawan dan tulang sering
terlepas dan membentuk “joint mice” yang mengapung bebas di rongga sendi.
Cairan sinovium mungkin bocor melalui defek di tulang rawan dan tulang
dibawahnya untuk membentuk kista di
dalam tulang. Tulang trabekular di bawahnya mengalami sklerosis sebagai respons
terhadap meningkatnya tekanan di permukaan. Proliferasi tulang tambahan terjadi
di tepi sendi sehingga membentuk tonjolan tulang yang disebut osteofit. Karena integritas sendi makin
menurun, terjadi trauma pada membrane sinovium yang menyebabkan terjadinya
peradangan nonspesifik. Dibandingkan dengan arthritis rheumatoid, perubahan di
sinovium tidak terlalu mencolok dan tidak dini.25
2.19 Diagnosis
Osteoartritis (OA)
Untuk mendiagnosis OA dapat dilakukan
langkah langkah seperti anamnesis, pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjang,
dan pemeriksaan cairan sendi.
-
Anamnesis, keluhan
penderita OA umumnya berupa nyeri, nyeri sendi biasanya timbul ketika bergerak
dan berkurang ketika beristirahat. Nyeri dapat bersumber dari inflamasi sinovium, tekanan pada sumsum
tulang, fraktur subkondral, reaksi periosteal dan tekanan saraf akibat
osteofit, distensi dan instabilitas kapsul sendi, serta spasme atau regangan
otot atau ligamen. Selain nyeri, dapat timbul kekakuan, keterbatasan gerak,
serta instabilitas sendi.
-
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai krepitasi tulang pada pergerakan,
nyeri tekan, nyeri gerak, ketidaksegarisan (mal-alignment)
sendi, deformitas, pembengkakan sendi setempat, serta keterbatasan gerak sendi.
-
Pemeriksaan foto polos sendi ditemukan penyempitan celah sendi,
sklerosis tulang subkondral, osteofit, kista subartikuler, dan deformitas. MRI
dapat digunakan untuk menilai kelainan jaringan lunak pada tulang rawan,
meniscus, ligament serta peningkatan cairan sendi.
-
Pemeriksaan cairan sendi hanya dilakukan apabila ada kecurigaan
terjadi infeksi.6
Diagnosis osteoarthritis lutut ditegakkan
berdasarkan klasifikasi dari American College of Rheumatology (ACR).
Tabel Kriteria diagnosis osteoarthritis lututmenurut The
American College of Rheumatology (ACR) :25
Klinis dan laboratoris
|
Klinis dan radiologis
|
Klinis
|
Nyeri lutut ditambah sedikitnya lima dari Sembilan hal berikut
ini:
1. Usia>50 tahun
2. Kekakuan<30 menit
3. Krepitasi
4. Nyeri tulang
5. Pembengkakan tulang
6. Perabaan tidak hangat
7. LED <40 mm/jam
8. RF < 1:40
9. Tanda cairan sinovial OA
|
Nyeri lutut ditambah sedikitnya satu dari tiga hal berikut
ini:
1. Usia>50 tahun
2. Kekakuan<30 menit
3. Krepitasi + osteofit
|
Nyeri lutut ditambah sedikit nya tiga dari enam hal berikut
ini:
1. Usia> 50 tahun
2. Kekakuan<30 menit
3. Krepitasi
4. Nyeri tulang
5. Pembengkakan tulang
6. Perabaan tidak hangat
|
92% sensitif
75% spesifik
|
91% sensitive
86% spesifik
|
95% sensitif
69% spesifik
|
Keterangan:
LED=laju endap darah (Westergen); RF= rhematoid
factor, tanda cairan sendi osteoarthritis adalah jernih, viskus, atau hitung
sel darah putih kurangdari 2.000/mm3.
|
2.20 Tatalaksana
Osteoartritis (OA)
a) Terapi
non-farmakologis
1. Penerangan
Maksud dari penerangan adalah agar
pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaga
nya agar penyakit nya tidak bertambah parah serta persendian nya tetap dapat
dipakai.
2. Terapi
fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar
persendian nya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi
yang sakit.
3. Penurunan
berat badan
Berat badan yang berlebihan ternyata
merupakan faktor yang akan mempererat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan
harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka
harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan
ideal.
b) Terapi
farmakologis
1. Analgesik
oral non opiat
Pada umumnya pasien telah mencoba untuk
mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi
rasa sakit. Padaumumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan media masa, baik
cetak, radio, maupun televisi.
2. Analgesik
topical
Analgesik topikal dengan mudah dapat
kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada umumnya
pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakaiobat-obatan peroral
lainnya.
3. Obat
anti inflamasi non steroid (OAINS)
Apabila dengan cara-cara tersebut diatas
tidak berhasil, pada umumnya pasien mulai datang kedokter. Dalam hal seperti
ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karena obat golongan ini
disamping mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh
karena pasien OA kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini
harus sangat berhati-hati. Jadi pilihlah obat efek sampingnya minimal dan
dengan cara pemakaian yang sederhana, disamping itu pengawasan terhadap
kemungkinan timbulnya efek samping selalu dilakukan.
4.
Chondroprotective
agent
Yang dimaksud dengan chomdroprotective agent adalah
obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan tulang rawan sendi
pada pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow
Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti
Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok
obat ini adalah: tetrasiklin, asamhialuronat, kondroitinsulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide dismutase, dsb.
·
Tetrasiklin
dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja enzim MMP. Salah satu
contohnya adalah doxycycline, sayangnya obat ini baru dipakai pada hewan dan belum
dicobakan pada manusia.
·
Asam
hialuronat disebut juga sebagai viscosupplement
oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah dapat memperbaiki viskositas
cairan sinovyal, obat ini diberikan secara intra-artikuler. Asam hialuronat
ternyata memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan dalam
agregasi dengan proteoglikan. Disamping itu pada binatang percobaan, asam
hialuronat dapat mengurangi inflames pada sinovium, menghambat angiogenesis,
dan khemotaksis sel-sel inflamasi.
·
Glikosaminoglikan
dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang
rawan, antara lain: hialurodinase, protease, elastase, dan cathepsin B1 in
vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur
tulan rawa sendi manusia. Dari penelitian Rejholectaun 1987, pemakaian
glikosaminoglikan selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit
pada lutut yang secara statistic bermakna.
Juga dilaporkan pada pemeriksaan radiologis menunjukkan progresivitas
kerusakan tulang rawan yang menurun dibandingkan dengan control.
·
Kondroitinsulfat,
merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebrata, dan terutama
terdapat pada matriksekstraelular sekeliling sel. Salah satu jaringan yang
mengandung kondroitin sulfat adalah tulang rawan sendi dan zatini
merupakan bagian dari proteoglikan.
Menurut Hardingham (1998), tulang rawan sendi terdiri dari 2% sel dan 98%
matriks eksraselular yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini membentuk
suatu struktur yang utuh sehingga mampu menerima beban tubuh. Pada penyakit sendi
degenerative seperti OA, terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya
adalah hilang atau berkurangnya proteoglikan pada tulang rawan tersebut.
Menurut penelitian Uebelhart dkk (1998) pemberian kondroitin sulfat pada kasus
OA mempunyai efek samping terhadap terjadinya kerusakan tulang rawan sendi.
Sedang Ronca dkk (1998) telah mengambil kesimpulan dalam penelitiannya tentang kondroitinsulfat
sebagai berikut: efektifitas kondroitinsulfat pada pasien OA mungkin melalui 3
mekanisme utama, yaituanti inflamasi; efek metabolik terhadap sintesis hialuronat
dan proteoglikan; anti-degranatif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat
efek oksigen reaktif.
·
Vitamin
C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat
aktivitas enzim lisozim, yang dapat digunakan sebagai obat dalam terapi OA.
·
Seperoxide
dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalia
dan mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals.
Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen, dan
proteoglikan. Sedang hydroxide peroxide dapat merusak kondrosit secara langsung.
Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase ini dapat
mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
·
Steroid
intra-artikuler, pada penyakit artritis rheumatoid
menunjukkan hasil yang baik. Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien
OA, oleh karena itu kortikosteroid intra-artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi
rasa sakit, walaupun hanya dalam waktu yang singkat. Penelitian selanjutnya tidak
menunjukkan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga pemakaiannya dalam hal
ini masih kontroversial.
c) Terapi
bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak
berhasil untuk mengurasi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.6
2.21 Komplikasi
Osteoartritis (OA)
Penurunan fungsi tulang ini akan berlanjut terus, beberapa penderita bahkan
mengalami penurunan fungsi yang cukup signifikan, bahkan penderita akan
berujung pada kehilangan kemampuan berdiri atau berjalan. Jika engsel sudah
parah, dokter menyarankan penggantian engsel dengan pembedahan. Pada beberapa
penderita yang tidak bisa melakukan pembedahan, akan dilakukan terapi
nyeri/ngilu dan cara menggunakan alat tambahan untuk mempermudah gerakan
sehari-hari.26
Komplikasi dapat terjadi apabila osteoarthritis tidak ditangani dengan
serius. Terdapatdua macam komplikasi yaitu:26
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut yang dapat terjadi pada
penderita osteoartritis diantaranya adalah:
·
Osteonekrosis
Osteonekrosis atau sering disebut avaskular nekrosis merupakan
penyakit yang terjadi karena gangguan suplai darah pada tulang. Tanpa darah ,
jaringan tulang akan mati dan rusak, sehingga bisa menyebabkan disabilitas.
Osteonekrosis paling sering terjadi pada
usia 40 hingga 50 tahun.
·
Ruptur Baker’s cyst
Baker’s cystatau disebut juga kista poplitea, adalah
pembengkakan yang berisi cairan (cairan sinovial sendi lutut) dan berkembang di
belakang lutut. Hal ini disebabkan oleh masalah dengan sendi lutut atau
jaringan disekitarnya. Pembengkakan dapat menyebabkan: (1) nyeri pada lutut dan
betis; (2) penumpukan cairan di sekitar lutut; (3) kadang-kadang membatasi
pergerakan sendi lutut. Baker’s cystmungkin
tidak menimbulkan gejala sama sekali selain benjolan. Dalam beberapa kasus yang
jarang terjadi, Baker’s cyst dapat
terjadi ruptur (pecah), yang menyebabkan cairan tersebut keluar dan menyebar ke
daerah betis. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit yang tajam, pembengkakan dan
kemerahan di betis.
·
Bursitis
Bursitis adalah peradangan pada bursa yang disertai rasa nyeri. Bursa
adalah kantong datar yang mengandung cairan sinovial, yang memudahkan
pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi gesekan. Bursa
terletak pada sisi yang mengalami gesekan, terutama di tempat dimana tendon
atau otot melewati tulang. Dalam keadaan normal, sebuah bursa mengandung sangat
sedikit cairan. Tetapi jika terluka, bursa akan meradang dan terisi oleh cairan.
·
Symptomatic Meniscal Tear
Symptomatic Meniscal Tear adalah kelainan anatomis dari struktur
kartilago yang terdapat di antara tulang femur dan tibia. Gejala yang dapat
terjadi adalah: (1) nyeri; (2) kekakuan sendi dan pembengkakan; dan (3)
terbatasnya gerakan sendi.
2. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang
signifikan, yang terparah ialah terjadinya kelumpuhan.26
2.22 Prognosis
Osteoartritis (OA)
Prognosis pada pasien osteoarthritis tergantung pada
sendi yang terlibat dan keparahan kondisi pasien. Belum ditemukannya obat untuk
mengobati penyakit ini. Terapi farmakologi hanya untuk meredakan gejala dari
osteoarthritis ini.27 Berikut adalah faktor yang dapat mempercepat
progres dari osteoarthritis.
a. Usia
tua
b. IMT
yang tinggi
c. Deformitas
varus
d. Banyak
sendi yang terlibat
Pasien
osteoarthritis yang sudah menjalani pergantian sendi memiliki prognosis yang
baik. Namun sendi prostesis tersebut harus diganti/diperbaiki kembali pada
10-15 tahun setelah dilakukan pergantian sendi. Hal ini tergantung dari tingkat
aktivitas pasien.27
2.23 Pemberian Analgesik pada Pasien Ditinjau dari Aspek Autonomy dan Non-Maleficence
Pemberian obat perangsang atau sebaliknya hipnotik/analgetik dapat
melemahkan daya tahan pasien. Oleh karena itu, obat-obat tersebut hanya
diberikan atas indikasi-indikasi tertentu saja serta harus dijaga agar pasien
jangan menjadi pecandu obat. Secara umum obat analgetik maupun obat-obat yang
lain dibagi dalam 2 golongan, yaitu obat bebas atau obat OTC (Other of The Counter) dan Ethical (obat
narkotika, psikotropika, dan keras). Golongan obat ethical hanya bolehdibeli
berdasarkan resep (on medical
prescription only)dari dokter, berdasarkan peraturan dari Depkes, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis obat ethical ini tidak boleh
dipromosikan kepada masyarakat luas.28
Dalam keadaan darurat, seorang dokter harus berpikir kritis. Semua
upaya yang dilakukan dokter adalah menjaga agar kondisi pasien tidak semakin
memburuk. Keadaan dengan pasien yang mengindikasikan pemberian analgetik
golongan opioid (narkotik) memerlukan pertimbangan terhadap efek obat analgetik
tersebut di kedepannya. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa
obat-obat tersebut dapat melemahkan daya tahan pasien dari zat-zat yang
dikandungnya (adiktif). Disinilah prinsip bioetika non-maleficence perlu diperhatikan.28
Segala tindakan medis yang dilakukan oleh dokter wajib mendapat
persetujuan dari pasien. Tanpa terkecuali pemberian obat, baik berupa obat
bebas, terlebih pada obat ethical(obat narkotika, psikotropika, dan keras).
Semua informasi mengenai obat yang akan diberikan tersebut hendaknya dijelaskan
oleh dokter kepada pasien agar pasien dapat mempertimbangkannya kembali dan
pada akhirnya dapat mengambil sebuah keputusan. Keputusan ini harus menjadi
perhatian pula bagi dokter dalam rangka keberhasilan terapi penyakit pasien.
Disinilah prinsip bioetika autonomy perlu
diperhatikan.28
Lansia sangat rentan
untuk mengalami efek samping suatu pengobatan, oleh karena itu pada pemberian
obat untuk mengobati rasa nyeri perlu diperhatikan dosis yang akan diminum.
Usia berhubungan erat dengan efek metabolism obat di dalam tubuh, jadi
pemberian obat pada lansia harus dilakukan dengan hati-hati. World Health
Organization (WHO) mengembangkan pendekatan secara medikasi untuk mengontrol
rasa nyeri pada penderita kanker yang ternyata bermanfat pula bagi penderita
rasa nyeri lainnya. Protokol WHO menganjurkan penatalaksaan rasa nyeri
dilakukan secara konservatif dan bertahap untuk mengurangi terjadinya efek
samping. Selanjutnya pasien diberikan pengobatan bila obat yang diberikan pada
tahap awal tidak efektif. Pendekatan secara “tangga analgesik” (analgesic
ladder) diawali dengan pemberian nonopioid analgesic asetaminofen,
siklo-oksigenase 2 (CO-2) inhibitor dan obat anti inflamatori non steroid
(OAINS/nonsteroidal anti-inflammatory drugs/NSAIDs).29
Asetaminofen
merupakan pilihan utama untuk mengobati rasa nyeri ringan sampai sedang pada
lansia dan pemberiannya harus dibatasi. Misalkan pemberian asetaminofen 4000 mg
sehari (dosis 4 kali 1000mg) dalam jangka lama dapat menimbulkan gangguan pada
hepar. Penggunaan OAINS jangka panjang harus dihindari karena seringkali
terjadi efek samping misalnya perdarahan gastrointestinal dan gangguan fungsi
ginjal.(19) Bila diperlukan dapat diberikan pengobatan adjuvan (adjuvant
medications) untuk mengobati rasa nyeri kronik pada lansia seperti golongan
steroid, antikonvulsan, anestesi lokal topikal dan antidepresan. Pada “tangga
kedua” bila rasa nyeri sedang sampai berat asetaminofen dapat ditambah golongan
opioid (hidrokodon, oksikodon, kodein) dan tramadol. Tramadol dapat digunakan
pada lansia yang mengalami gangguan gastrointesital Bila diperlukan dapat
diberikan topikal sangat bermanfaat untuk mengatasi rasa nyeri yang terjadi pada
postherpetic neuralgia. Preparat topikal aspirin, kapsaisin, antidepresan
trisiklik, lidokain, OAINS dan opioids dapat mengurangi rasa nyeri terutama
gangguan muskuloskeletal. Untuk mengobati rasa nyeri yang berat (“tangga
analgesik” ketiga) dapat digunakan obat golongan opioid. (Sebuah studi di
Amerika Serikat tentang strategi untuk mengobati rasa nyeri pada lansia
menunjukkan penggunaan obat analgesik merupakan strategi yang paling banyak
digunakan. Obat-obat yang digunakan adalah golongan asetaminofen, aspirin, COX-
2 inhibitors dan opioids. Beberapa penulis menambahkan dan memodifikasi menjadi
empat “tangga pengobatan” yaitu dengan prosedur intervensi seperti blok sistem
saraf, pembedahan, prosedur operatif, dan pengobatan perilaku kognitif bagi
penderita dengan rasa nyeri yang tidak dapat dikendalikan.29,30,31
-
Farmakoterapi Nyeri
Semua
obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk mengatasi nyeri
akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda atau hilang sejalan
dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit.32,33
Dalam
melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam pengobatan
nyeri. Perlu diketahui sejumlah terbatas obat dan pertimbangkan berikut: 32,33
·
Bisakah pasien minum analgesik
oral?
·
Apakah pasien perlu
pemberian iv untuk mendapat efek analgesik cepat?
·
Bisakan anestesi lokal
mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan dalam kombinasi dengan analgesik
sistemik?
·
Bisakah digunakan
metode lain untuk membantu meredakan nyeri, misal pemasangan bidai untuk fraktur,
pembalut luka bakar?
Praktik
dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi mengikuti ”WHO
Three Step Analgesic Ladder” yaitu : 32,33
·
Tahap pertama dengan
menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID atau COX2 spesific
inhibitors.
·
Tahap kedua, dilakukan
jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-obat seperti pada tahap 1
ditambah opiat secara intermiten.
·
Tahap ketiga, dengan
memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang lebih kuat.
Penanganan
nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada proses transduksi dapat diberikan
anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi inpuls
saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses modulasi
diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada
persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.32,33
Dari
gambar tangga dosis di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi inisial dilakukan
pada dosis yang lebih tinggi, dan kemudian diturunkan pelan-pelan hingga sesuai
dosis analgesia yang tepat.
Pada
dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek analgetika yang dapat
digunakan untuk menanggulangi nyeri akut.
·
Obat analgetika non-narkotika.32,33
a)
Obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS)
Banyak
jenis obat ini. Manfaat dan efek samping obat-obat ini wajib dipahami sebelum
memberikan obat ini pada penderita. Obat antiinflamasi nonsteroid mempunyai
titik tangkap kerja dengan mencegah kerja ensim siklooksigenase untuk
mensintesa prostaglandin. Prostaglandin yang sudah terbentuk tidak terpengaruh
oleh obat ini.
Obat
ini efektif untuk mengatasi nyeri akut dengan intensitas ringan sampai sedang.
Obat ini tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan secara oral (tablet,
kapsul, sirup), dalam kemasan suntik. Kemasan suntik dapat diberikan secara
intra muskuler, dan intravena. Pemberian intravena dapat secara bolus atau
infus. Obat ini juga tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan secara
supositoria
·
Memiliki potensi
analgesik sedang dan merupakan anti-radang. Efektif untuk bedah mulut dan bedah
ortopedi minor. Mengurangi kebutuhan akan opioid setelah bedah mayor. Obat-obat
AINS memiliki mekanisme kerja sama, jadi jangan kombinasi dua obat AINS yang
berbeda pada waktu bersamaan.
·
Diketahui meningkatkan
waktu perdarahan, dan bisa menambah kehilangan darah.
·
Bisa diberikan dengan
banyak cara: oral, im, iv, rektal, topikal. Pemberian oral lebih disukai jika
ada. Diklofenak iv harus dihindari karena nyeri dan bisa menimbulkan abses
steril pada tempat suntikan.
Kontraindikasi
AINS
·
Riwayat tukak peptik
·
Insufisiensi ginjal
atau oliguria
·
Hiperkalemia
·
Transplantasi ginjal
·
Antikoagulasi atau
koagulopati lain
·
Disfungsi hati berat
·
Dehidrasi atau
hipovolemia
·
Terapi dengan frusemide
·
Riwayat eksaserbasi
asma dengan AINS
Gunakan
AINS dengan hati-hati (risiko kemunduran fungsi ginjal) pada :
·
Pasien > 65 tahun
·
Penderita diabetes yang
mungkin mengidap nefropati dan/atau penyakit pembuluh darah ginjal
·
Pasien dengan penyakit
pembuluh darah generalisata
·
Penyakit jantung,
penyakit hepatobilier, bedah vaskular mayor
·
Pasien yang mendapat
penghambat ACE, diuretik hemat- kalium, penyekat beta, cyclosporin, atau
metoreksat.
·
Elektrolit dan
kreatinin harus diukur teratur dan setiap kemunduran fungsi ginjal atau gejala
lambung adalah indikasi untuk menghentikan AINS.
Ibuprofen
aman dan murah. Obat-obat kerja lama (misal piroksikam) cenderung memiliki efek
samping lebih banyak. Penghambat spesifik dari siklo-oksigenase 2 (COX-2) misal
meloxicam mungkin lebih aman karena efeknya minimal terhadap sistem COX
gastrointestinal dan ginjal.
Pemberian
AINS dalam jangka lama cenderung menimbul-kan efek samping daripada pemberian
singkat pada periode perioperatif.
Antagonis H2 (misal ranitidin) yang diberikan bersama AINS
bisa melindungi lambung dari efek samping.32,33
·
Obat analgetika
narkotik32,33
Obat
ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang banyak terdapat didaerah
susunan saraf pusat. Obat ini terutama untuk menanggulangi nyeri akut dengan
intensitas berat. Terdapat 5 macam reseptor opioid, Mu, Kappa, Sigma, Delta dan
Epsilon. Obat analgetika narkotika yang digunakan dapat berupa preparat
alkaloidnya atau preparat sintetiknya. Penggunaan obat ini dapat menimbulkan
efek depresi pusat nafas bila dosis yang diberikan relatif tinggi.
Efek
samping yang tidak tergantung dosis, yang juga dapat terjadi adalah mual sampai
muntah serta pruritus. Pemakaian untuk waktu yang relatif lama dapat diikuti
oleh efek toleransi dan ketergantungan. Obat ini umumnya tersedia dalam kemasan
untuk pemberian secara suntik, baik intra muskuler maupun intravena. Pemberian
intravena, dapat secara bolus atau infus. Dapat diberikan secara epidural atau
intra tekal, baik bolus maupun infuse (epidural infus). Preparat opioid Fentanyl juga tersedia dalam kemasan yang
dapat diberikan secara intranasal atau dengan patch dikulit. Sudah tersedia
dalam bentuk tablet (morfin tablet). Juga tersedia dalam kemasan supositoria.
Penggunaan
obat narkotik ini harus disertai dengan pencatatan yang detail dan ketat, serta
harus ada pelaporan yang rinci tentang penggunaan obat ini ke instansi pengawas
penggunaan obat-obat narkotika.
Dengan
ditemukannya reseptor opioid didaerah kornua dorsalis medulla spinalis di tahun 1970 an, obat ini
dapat diberikan secara injeksi kedalam ruang epidural atau kedalam ruang
intratekal. Bila cara ini dikerjakan, dosis obat yang digunakan menjadi sangat
kecil, menghasilkan efek analgesia yang sangat baik dan durasi analgesia yang
sangat lama/panjang.
Pemakaian
obat analgetika narkotika secara epidural atau intratekal, dapat dikombinasi
dengan obat-obat Alfa-2 agonist, antikolinesterase atau adrenalin. Dengan
kombinasi obat-obat ini, akan didapat efek analgesia yang sangat adekuat serta
durasi yang lebih panjang, sedangkan dosis yang diperlukan menjadi sangat
kecil.32,33
·
Kelompok obat anestesia
lokal. 32,33
Obat
ini bekerja pada saraf tepi, dengan mencegah terjadinya fase depolarisasi pada
saraf tepi tersebut. Obat ini dapat disuntikkan pada daerah cedera, didaerah
perjalanan saraf tepi yang melayani dermatom sumber nyeri, didaerah perjalanan
plexus saraf dan kedalam ruang epidural atau interatekal.
Tabel
2. Dosis maksimum aman dari anestesi lokal
Obat
|
Maksimum
untuk infiltrasi lokal
|
Maksimum
untuk anestesi pleksus
|
Lidocaine
(lignocaine)
|
3
mg/kg
|
4
mg/kg
|
Lidocaine
(lignocaine) dengan adrenalin (epinefrin)
|
5
mg/kg
|
7
mg/kg
|
Bupivacaine
|
1,5
mg/kg
|
2
mg/kg
|
Bupivacaine
dengan adrenalin(epinefrin)
|
2
mg/kg
|
3,5
mg/kg
|
Prilocaine
|
5
mg/kg
|
7
mg/kg
|
Prilocaine
dengan adrenalin(epinefrin)
|
5
mg/kg
|
8
mg/kg
|
Obat
anestesia lokal yang diberikan secara epidural atau intratekal dapat
dikombinasikan dengan opioid. Cara ini dapat menghasilkan efek sinergistik.
Analgesia yang dihasilkan lebih adekuat dan durasi lebih panjang. Obat yang
diberikan intratekal hanyalah obat yang direkomendasikan dapat diberikan secara
intratekal. Obat anesthesia lokal tidak boleh langsung disuntikkan kedalam
pembuluh darah. Memberikan analgesia tambahan untuk semua jenis operasi. Bisa
menghasilkan analgesia tanpa pengaruh terhadap kesadaran. Teknik sederhana
seperti infiltrasi lokal ke pinggir luka pada akhir prosedur akan menghasilkan
analgesia singkat. Tidak ada alasan untuk tidak menggunakannya. Blok saraf,
pleksus atau regional bisa dikerjakan untuk berlangsung beberapa jam atau hari
jika digunakan teknik kateter.
Komplikasi
bisa terjadi:
·
Komplikasi tersering
berkaitan dengan teknik spesifik, misal hipotensi pada anestesi epidural karena
blok simpatis, dan kelemahan otot yang menyertai blok saraf besar.
·
Toksisitas sistemik
bisa terjadi akibat dosis berlebihan atau pemberian aksidental dari anestesi
lokal secara sistemik. Ini bermanifestasi mulai dari kebingungan ringan, sampai
hilang kesadaran, kejang, aritmia jantung dan henti jantung.
·
Pemberian obat yang
salah merupakan malapetaka pribadi dan mediko-legal. Ekstra hati-hati
diperlukan ketika memberikan obat.32,22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tn.
Artri 42 tahun, mengalami osteoartritis.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Paulsen
F, Waschke J. Sobotta Atlas of Human Anatomy: General Anatomy and
Musculoskeletal System. 15th ed. Munchen: Elsevier; 2011.
2. Snell
RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2008.
3. Jon
C. Thompson, Anatomy of Leg/knee, Netter’s concise orthopaedic anatomy, 2010;
9: 297-303.
4.
Kennedy JC, Alexander
IJ, Hayes KC. Nerve supply of the human knee and its functional importance. Am
J Sports Med 1982; 10:329–335.
5. Smith
BA, Livesay GA, Woo SL. Biology and biomechanics of the anterior cruciate
ligament. Clin Sports Med 1993; 12:637–670.
6. Sjamsuhidajat,
R. de Jong, et al. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2010.
7. m.medlineplus.gov/ency/article/001074.html
di akses pada tanggal 26 November 2014 Pukul 19.00.
8. Healthwise
Incorporated. Anterior
Cruciate Ligament (ACL) Injuries. Webmed. 2011.
Available from: http://www.webmd.com/a-to-z-guides/anterior-cruciate-ligament-acl-injuries-topic-overview.
9. American Academy of Orthopaedic Surgeons. ACL Injury: Does It Require Surgery. 2009.
Available from: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00297.
10. Klaud Miller. Acute Knee And Chronic Ligament Injuries. 2000. Available from: http://www.jockdoc.ws/subs/kneeligament.htm.
11. Souryal
T.O. ACL Injury, ACL Tear,
ACL Surgery. Texas Sports Medicine And
Orthopaedic Group. Available from: http://www.txsportsmed.com/emedicineacl.php.
12. TelsonDT,
Lawrence RC, Dieppe PA et al. Osteoarthritis new Insidght part-1 : disease and
it risk factors. Ann. Intern Med 2003 ; 133 : 635-46.
13. orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00549
di akses pada tanggal 26 November 2014 Pukul 19.10.
14. Mohtadi
NG, Chan DS, Dainty KN, Whelan DB. Patellar tendon versus hamstring tendon
autograft for anterior cruciate ligament rupture in adults. Cochrane Database
Syst Rev. 2011;(9):CD005960.
15. Garrick,
J. G. Orthopaedic Knowledge Update: Sports Medicine (3rd ed.). Rosemont, IL:
American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2004.
16. DeLee,
Jesse C., David Drez Jr., and Mark D. Miller, eds. DeLee & Drez's.
Orthopaedic Sports Medicine Principles and Practice. 3rd ed. Vol. 2.
Philadelphia: Elsevier. 2010.
17. Amy E,
Micheo W. Anterior cruciate ligament tear: Knee and lower leg. In: Frontera WR,
Silver JK, Rizzo TD Jr, eds. Essentials of Physical Medicine and
Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008:chap 55,
section 7. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0004474/
18. Aru
W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV. Jilid 2. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
19.
Inawati.
Osteoartritis. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma: Surabaya; 2011.
20. Helmi,
Zairin Noor. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. 2011.
21. Soeroso,
J.et al. Osteoartritis dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI. 2007. 279; 1195.
22. Corwin
EJ. Buku Saku Patofisiologi Corwin. EGC; 2007. 884 p.
23. Brashers
VL. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen. 2nd ed.
Jakarta: EGC; 2003. 420 p.
24. Warren
AK Osteoarthritis Clinical Manifestation. OSTEOATHRITIS Diagnosis and medical
surgical management Eds. Moskowitz RW, Howell DS. Altman RD et al. WB sanders
Co Philadelphia. 2001 : 231-238.
25. Kumar,
Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.
26.
MD
DAMM. Learn All About Osteoarthritis Pain Treatment & Prevention: Authentic
Medical Facts For Patients. Lrg edition. CreateSpace Independent Publishing
Platform; 2014.
27. Chapple
CM, Nicholson H, Baxter GD, Abbott JH. Patient characteristics that predict
progression of knee osteoarthritis: A systematic review of prognostic studies.
Arthritis Care Res (Hoboken). Aug 2011;63(8):1115-25.
28.
M.
Jusuf Hanafiah & Amri Amir. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007.
29. World
Health Organization. WHO guidelines: cancer pain relief. 2nd ed. Geneva: World
Health Organization; 1996.
30. Meier
T, Wasner G, Faust M. Efficacy of lidocaine patch 5% in the treatment of focal
peripheral neuropathic pain syndrome: a randomized, double-blind,
placebo-controlled study. Pain 2003; 106: 151-8.
31. Freedman
GM. Chronic pain: clinical management of common causes of geriatric pain.
Geriatrics. 2002; 57: 36-41.
32. Avidan,
M., Pain Managemnet, In Perioperative
Care, Anaesthesia, Pain Management and Intensive Care, London, 2003,
78-102.
33. Benzon,
et al., The Assesment of Pain, In
Essential of Pain Medicine and Regional Anaesthesia, 2nd ed,
Philadelphia, 2005.
Tak ada yang menyangka bahwa beberapa kesalahan bisa mengakibatkan ejakulasi dini atau impotensi. Sekedar informasi, ejakulasi dini adalah salah satu gangguan disfungsi ereksi yang membuat seorang pria tidak bisa mempertahankan penetrasi lebih lama lagi karena harus mengalami klimaks dalam waktu kurang dari 3 menit. Jika sudah seperti ini, pria yang mengalami masalah tersebut akan mulai mencari obat kuat atau viagra agar bisa lebih tahan lama saat bercinta dengan pasangannya.
ReplyDeleteKesalahan Besar yang Bisa Sebabkan Ejakulasi Dini
Namun, masalah impoten tidak hanya bisa sembuh sekejap dengan obat impoten atau obat kuat pria yang banyak dijual di pasaran. Anda perlu mencari tahu terlebih dahulu mengenai kesalahan besar yang dapat menyebabkan ejakulasi dini sebelum mengonsumsi bermacam-macam obat impoten. Sebelum sibuk mencari cara tahan lama di ranjang, kenali kesalahan besar yang bisa sebabkan ejakulasi dini berikut ini.
Permasalahan mengenai ejakulasi dini tidak hanya meliputi kemampuan penis agar lebih lama melakukan penetrasi sebelum mencapai klimaks. Kebanyakan orang sibuk menggunakan viagra agar dapat lebih tahan lama saat bersenggama. Mereka melupakan masalah sensitivitas penis.
Tahukah Anda bahwa sensitivitas penis sangat penting agar Anda dapat merasakan sensasi yang luar biasa? Kepekaan penis memiliki kontribusi agar Anda bisa melakukan kontrol penuh terhadap ejakulasi.
Bagian penis yang paling sensitif adalah kepala penis. Jika kepala penis ini mengalami gesekan terus menerus, maka Anda akan lebih mudah mengalami ejakulasi. Untuk mengurangi gesekan pada kepala penis, di awal penetrasi sebaiknya penis hanya masuk ke dalam vagina setengah bagian saja.
Andrologi | Mengatasi ejakulasi dini
Infeksi saluran kemih | Gangguan fungsi seksual
Klik chat | Free chat