BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Pemicu
Inneke, seorang anak tunggal, perempuan, usia 5 tahun9 bulan, mempunyai tinggi badan 120 cm dan berat 32 kg. Sejak usia 1 tahun hingga saat ini, ibu Inneke masih memberikan bubur dan susu dengan porsi yang cukup banyak setiap 3-4 jam sekali. Inneke hingga saat ini belum mampu makan-makanan padat. Bila diberikan makanan padat Inneke menolak, kadang disertai muntah sehingga ibu akhirnya melanjutkan pemberian bubur dan susu dengan frekuensi sekitar 5-6 kali sehari. Selain itu Inneke sering mengkonsumsi es krim. Di rumah, Inneke gemar menonton televisi dan bermain video game sampai lupa belajar. Pergi dan pulang sekolah selalu diantar naik kendaraan pribadi. Olahraga hanya dilakukan pada jam yang dijadwalkan di sekolah. Ayahnya bekerja sebagai direktur di sebuah perusahaan dan ibunya bekerja sebagai dokter di Puskesmas Kecamatan. Pada pemeriksaan fisis tampak tungkai bawah melengkung seperti huruf “O”.

1.2         Klarifikasi dan Definisi

1.3         Kata Kunci
a.       Anak perempuan usia 5 tahun 9 bulan
b.      Tinggi badan 120cm, Berat badan 32kg
c.       Belum mampu makan-makanan yang padat
d.      Kurang beraktivitas
e.       Frekuensi makan 5-6 sehari
f.       Ayah dan ibu sibuk bekerja


1.4         Rumusan Masalah
Seorang anak perempuan tunggal usia 5 tahun 9 bulan, mempunyai Tinggi badan 120cm dan Berat badan 32kg serta tungkai bawah melengkung seperti “O” dan masih mengonsumsi bubur dengan frekuensi 5-6 sehari sejak usia 1 tahun dikarenakan belum mampu makan-makanan padat.

1.5         Analisis Masalah
Inneke,  perempuan usia 5 tahun 9 bulan
TB   = 120cm BB   =  32kg
Jarang olahraga
Pola makan tidak sesuai
Tungkai bawah melengkung seperti “ O”
Penyakit blount
komplikasi
Obesitas
Status gizi
Kebutuhan dasar anak
Ayah dan ibu sibuk bekerja
 

















                                                                     
1.6         Hipotesis
Seorang anak perempuan tunggal mengalami obesitas karena pola makan tidak sesuai dan berlebihan, kurang beraktivitas  dan pola hidup yang kurang baik sehingga mengakibatkan tungkai bawah melengkung seperti “O”.
1.7         Pertanyaan Diskusi
1.      Apa saja kebutuhan dasar yang diperlukan seorang anak
2.      Status gizi
2.1    Pengertian
2.2    Cara penilaian
2.3    Studi kasus
3.      Asupan nutrisi pada anak dari 0-6 tahun.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian asupan nutrisi pada anak.
5.      Bagaimana perkembangan keterampilan oromotorik pada anak.
6.      Obesitas pada anak
6.1    Definisi
6.2    Etiologi
6.3    Epidemiologi
6.4    Patofisiologi
6.5    Komplikasi
6.6    Pencegahan
6.7    Tatalaksana
7.      Malnutrisi
7.1    Definisi
7.2    Etiologi
7.3    Epidemiologi
7.4    Manifestasi Klinis
7.5    Patofisiologi
7.6    Pengobatan
7.7    Pencegahan
8.    Blount disease
8.1    Definisi
8.2    Etiologi
8.3    Patofisiologi
8.4    Diagnosis
8.5    Tatalaksana
9.      Hubungan antara pola hidup dengan obesitas
10.  Bagaimana edukasi yang harus diberikan pada orang tua Inneke?
11.  Apa saja aktivitas fisik yang baik bagi anak?
12.  Bagaimana jalur penyimpanan energi pada tubuh?























BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Kebutuhan Dasar yang Diperlukan Seorang Anak
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum di golongkan menjadi 3, yaitu:
1.      Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Meliputi:
a.         Pangan/gizi merupakan kebutuhan terpenting.
b.        Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian ASI, pertimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau sakit dll.
c.         Papan/permukiman yang layak
d.        Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan.
e.         Sandang
f.         Kesegaran jasmani, rekreasi dll.
2.      Kebutuhan emosi/kasih saying (ASIH)
Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Berperannya dan kehadiran ibu/penggantinya sedini dan selanggeng mungkin, akan menjalin rasa aman bagi bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisik (kulit/mata) dan psikis sedini mungkin, misalnya dengan menyusui bayi secepat mungkin segera setelah lahir. Kekurangan kasih saying ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi yang disebut “Sindrom Deprivasi Maternal”.
Kasih saying dari orang tuanya (ayah-ibu) akan menciptakan ikatan yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust)
3.      Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) ini mengembangkan perkembangan mental psikososial: kecerdasan, keterampilan, kemandiriann, kreativitas, agama kepribadian, moral etika, produktivitas dsb. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi.(1)

2.2         Status gizi
2.2.1        Pengertian
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet.(2)
2.2.2        Cara penilaian
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung yang penjabarannya adalah sebagai berikut:
1.      Penilaian secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut:
a.       Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering  muncul  adalah  adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.  Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.
2)      Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.


3)      Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat  dari  keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk  Indeks  TB/U  (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi.
b.      Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c.       Biokimia
Suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.



d.      Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.(3)
2.      Penilaian secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Survey konsumsi makanan
Suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
b.      Statistik vital
Dengan cara menganalisis data beberapa statistik  kesehatan seperti  angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
c.       Ekologi
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dll.(3)
2.2.3        Studi Kasus
Pada kasus ini, diketahui Ineke berjenis kelamin perempuan dengan umur 5 tahun 9 bulan, memiliki berat badan 32 dan tinggi badan 120 cm. Status gizi dapat ditentukan dengan menggunakan kurva WHO BMI for age untuk anak 5-19  tahun. IMT dapat dihitung dengan menggunakan rumus
IMT =  =  = 22,2
Dari kurva diatas, didapatkan bahwan IMT Ineke berada diatas +3 SD, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ineke mengalami obesitas.(4)

2.3         Kebutuhan Asupan Nutrisi pada Anak dari 0-6 Tahun
1.      Usia 0-6 bulan
Hanya diberikan ASI eksklusif. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi.
2.      Usia 6-9 bulan
Bayi sudah mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi sudah memiliki reflek mengunyah. Contoh bubur susu, biskuit yang ditambah air/susu, pisang atau papaya yang dilumatkan.
3.      Usia 9-12 bulan
Mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa nasi tim atau saring bubur saring dengan frekuensi 2 kali sehari. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa atau margarin. Bahkan makanan ini dapat menambah kalori bayi. Di samping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A. Nasi tim bayi harus diatur secara berangsur. Lambat laun mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga.
4.      Usia 1-5 tahun
Kebutuhan nutrisi pada balita sebenarnya juga dipengaruhi oleh usia balita, besar tubuh dan tingkat aktivitas yang dilakukan.
a.       Energi : biasanya balita membutuhkan sekitar 1.000 sampai 1.400 kalori per hari.
b.      Kalsium : dibutuhkan kurang lebih 500 mg per hari
c.       Zat besi : dibutuhkan 7 mg per hari
d.      Vitamin C dan D
Tubuh anak terdiri dari struktur tulang, otot, peredaran darah, jaringan otak dan organ-organ lain. Perkembangan tiap struktur ini sangat dipengaruhi oleh masukan berbagai macam nutrisi makanan penunjang pertumbuhan.
5.      Usia sekolah (6-13 tahun)
Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak energi dan zat gizi yang lebih dibanding dengan anak balita. Diperlukan pula tambahan energi, protein, kalsium, telor, zat besi, karena pertumbuhan pada kisaran usia ini sedang pesat dan aktivitas anak semakin bertambah.
Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak terkadang makan hingga 5 kali sehari. Namun sebaiknya anak tetap diajari untuk makan 3 kali sehari dengan menu gizi yang tinggi yaitu: sarapan, makan siang, dan makan malam. Anak juga perlu untuk diajari sarapan pagi agar dapat berpikir dengan baik di sekolah.(5)
Tabel 1. Kecukupan beberapa zat gizi anak sehari :
Umur
BB (kg)
Energi (kkal)
Protein (g)
Vitamin A (S.I)
Kalsium
(mg)
Zat besi (mg)
1-3 thn
12
1250
23
350
500
8
4-6 thn
18
1750
32
460
500
9
7-9 thn
24
1900
37
460
500
10
10-12 thn
30
2000
45
500
700
14

2.4         Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi anak.
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang, atau sekelompok orang sebagai akibat konsumsi penyerapan(absorbsi), dan utilisasi zat gizi makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi statuss gizi yang akhirnya akan menyebabkan  masalah gizi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi anak adalah sebagai berikut
1.      Asupan Gizi
Masalah gizi biasanya timbul karena terjadi ketidak seimbangan asupan zat gizi.  Kebutuhan energi anak yang sehat berbeda-beda, hal ini ditentukan oleh dasr kebutuhan kalori, tingkat pertumbuhan, dan pengeluaran energi. Kebutuhan  energi berhubungan dengan konsumsi makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori, protein, mineral, dan vitamin sebagai sumber tenaga, pertumbuhan dan untuk cadangan energi tetapi tidak berlebihan, sehingga menjadi obesitas.
2.      Perilaku dan Kebiasaan Makan
Makan adalah aktivitas sosial yang dilakukan berulang, dan banyak kebiasaan makan didapat darikeluarga dan trasisi. Anak cenderung untuk mengikuti pola makan orang tuanya. Seseorang yang menderita obesitascenderung untuk menuakar waktu makan ke waktu yang berikutnya dan biasanya cenderung untuk melangkahi sarapan. Seseorang yang melangkahi waktu makan utama atau memiliki pola makan yang berubah-ubah, cenderung untuk mempunyai rasa lapar yang lebih besar.
3.      Konsumsi Sayur dan Buah
Konsumsi sayur dan buah merupakan upaya yang dapat mencegah kejadian obesitas, karena dapat mengurangi rasa lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Sayur dan buah juga mengandung serat kasae yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi.  Peningkatan sayuran dan buah menurunkan asupan tinggi lemak dan gula, sedangkan intervensi penurunan lemak dan gula tidak berpegaruh pada perubahan asupan sayuran dan buah
4.      Makanan dam Minuman Manis
Menurut mekanisme fisiologi, makanan manis dapat meningkatkan lemak tubuh. Hal ini dikarenakan meliatkan tingginya densitas energi dan efek rasa lezat masakan manis.
5.      Konsumsi Makanan Berlemak
 Makanan lemak juga merupakan salah satu faktor penyebab obesitas. Penggunaan lemak yang tinggi dapat menghasilkan energi yang tinggi dan tidak mengenyangkan, selain itu makanan yang berlemak memiliki rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan dan akan terjadi konsumsi yang berlebihan.
Penyebab lain adalah karena lemak mengandung kalori dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan protein. Makan makanan berlemak adengan jumlah yang sama dengan protein akan memberikan energi yang lebih besar.
6.       Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus yang mengakibatkan kondisi tubuh dalam kondisi sehat. Penyakit infeksi mempunyai pengaruh yang besar terhadap terhambatnya pertambahan berat badan anak.

7.      Status Sosial Ekonomi Kelurga
Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial adalah :
a.       Keadaan penduduk suatu masyarakat
b.      Keadaan keluarga.
c.       Tingkat pendidikan orang tua
d.      Keadaan rumah
Sedangkan data ekonomi dari faktor sosial ekonomi meliputi :
a.       Pekerjaan orang tua.
b.      Pendapatan keluarga.
c.       Pengeluaran keluarga.
d.      Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim.
Banyak faktor sosial ekonomi yang sukar untuk dinilai secara kuantitatif, khususnya pendapatan dan kepemilikan (barang berharga, tanah, ternak) karena masyarakat enggan untuk membicarakannya kepada orang yang tidak dikenal, termasuk ketakutan akan pajak dan perampokan. Tingkat pedidikan termasuk dalam faktor sosial ekonomi karena tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi yaitu dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga.
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfatan sumber daya masyarakat mempengaruhi faktor sosial ekonomi keluarga, termasuk kurangnya pemberdayaan wanita dan tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anaknya juga termasuk faktor sosial ekonomi yang akan mempengaruhi status gizi keluarga.


8.      Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghsilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga rang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan akan mementukan daya beli seseorang terhadap panganan yang diperlukan.
Pendapatan keluarga mempengaruhi ketahanan pangan keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi kurang. Oleh karena itu, setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya. Akan tetapi menurut penelitian yang dilakukan oleh Masdiarti (2000) di Kecamatan Hamparan Perak, yang meneliti pola pengasuhan dan status gizi anak balita ditinjau dan krakteristik pekerjaan ibu, memperlihatkan hasil bahwa anak yang berstatus gizi baik banyak ditemukan pada ibu bukan pekerja (43,24%) dibandingkan dengan kelompok ibu pekerja (40,54%) dan ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak dalam mengasuh anaknya.
Banyak keluarga muda yang memanjakan anaknya, termasuk dalampemberian makanan yang erlebihan, khususnya yang tinggi kalori dan lemak. Perubahan pola makan anak pada golongan sosial ekonomi tertentu akibat meningkatnya daya beli turut mempengaruhi insiden berat badan lebih. Pendapatan  suatu keluarga juga akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan keluarga, termasuk sarana bermain dan olah raga anak. Keluarga dengan pendapatan tinggi cenderung menyediakan sarana yang bersifat hemat waktu dan tenaga, sehingga energi yang digunakan untuk aktivitas berkurang.
9.      Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah. Pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan pendidikan formal terutama melalui masa media. Hal serupa juga dikatakan oleh L. Green, Rooger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan ibu, maka baik pula keadaan gizi anaknya.
10.  Status Pekerjaan Ibu
Orang tua nmerupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap prilaku makan anak. Berpengaruh terhadap jumlah pendapatan, dan daya beli yang dimiliki. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi pendapatan maka kemampuan dalam  penyediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas. Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak.
Pekerjaan juga dapat berpengaruh terhadap aktivitas fisik anggota keluarga. Untuk orang tua yang bekerja, terdapat perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan anak. Anak diserahkan oleh pembantu, yang mengakibatkan kurangnya pengawasan orang tua secara langsung. Kebanyakan  ibu  yang  bekerja diluar , pilihan makanan terbatas pada  makanan cepat saji yang teersedia di restoran atau di tembat penjualan lainnya.
11.  Pola Asuh Ibu
Pola pengasuh merupakan cara orang tua dalam mendidik anak dan membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor budaya, agama, kebiasaan dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau orang yang mengasuh anak). Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitnnya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh karena itu pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak.
Seorang ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya. Pola pengasuhan pada tiap ibu berbeda karena dipengaruhi oleh faktor yang mendukungnya, antara lain : latar bekang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak dan sebagiannya. Banyak penyelidik berpendapat bahwa status pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap kualitas pengasuhannya. Pendidikan ibu yang rendah masih sering ditemui, semua hal tersebut sering menyebabkan penyimpangan terhadap keadaan tumbuh kembang dan status gizi anak terutama pada anak usia balita.
12.  Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan Ibu
Orang yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai pengetahuan yang tinggi, karena biasanya orang yang berpendidikan tinggi nmudah untuk menyerap informasi. Faktor pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami penetahuan gizi. Mampu untuk menyusun makanan yang meemenuhi persyaratan gizi seimbang dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih rendah,. Namun bagi yang berpendidikan  rendah, apabila orang tersebut rajin untuk mencari dan mendengarkan informasi bisa jadi pengetahuannya lebih baik.
Kemudian dari pada itu, orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi pada umumnya memiliki penghasilan yang lebih tinggi dan konsumsi pangan akan meningkat. Hal ini dikarena\kan tingkatan pendidikan dan penghasilan berhubungan erat. Selain itu, orang degan tingkat pendidikan yang berbeda akan menentukan pemilihan jenis  makanan berdasarkan  kualitas dan kuantitasnya.
13.  Jumlah Anggota Keluarga
Masalah yang terjadi pada keluarga dengan jumlah keluarga yang banyak dan sedikir pasti ada perbedaan. Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran anak yang cukup dekat akan lebih banyak menimbulkan banyak masalah. Dalam aktifitas makan bersama, anak yang lebih kecil akan mendapat jatah makanana yang lebih sedikit. Anak yang terlalu banyak. Selain menyulitkan dalam mengurusnya, juga kurang bisa menciptakan suasana tenang dirumah. Lingkungan keluarga yang tidak  tenang akan mempengaruhi ketenangan jiwa dan akan berdampak terhadap nafsu makan anggota lainnya.(6)
14.  Aktivitas Fisik
 Aktifitas fisik merupakan komponen penting dalam pengeluaran energi dalam tubuh, disamping metabolisme faal dan spesifik dynamic action pada jenis-jenis makanan. Aktifitas fisik juga merupakan komponen yang penting dalam manajemen pengaturan berat badan. Penurunan aktifitas fisik akan sangat berpengaruh pada perubahan keseimbangan energi positif dan peningkatan berat badan pada masyarakat industri.
Anak dengan kegemukan atau ou=verweight biasanya kurang melakukan aktifitas. Orang yang selalu aktif melakukan aktifitas ternyata dapat mencegah pertambahan berat badan sesuai pertambahan usia. Hal yang terjadi pada anak dengan adanya sedentary life, anak-anak menghabiskan waktunya banyak dengan bermain dengan peralatan elektronik, mulai dari komputer, televisi, hingga video game dibandingkan bermain diluar.
Selain dengan aktifitas dengan barang-barang elektronik tersebut, jumlah waktu tidur juga berhubungan dengan kegemukan. Anak dengan waktu tidur lebih sedikit beresiko lebih tinggi untuk mengalami kegemukan. Kemungkinan tersebut berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk., hal ini berhubungan dengan gangguan dari hormon dan kelenjar neuroendokrin. Penurunan titik berat pada pelajaran olahraga disekolah dibarengi dengan penurunan fitnes pada anak-anak. Aktifitas fisik yang kurang adalah resiko utama untuk perkembangan obestas pada anak-anak dan dewasa.(7)
15.  Genetik
Genetik mempunyai kontribusi signifikan terhadap terjadinya obesitas. Faktor genetik anak yaitu faktor keturunan dari orang tua yang berhubungan dengan status gizi. Anak dari orag tua dengan berat badan normal mempunyai peluang 10% berkegemukan. Anak yang salah satu orang tuanya obesitas , kemungkinan mempunyai peluang 40% dan peluang 80% jika kedua orang tuanya obesitas.(7)

2.5         Bagaimana perkembangan keterampilan oromotorik pada anak.
Perkembangan keterampilan oromotorik dapat dihubungkan dengan perkembangan kemampuan menyusu/makan anak. Adapun perkembangan kemampuan ini akan dijelaskan pada tabel berikut.(8)
Tabel 1. Perkembangan kemampuan makan anak dari 0 - 36 bulan.(8)
Umur (bulan)
Kemampuan makan/oral sensorik/motorik
0–4 hingga 6
Makan/menyusu dengan puting susu atau botol
Makan dengan tangan memegang botol (2 – 4 bulan)
Menjaga postur semifleksi selama makan
Interaksi orang tua dengan bayi
6 – 9
Makan/menyusu lebih banyak dengan posisi tegak
Makan makanan seperti bubur
Pola menyusu awalnya hanya seperti menyusu → menghisap
Kedua tangan memegang botol
Dikenalkan dengan makan menggunakan tangan/jari
Mengunyah vertikal padat makanan yang mudah hancur
Preferensi bagi orang tua untuk memberi makan
9 – 12
Minum dengan cangkir
Dapat makan makanan yang kental dan makanan yang dihaluskan
Makan menggunakan tangan/jari untuk makanan yang mudah hancur
Mengunyah dengan pola rotasi
12 – 18

Makan sendiri; memegang sendok dengan tangan
Memegang cangkir dengan dua tangan
Minum dengan 4 – 5 tegukan berturut-turut
Memegang dan membuka botol (botol yang berkatup)
18 – 24
Menelan sambil mengatupkan bibir
Dominan untuk makan sendiri
Mengunyah berbagai makanan
Lidah dapat bergerak dari atas ke bawah dengan tepat
24’– 26
Mengunyah dengan pola rotasi rahang
Mengunyah dengan bibir tertutup
Minum dengan satu tangan yang memegang cangkir atau gelas tanpa tumpah
Menggunakan jari-jari untuk mengisi sendok
Makan berbagai makanan padat
Makan sendiri tanpa bantuan,  dengan menggunakan garpu

2.6         Obesitas pada Anak
2.6.1        Definisi
Tenaga medis mendefiniskan obesitas atau kenaikan adiposa menggunakan indeks massa tubuh (IMT), yang mana merupakan cara yang baik dalam pengukuran lemak tubuh secara langsung. IMT= berat badan dalam kg/(tinggi badan dalam meter)2. Remaja dengan IMT ≥30 memenuhi kriteria obesitas, dan mereka dengan IMT 25-30 memasuki kriteria overweight (kelebihan berat badan). Selama masa anak-anak, tingkat dari lemak tubuh berubah dimulai dengan adiposa yang tinggi selama masa pertumbuhan. Lemak tubuh berkurang kira-kira 5.5 tahun sampai dengan periode yang disebut adiposity rebound, ketika lemak tubuh berada pada tingkat yang paling rendah. Jaringan adiposa kemudian semakin meningkat sampai dengan awal masa remaja. Konsekuensinya, obesitas dan kelebihan berat badan didefinisikan menggunakan persentil IMT; anak-anak > 2 tahun dengan persentil IMT ≥95 memenuhi kriteria untuk obesitas, dan anak-anak yang IMT nya berkisar antara persentil 85 sampai 95 dimasukkan kedalam kelebihan berat badan.(8)
2.6.2        Etiologi
1.      Pada bayi
a.       Bayi yang minum susu botol yang selalu dipaksakan oleh ibunya, bahwa setiap kali minum harus habis.
b.      Kebiasaan untuk memberikan minuman/makanan setiap kali anak menangis.
c.       Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia yang terlalu dini.
d.      Jenis susu yang diberikan osmolaritasnya tinggi, sehingga bayi selalu haus.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya bayi berat badan lahir yang lebih tinggi:
a.       Faktor keturunan
b.      Ibu yang obesitas
c.       Pertambahan berat badan ibu pada waktu hamil yang berlebihan
d.      Ibu diabetes/radiabetes
2.      Gangguan emosional
Biasanya pada anak yang lebih besar, dimana baginya makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam memperoleh kasih sayang.
3.      Gaya hidup masa kini
Kecenderungan suka makanan fast food yang berkalori tinggi seperti hamburger, pizza, ayam goreng dengan kentang goreng, es krim, aneka macam mie, dan lain-lain.
4.      Penggunaaan kalori yang kurang
Berkurangnya pemakaian energi dapat terjadi pada anak yang kurang aktivitas fisiknya, seharian menonton televisi, dan lain-lain. Apalagi jika menonton sambil tidak berhenti makan, maka kecenderungan menjadi obesitas akan lebih besar.
5.      Hormonal
Penyebab yang jarang dari obesitas adalah fungsi hipotalamaus yang abnormal. Sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan yang berlebihan), karena gangguan pada puasat kenyang otak. Nafsu makan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi gangguan psikologis; hipotalamus; pituitaria; atau lesi otak lain, dan hiperinsulinisme.           
6.      Herediter
Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Jika salah satu orang tuanya obesitas, maka anak mempunyai risiko 40% menjadi obesitas, sedangkan jika kedua orang tuanya obesitas, maka risiko menjadi 80%.
7.      Suku/bangsa.
8.      Pandangan masyarakat yang salah, yaitu bayi yang sehat adalah bayi yang gemuk.(1)
2.6.3        Epidemiologi
Penelitian perseorangan telah menggambarkan prevalensi obesitas masa anak 7-43% (Canada), 7,3% (United Kingdom), dan 27,1% pada umur 6-11 tahun dan 21,9% pada umur 12-17 tahun (Amerika Serikat). Insiden obesitas masa anak di Amerika Serikat diperkirakan adalah 10-15%; ada perbedaan regional dalam insidens, dengan prevalensi paling tinggi di utara-timur dan insidens menurun masing-masing di Tengah-timur, Selatan, dan Barat. Keadaan ini mungkin berkaitan dengan menurunnya persediaan makanan densitas kalori rendah musiman dan/atau latihan fisik pada musim dingin. Obesitas lebih menonjol di daerah kota daripada di daerah pedesaan. Insiden obesitas pada masa anak berhubungan kuat dengan variabel keluarga, termasuk obesitas orang tua, status sosioekonomik yang tinggi, bertambahnya pendidikan orang tua, ukuran keluarga kecil, dan pola inaktivitas keluarga.(9)
2.6.4        Patofisiologi
Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak, adalah sebagai berikut:
1.      Jumlah sel normal, tetapi terjadi hipertrofi/perbesaran
2.      Jumlah sel lemak meningkat/hiperplasi dan juga terjadi hipertrofi
Penambahan dan pembesaran jumlah sel lemak paling cepat pada masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada masa meningkat dewasa. Setelah masa dewasa tidak akan terjadi penambahan jumlah sel, tetapi hanya terjadi pembesaran sel. Obesitas yang terjadi pada masa anak selain hiperplasi juga terjadi hipertrofi. Sedangkan obesitas yang terjadi setelah masa dewasa pada umumnya hanya terjadi hipertrofi sel lemak.
Obesitas pada anak terjadi kalau masukan kalori berlebihan, terutama pada tahun pertama kehidupan. Rangsangan untuk meningkatkan jumlah sel terus berlanjut sampai dewasa, setelah itu hanya terjadi pembesaran sel saja. Sehingga kalau terjadi penurunan berat badan setelah masa dewasa bukan karena jumlah sel lemaknya yang berkurang tetapi besarnya sel yang berkurang.
Di samping itu, pada penderita obesitas juga menjadi resisten terhadap hormon insulin, sehingga kadar insulin di dalam peredaran darah di dalam peredaran darah akan meningkat. Insulin berfungsi menurunkan lipolisis dan meningkatkan pembentukan jaringan lemak.(1)
2.6.5        Komplikasi
Berikut daftar komplikasi obesitas masa anak yang dilaporkan:
1.      Kardiovaskuler
2.      Tekanan darah naik
a.       Kolesterol total naik
b.      Trigliserid serum naik
c.       LDL (low density lipoprotein) naik
d.      VLDL (very low density lipoprotein) turun
3.      Hiperinsulinisme
4.      Kolelitiasis
5.      Penyakit Blount dan epifisis kaput femoris terlepas
6.      Pseudotumor serebri
7.      Paru-paru
a)      Sindrom Pickwickian
b)      Kelainan uji fungsi paru(9)
2.6.6        Pencegahan
1.      Pemberian ASI (bayi yang diberi ASI jarang yang menjadi obesitas, karena mempunyai mekanis tersendiri dalam mengontrol berat badan bayi
2.      Pengenalan aktivitas pada usia dini
3.      Jadikan kegiatan menonton tv sebagai aktivitas selingan saja(9)
2.6.7        Tatalaksana
Tatalaksana obesitas bisa jadi sangat menantang dan sangat baik jika dapat dicapai menggunakan pendekatan dengan berbagai cara untuk mengubah gaya hidup. Pada orang dewasa, penurunan berat badan jangka panjang sangat jarang terjadi walaupun banyak sekali tersedia berbagai macam program diet, produk komersial, dan obat-obatan. Terapi dengan pendekatan secara kognitif-tingkah laku untuk meningkatkan motivasi merupakan salah satu cara yang menjanjikan.
Kombinasi dari saran tentang nutrisi, berolahraga, dan pendekatan secara tingkah laku kognitif bekerja dengan baik. Operasi bariatris dapat dilakukan untuk penurunan berat badan pada orang dewasa. Masih belum jelas apakah nantinya pasien-pasien yang melakukan operasi ini dapat mempertahankan berat badan yang ideal secara permanen, dan keselamatan jangka panjang juga belum dapat dipastikan.
Sangat penting untuk memulai rekomendasi dengan jelas tentang pemasukan kalori bagi anak-anak obesitas. Bekerja sama dengan ahli diet dapat juga membantu. Makanan yang dikonsumsi harus berdasarkan buah-buahan, sayur-sayuran, makanan yang mengandung banyak serat, daging yang mengandung sedikit lemak, ikan, dan ayam. Makanan cepat saji harus dipilih berdasarkan banyaknya nurisi, dan harus memerhatikan kalori yang dikandung dan lemak. Makanan yang mempunyai kalori yang berlebihan dan nutrisi yang rendah harus diberikan secara jarang. Karena banyak anak-anak obesitas mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang mereka butuhkan, sangat tidak mungkin untuk mengurangi konsumsi dari kalori sehari-hari yang seharusnya dikonsumsi. Melainkan, pendekatan secara perlahan-lahan direkomendasikan. Anak yang berumur 10 tahun yang membutuhkan 2000 kkal/hari dan mengkonsumsi 3500 kkal/hari dapat mengurangi konsumsi 280 kkal setiap harinya dengan tidak mengkonsumsi 2 kaleng minimal yang tinggi karbohidrat dan menggantinya dengan minum air putih. Meskipun perubahan pada pola makan ini tidak langsung berpengaruh terhadap penuruna berat badan, tapi dapat berpengaruh terhadap berkurangnya berat badan yang diperoleh. Jika perubahan ini berhasil dilakukan, anak-anak tersebut dapat membuat perubahan yang lainnya, seperti mengurangi konsumsi makanan ringan, yang dapat mengurangi pemasukan 300 kkal.
Diet untuk mengurangi berat badan di orang dewasa secara umum tidak memungkinkan untuk terjadinya penurunan berat badan. Oleh karena itu, fokusnya adalah kepada perubahan yang dapat dipertahankan selama hidup. Memerhatikan pola makan juga sangat membantu. Keluarga harus diberikan motivasi untuk menjadwalkan makan keluarga, seperti sarapan. Sangat tidak mungkin bagi seorang anak mengubah asupan nutrisinya dan pola makannya jika keluarga yang lain tidak mengubah hal yang sama. Kebutuhan yang berhubungan dengan makanan juga harus diubah sesuai dengan perkembangan, sebagaimana remaja membutuhkan kalori yang banyak selama pertumbuhan, dan dewasa yang menjalani hidup yang tidak aktif membutuhkan kalori yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang aktif dan anak-anak yang sedang bertumbuh.
Strategi psikologis juga sangat membantu. Diet “lampu merah” mengelompokkan makanan menjadi yang dapat dikonsumsi tanpa batasan (hijau), yang perlu dibatasi (kuning), atau yang dapat dikonsumsi tidak sering (merah). Kategori yang konkrit juga sangat membantu keluarga dan anak-anak. Pendekatan ini dapat diadaptasikan ke berbagai kelompok masyarakat atau masakan lokal. Wawancara motivasional, sebuah strategi yang terbukti menurunkan penggunaan tembakau dan zat kimia, terlihat menjanjikan untuk membantu pasien mengubah pola nutrisinya. Pendekatan ini dimulai dengan melihat kesiapan pasien untuk membuat perubahan tingkah laku. Kemudian pasien akan dibantu menyusun strategi untuk langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan dari pemasukan nutrisi yang sehat. Metode ini mengguanakn seorang pakar sebagai pelatih, untuk membantu anak-anak dan orangtua nya mencapai tujuan. Pendekatan yang lainnya termasuk peraturan di dalam keluarga tentang dimana makanan harus dikonsumsi- misalnya “tidak di dalam kamar.”
Sangat susah untuk mencapai penurunan berat badan dengan hanya meningkatkan aktivitas fisik. Meskipun demikian, fitness yang dilakukan sering akan meningkatkan kesehatan kardiovaskular tanpa penurunan berat badan. Jadi, dengan melakukan aktivtas dapat menurunkan risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular, meningkatkan kesehatan, dan berkontribusi terhadap penurunan berat badan. Meningkatkan aktivitas fisik dapat dilakuakn seperti berjalan ke sekolah, melakukan aktivitas fisik selama waktu senggang bersama keluarga dan teman, atau masuk ke klub olahraga. Anak-anak akan lebih aktif jika orangtua nya juga aktif. Seperti halnya dengan rekomendasi untuk melakukan makan keluarga, aktivitas fisik bersama keluarga juga direkomendasikan.
Melakukan kegiatan yang aktif dapat mengganti aktivitas yang hanya duduk-duduk saja. American Academy of Pediatrics merekomendasikan menonton tv harus dibatasi tidak boleh dari 2 jam/hari untuk anak-anak diatas 2 tahun dan anak dibawah 2 tahun tidak menonton telivisi sama sekali. Menonton televisi biasanya dilakukan sambil makan, dan makanan yang mengandung banyak kalori biasanya diiklankan selama program televisi yang berhubungan dengan anak-anak.
Dokter anak harus membantu keluarga untuk memenuhi tujuan untuk mengubah pemasukan nutrisi dan aktivitas fisik. Mereka juga dapat menyediakan berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh keluarga dan anak-anak. Keluarga tidak boleh berharap penurunan persentil IMT yang drastic karena perubahan pola tetapi keluarga dapat menghitung kenaikan dari penurunan rata-rata dari persentil IMT sampai stabil, diikuti dengan penurunan persentil IMT.(8)

2.7         Malnutrisi
2.7.1        Definisi
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik.(9)
2.7.2      Etiologi
Malnutrisi pada anak dapat merupakan kelanjutan keadaan kurang gizi yang dimulai pada masa bayi, atau dapat timbul dari faktor-faktor yang menjadi berlaku selama masa anak. Pada umumnya penyebabnya adalah sama seperti malnutrisi pada bayi. Masalahnya mungkin kompleks. Kebiasaan diet yang jelek dapat disertai dengan keadaan higenik yang pada umumnya jelek, disertai dengan keadaan kronik, makan yang rewel dari anggota keluarga yang lain, atau disertai dengan gangguan hubungan orang tua-anak.
Kebiasaan yang jelek pada anak di bawah umur 5 tahun atau 6 tahun dapat dilacak secara langsung pada faktor orang tua, perhatian yang berlebihan darinya mengenai kuantitas dan kualitas diet merupakan faktor yang sering ditemuakan. Pada anak dari semua umur, tidur yang tidak cukup dan terlalu banyak kegembiraan emosional, seperti yang diakibatkan oleh menonton televisi , merupakan faktor penting. Anak umur sekolah mengembangkan kebiasaan makan tidak teratur atau tidak tepat, terutama pada makan pagi dan makan siang, karena tidak diberi waktu cukup atau karena waktu makan mungkin tidak cukup. Beberapa anak usia 5-8 tahun makn sedikit akrena takut gemuk.  Anak ini berespon dengan mudah pada nasehat dan penjelasan diet, yang berbeda dengan anak anoreksia nervosa. Makan antara waktu makan, terutama masalah seperti manisan (candy) dan makanan kecil (snack) biasanya mengurangi nafsu makan saat makan.
Malnutrisi adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas serta faktor yang mempengaruhi penyakit lainnya. Kekurangan kalori dalam uterus menyebabkan terjadinya bebrapa kelainan SGA. Malnutrisi protein , kalori, dan nutrisi mikro berturut-turut menyebabkan 50% anak menderita kerdil sedang sampai berat, bersamaan dengan kurangnya perkembangan kognitif. Kerentanan terhadap penyakit menular meningkat. Infeksi akut dan kronik sering menjadi penyebab kematian anak. Anoreksia dan ketidakmampuan perawatan tersier menyebabkan resusitasi gizi sukar atau tidak mungkin.
Di samping tidak tersedianya makanan dan gangguan parasit kronis, malnutrisi kadang-kadang akibat dari praktek budaya makan. Menggunakan makanan dengan protein dan kandungan kalori rendah seperti makanan sapihan, pengubahan pola makan bayi dari ASI yang terlalu cepat (sering kali karena kepercayaan bahwa bayi tidak boleh disusui jika ibunya sedang hamil), dan kegagalan untuk memulai atau penghenti dini ASI adalah penyebab umum malnutrisi primer. Pendidikan wanita , keluarga berencana, dan jarak kelahiran adalah beberapa di antara strategi paling efektif mencegah malnutrisi.
Etiologi malnutrisi dapat bersifat primer maupun sekunder. Adapun malnutrisi bersifat primer, yaitu apabila kebutuhan individu yang sehat akan protein ,energi atau keduanya,tidak dipenuhi oleh makanan yang adekuat. Pada malnutrisi protein energi primer, kekurangan kalori umumnya dikaitkan dengan keadaan-keadaan perang,kekacauan sosial, ketidaktahuan, kemiskinan, penyakit infeksi,dan ketidak seimbangan distribusi makanan. Dengan demikian gangguan sosial ekonomi dapat dianggap sebagai penyebab paling global kelaparan pada anak di sertai efeknya yang buruk pada pertumbuhan dan perkembangn anak.
Malnutrisi bersifat sekunder ,yaitu akibat adanya penyakit yang dapat menyebabkan asupan suboptimal,gangguan penyerapan atau pemakaian  nutrien,dan atau peningkatan kebutuhan karena terjadi kehilangan nutrien atau keadaaan stres. Malnutrisi protein-energi merupakan penyakit gizi terpenting di negara sedang berkembang dan salah satu penyebab utama mordibilitas dan mortalitas pada masa kanak-kanak di dunia.(9)

2.7.3      Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%.(10)
2.7.4      Manifestasi Klinik
Malnutrisi tidak selalu menyebabkan kurang berat. Kelelahan, lemah, gelisah, dan iritabilitas merupakan manifestasi yang sering ada. Kegelisahan dan overaktifitas sering kali disalah artikan oleh orang tua sebagai bukti kurang lelah. Anoreksia, gangguan digestive yang dengan mudah terimbas, dan konstipasi merupakan keluhan yang sering ada, dan bahkan pada anak yang lebih tua ditemukan diare tinja mukoid tipe kelaparan. Anak kurang gizi sering mendapat masa perhatian terbatas dan kurang perhatian di sekolah. Mereka bertambah rentan terhadap infeksi. Perkembangan otot tidak cukup dan kendor menghasilkan sikap lelah, dengan bahu bundar, dada pipih, dan perut buncit. Anak demikian sering tampak lelah, muka pucat, corak kulit “keruh”, dan mata tidak berkilau. Anemia hipokromik sering ada. Pada kasus yang lama, mungkin ada perkembangan epifise yang tertunda, gigi tidak teratur dan pubertas terlambat.
Evaluasi harus selalu memasukkan riwayat tentang kebiasaan diet yang teliti, kurang penyesuaian diri psikososial, higene fisik dan penyakit, disamping pemeriksaan fisik menyeluruh. Pemeriksaan laboraturium biasanya tidak diperlukan.(9)
2.7.5      Patofisiologi
2.7.6      Pengobatan
Pengobatan perseorangan ditujukan pada perbaikan gangguan psikologik dan fisik yang mendasari. Diet yang cukup dan sesuai harus diuraikan, konsentrat vitamin dapat ditambahkan dan dilanjutkan sampai masukan diet telah menjadi cukup. Bila anoreksia yang merupakan masalah, pokok-pokok diet yang penting harus diberikan dalam bentuk sepenuh mungkin, dan kandungan lemak harus rendah. Makanan kecil antara waktu makan tidak perlu dilarang jika makanan tersebut tidak menganggu nafsu makan saat makan berikutnya, susu dan makanan yang mengandung banyak gula jangan diberikan pada saat tersebut. Buah atau sari buah adalah pilihan yang tepat untuk diberikan diantara dua waktu makan. Pendiidkan bagi seluruh keluarga mengenai kebiasaan makan mungkin perlu.(9)
2.7.7      Pencegahan

2.8         Penyakit Blount
2.8.1        Definisi
Penyakit Blount (blount disease) adalah gangguan yang jarang terjadi ditandai dengan kelainan pertumbuhan sisi media epifisis tibia proksimal, mengakibatkan angulasi varus progresif di bawah lutut.(8)
2.8.2        Etiologi
Saat ini, etiologi dari Blount disease masih belum diketahui dan mungkin multifaktorial. Faktor genetik, humoral, biomekanik, dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisis. Manifestasi klinis dari kedua bentuk Blount disease menunjukkan adanya alterasi dari pertumbuhan dan perkembangan normal dari anak-anak yang memiliki predisposisi secara genetik melalui cara yang berbeda namun terkait.
Beberapa penelitian mencatat adanya riwayat keluarga yang positif pada individu dengan Blount disease. Sevastikoglou dan Eriksson melaporkan temuan empat individu dengan tibia vara dalam satu keluarga, dimana dua diantaranya adalah kembar identik. Schoenecker, dkk juga menemukan adanya riwayat keluarga dengan tibia vara pada 14 dari 33 pasien. Namun begitu, bukti jelas keterkaitan genetik pada Blount disease belum ditemukan.
Salah satu faktor perkembangan yang berkontribusi pada terjadinya Blount disease adalah biomekanikal yang berlebihan pada fisis tibia proksimal akibat varus stasik dan berat badan berlebih. Selain itu, berjalan terlalu dini (kurang dari 1 tahun) juga berimplikasi pada terjadinya Blount disease infantile type. Meskipun proses yang sama mungkin berimplikasi pada terjadinya Blount disease adolescence type, namun pada tipe ini tidak harus diawali dengan varus statik. Variasi pola jalan dinamis akibat melebarnya lingkar panggul atau paha berimplikasi utama terhadap terjadinya Blount disease adolescence type.(11)
2.8.3        Patofisiologi
Patogenesis dari kelainan tibia proksimal berkaitan dengan kompresi yang berlebihan sehingga menyebabkan inihibisi pertumbuhan, seperti yang dijelaskan oleh Prinsip HeuterVolkmann. Tekanan yang berlebih pada bagian medial dari epifisis kartilago tibia proksimal menyebabkan gangguan struktur dan fungsi kondrosit, serta menghambat osifikasi dari epifisis. Obesitas menyebabkan peningkatan kompresi terutama di bagian medial sendi lutut pada anak dengan genu varum. Dengan menggunakan elemen analisis, Cook, dkk menghitung beban pada lempeng pertumbuhan tibia proksimal selama posisi berdiri pada satu kaki, dan mencatat bahwa, pada anak berusia 5 tahun dengan obesitas, kekuatan kompresi pada angulasi varus 10° melebihi kekuatan yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan. Diez, dkk meneliti hubungan antara berat tubuh dengan deformitas angular pada anak berusia 15 tahun dengan Blount disease. Mereka menemukan korelasi yang signifikan antara berat badan dengan sudut tibiofemoral (r=0.75) dan mencatat hubungan yang kuat antara berat badan dengan deformitas varus pada sembilan anak dengan obesitas yang diperiksa secara terpisah.(11,12)
Menggunakan analisis gaya berjalan (gait), Gushue, dkk mempelajari efek obesitas pada masa kanak-kanak dengan biomekanika sendi lutut tiga dimensi. Dibandingkan dengan anak dengan berat badan normal, anak-anak dengan berat badan berlebih menunjukkan puncak abduksi lutut interna, selama awal posisi berdiri, yang lebih tinggi. Sabharwal, dkk melaporkan hubungan linear antara besarnya obesitas dengan deformitas radiografis biplanar pada anak dengan Blount disease onset awal dan pada pasien dengan body mass index (BMI) > 40 kg/m tanpa memandang usia terjadinya Blount disease. Meskipun memiliki BMI lebih rendah, anak dengan Blount disease onset awal memiliki kelainan varus dan prokurvatum dari tibia proksimal yang lebih berat daripada remaja dengan Blount disease. Wenger, dkk mengemukakan bahwa lempeng pertumbuhan tibia proksimal merespon secara berbeda pada berbagai stadium maturitas tulang, dengan peningkatan kelenturan pada epifisis yang belum terosifikasi pada pasien yang lebih muda menyebabkan inhibisi pertumbuhan lebih daripada remaja.(11,12)
Davids dkk, meneliti deviasi gaya berjalan dan hubungannya dengan meningkatnya lingkar panggul/ paha pada obesitas remaja. Anak obesitas dengan paha yang besar memiliki kesulitan dalam melakukan adduksi pinggul secara adekuat, dan hal ini berakibat pada “fatthigh gait” dengan posisi varus pada lutut, sehingga meningkatkan tekanan pada bagian medial fisis tibia proksimal. Konsep ini mendukung penelitian bahwa kelainan varus yang telah ada sebelumnya tidak diperlukan untuk menginisiasi perubahan patologis pada pasien dengan Blount disease onset lanjut.(11,12)
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa obesitas remaja menurunkan isi mineral tulang hingga pada tingkat yang dapat diprediksi dengan dasar berat badan. Penelitian biokimia yang dilakukan Giwa, dkk pada anak dengan Blount disease mengungkapkan adanya hipokalsemia dan hipofosfatemia ringan, serta peningkatan aktivitas alkaline fosfatase (seperti yang terjadi pada ricketsia). Selain itu, serum cooper dan zinc juga menurun 32% dan 48% dibawah rata-rata subjek kontrol. Faktor-faktor tersebut selanjutnya memberikan predisposisi anak-anak obesitas dengan Blount disease untuk menderita kelainan progresif dengan bertambahnya berat badan.(11,12)


2.8.4        Diagnosis
Diagnosis penyakit blount ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit (anamnesis, pemeriksaaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, terutama radiografi). Diagnosis diferensial untuk penyakit blount adalah:
1.      Genu varum fisiologis. Biasanya kondisi ini hilang dengan sendirinya. Ditandai dengan kelengkungan ringan dari femur dan tibia yang pada umumnya membaik pada usia 18-24 bulan.
2.      Genu varum kongenital. Angulasi dapat terjadi pada bagian tengah tibia dengan femur distal dan tibia proksimal tampak normal.
3.      Osteomielitis. Gangguang lempeng pertemuan sekunder dari infeksi.
4.      Deformitas traumatik. Adanya riwayat trauma yang mencederai lempeng pertumbuhan dari tibia proksimal.(12)
2.8.5        Tatalaksana
1.      Pengobatan non operatif
Pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, pengobatan orthotic dapat digunakan ketika deformitas meningkat atau jika anak tersebut memiliki sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar 11o. Jika kelainan tersebut menetap atau meningkat menjadi stadium III atau IV dengan pengobatan brace siang hari, maka osteotomi perlu dilakukan. Jika memungkinkan lebih baik untuk melakukan osteotomi sebelum anak berusia 4 tahun untuk mencegah kekambuhan
2.      Pengobatan operatif
Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan. Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong untuk memperpendek, memperpanjang, atau mengubah keselarasan .
Pemilihan penatalaksana lainnya untuk Blount Disease meliputi observasi dengan pemeriksaan klinis dan rediografi berulang, orthosis, dan berbagai tindakan bedah, seperti realigment osteotomy, lateral hemiepiphyseodesis, dan guided growth di sekitar lutut, distraksi fisis tibia proksimal asimetris bertahap, reseksi physeal bar, dan elevasi tibial plateau.(13)

2.9         Hubungan antara pola hidup dengan obesitas
Tidak ada keraguan tentang hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas. Prevalensi obesitas terhadap subjek yang sedikit pun tidak ada latihan fisik dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang melakukan. Hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas menjadi lebih jelas pada prevalensi perilaku tidak aktif dibandingkan dengan kegiatan waktu luang yang diisi dengan kegiatan lebih aktif. Kenaikan yang jelas diamati pada prevalensi obesitas pada subjek yang menghabiskan waktu berjam-jam dengan menonton televisi. Dalam penelitian banyaknya jam menonton televisi merupakan faktor yang terkait dengan nilai-nilai IMT yang lebih tinggi. Hal ini dianalogikan juga terhadap aktivitas tidak aktif lainnya seperti bermain video game atau internet.
Pola makan yang tidak baik juga dapat meningkatkan resiko obesitas seperti konsumsi alkohol dan makanan berkalori tinggi. Peningkatan konsumsi makanan dengan kandungan kalori yang lebih tinggi seperti dalam makanan 'fast food' dan "convenience meals" dapat memprovokasi perubahan dalamkontrol nafsu makan. Kombinasi perubahan makan dan peningkatan perilaku menetap (tidak aktif) dari berbagai jenis telah memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan prevalensi overweight dan obesitas.(14)

2.10     Edukasi yang Harus Diberikan pada Orang Tua Inneke
1.      Pola Asuh
Pada orang tua sebaiknya menyediakan kudapan yang lebih sehat, misalnya buah-buahan segar maupun jus buah ketika mendampingi anak menonton siaran televise. Selain itu, batasilah durasi menonton tayangan televise. Doronglah mereka untuk lebih banyak bermain dengan teman-teman sebayanya daripada menghabiskan waktu berjam-jam di depan televise. Langkah ini akan menunjang kesehatan tubuh mereka.
Selain itu, jangan pernah meletakkan televisi maupun unit computer di dalam kamar anak karena orang tua akan kesulitan mengontrol waktu dan jenis tayangan yang ditonton oleh anak. Letakkanlah televisi dan unit computer di ruang keluarga agar kita mudah mengawasi dan membatasi alokasi waktu anak menonton televisi maupun bermain game di komputer. Jangan ragu untuk mematikan saluran televise manakala kita menilai anak terlalu lama menonton televisi. Sebaiknya, para orang tua perlu membuat jadwal menonton televisi yang ditaati oleh anak. Langkah ini untuk membatasi alokasi waktu dan jenis siaran yang layak untuk ditonton.
2.      Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
3.      Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini  karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan.5 Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ).
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :
a.       Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.
b.      Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein  15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari.
c.       Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari.
4.      Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh  terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
Tabel  Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
Jenis kegiatan
Kalori yang digunakan/jam
Jalan kaki 3 km/jam
Jalan kaki 6 km/jam
Joging 8 km/jam
Lari 12 km/jam
Tenis tunggal
Tenis ganda
Golf
Berenang
Bersepeda
150
300
480
600
360
240
180
350
660
5.      Mengubah pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara:
a.       Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.
b.      Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.
c.       Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
d.      Memberikan penghargaan dan hukuman.
e.       Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
6.      Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.(15)

2.11     Aktivitas Fisik yang Baik bagi Anak?
1.      Olahraga atau Latihan fisik
Olahraga atau latihan fisik yang teratur diperlukan untuk perkembangan motorik serta pertumbuhan otot-otot tubuh diperlukan stimulasi yang terarah dengan bermain. Anak perlu diperkenalkan dengan olahraga sedini mungkin karena dengan olahraga tidak hanya membentuk fisik anak tetapi juga mentalnya agar anak tumbuh dengan baik. Olahraga yang baik bagi anak juga harus mempunyai nilai bermain.(1)
Anak-anak dan dewasa harus melakukan aktivitas fisik 60 menit (1 jam) setiap harinya. Sesuai dengan rekomendasi dari Physical Activity Guidelines for Americans, ada tiga aktivitas fisik yang dapat dilakukan anak-anak dan dewasa:

a.       Aktivitas Aerobik
Aktivitas aerobik harus dilakukan paling tidak 60 menit atau lebih dari aktivitas fisik yang dilakukan anak setiap harinya. Aktivitas ini bisa merupakan aerobik yang berintensitas sedang seperti jalan cepat atau yang berintensitas berat seperti lari. Paling tidak melakukan aerobik berintensitas tinggi 3 kali per minggu.
b.      Penguat otot
Lakukan aktivitas gymnastik minimal 3 kali perminggu di 60 menit aktivitas fisik yang dilakukan anak.
c.       Penguat tulang
Untuk menguatkan tulang bisa melakukan lompat tali atau lari minimal 3 kali per hari.(16)
2.      Bermain
Bermain penting untuk perkembangan anak. Bermain bagi anak tidak sekedar hanya mengisi waktu luang anak saja. Melalui bermain, anak belajar mengendalikan emosi dan mengkoordinasikan otot-ototnya, melibatkan perasaan, emosi dan pemikirannya. Apabila bermain dilakukan bersama orang tua, maka dapat mengakrabkan hubungan anak dan orangtua dan dapat mendeteksi dini jika terjadi gangguan perkembangan pada anak.
Bermain harus dilakukan dengan seimbang antara bermain pasif dan bermain aktif.
a.    Bermain aktif ialah bermain di mana anak berperan langsung dalam permainan. Contohnya bermain drama menggunakan boneka, menyusun balok-balok.
b.    Bermain pasif biasa disebut hiburan, di mana peran yang dimainkan anak lebih pasif. Contohnya: menonton televisi, bermain video game. Bermain pasif hendaknya dilakukan tidak lebih dari 2 jam perharinya.(1)

2.12     Jalur Penyimpanan Energi pada Tubuh
Tubuh memperoleh sumber energi dari makanan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat diserap oleh tubuh dalam bentuk glukosa. Glukosa tersebut akan digunakan oleh semua jaringan tubuh sebagai sumber energi. Kelebihan glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan otot. Proses perubahan glukosa menjadi glikogen disebut glikogenesis. Oleh karena tempat penyimpanan glikogen di otot dan hati terbatas, sisa kelebihan glukosa tersebut akan diubah menjadi lemak melalui proses lipogenesis dan disimpan di jaringan adiposa.
Lemak diserap oleh tubuh dalam bentuk gliserol dan asam lemak. Gliserol dapat langsung digunakan oleh jaringan tubuh. Asam lemak selain dapat digunakan sebagai sumber energi, juga dapat disimpan sebagai lemak (trigliserida) di jaringan adipose. Tetapi, energi yang terkandung didalam lemak sangat sulit untuk digunakan dan metabolisme lemak lebih lambat dibandingkan karbohidrat.
Protein digunakan oleh tubuh dalam bentuk asam amino. Kebanyakan asam amino digunaan untuk sintesis protein. Tetapi, jika kadar glukosa dalam tubuh menurun, asam amino dapat diubah menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis dan digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh.(17)



BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Obesitas yang dialami oleh anak perempuan tersebut disebabkan karena ketidakseimbangan energi yang di pengaruhi oleh pola hidup yang kurang baik sehingga mengakibatkan tungkai bawah tampak seperti “O”.























DAFTAR PUSTAKA

1.         Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 2012.
2.         Beck ME. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit-Penyakit untuk Dokter dan Perawat. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medical; 2000.
3.         Supariasa I. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC; 2001.
4.         WHO. BMI-for-age (5-19 years) [Internet]. 2007 [cited 2014 Sep 27]. Available from: http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/
5.         Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2009.
6.         Merawati D, Kinanti RG. Perilaku Makan pada Siswa Obesitas. J Iptek Olahraga. 2005;7(3):182–92.
7.         Guyton, Hall AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2008.
8.         Kliegman RM, Stanton BF, Geme JS, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
9.         Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.
10.       Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat; 2008.
11.       Sabharwal S. Blount Disease. J Bone Jt Surg. 2009;91(7):1758–76.
12.       Taksande A, Kumar A, Vilhekar K, Chaurasiya S. Chaurasiya S. Infantile Blount disease: A Case Report. Malays Fam Physician. 2009;4(1):30–2.
13.       Morrissy RT, Weinstein SL. Lovell and Winter’s Pediattric Orthopaedics. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
14.       Martin R, Ruiz N, Nieto M, Jimenez E. Life-style Factors Associated with Overweight and Obesity Among Spanish Adults. Nutr Hosp. 2009;24(2):144–51.
15.       Kiess W, Marcus C, Wabitsch M. Obesity in Childhood and Adolescence. Basel: Karger AG; 2004.
16.       Physical Activity for Everyone: Guidelines: Children | DNPAO | CDC [Internet]. [cited 2014 Sep 24]. Available from: http://www.cdc.gov/physicalactivity/everyone/guidelines/children.html
17.       Silverhorn DU. Human Physiology: An Integrated Approach. 6th ed. New York: Pearson; 2013.

0 comments Blogger 0 Facebook

Post a Comment

 
Welcome To My Blog © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top