BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Pemicu
Inneke, seorang
anak tunggal, perempuan, usia 5 tahun9 bulan, mempunyai tinggi badan 120 cm dan
berat 32 kg. Sejak usia 1 tahun hingga saat ini, ibu Inneke masih memberikan
bubur dan susu dengan porsi yang cukup banyak setiap 3-4 jam sekali. Inneke
hingga saat ini belum mampu makan-makanan padat. Bila diberikan makanan padat
Inneke menolak, kadang disertai muntah sehingga ibu akhirnya melanjutkan
pemberian bubur dan susu dengan frekuensi sekitar 5-6 kali sehari. Selain itu
Inneke sering mengkonsumsi es krim. Di rumah, Inneke gemar menonton televisi
dan bermain video game sampai lupa
belajar. Pergi dan pulang sekolah selalu diantar naik kendaraan pribadi.
Olahraga hanya dilakukan pada jam yang dijadwalkan di sekolah. Ayahnya bekerja
sebagai direktur di sebuah perusahaan dan ibunya bekerja sebagai dokter di
Puskesmas Kecamatan. Pada pemeriksaan fisis tampak tungkai bawah melengkung
seperti huruf “O”.
1.2
Klarifikasi dan Definisi
1.3
Kata Kunci
a.
Anak perempuan usia
5 tahun 9 bulan
b.
Tinggi badan 120cm,
Berat badan 32kg
c.
Belum mampu
makan-makanan yang padat
d.
Kurang beraktivitas
e.
Frekuensi makan 5-6
sehari
f.
Ayah dan ibu sibuk
bekerja
1.4
Rumusan Masalah
Seorang anak
perempuan tunggal usia 5 tahun 9 bulan, mempunyai Tinggi badan 120cm dan Berat
badan 32kg serta tungkai bawah melengkung seperti “O” dan masih mengonsumsi
bubur dengan frekuensi 5-6 sehari sejak usia 1 tahun dikarenakan belum mampu
makan-makanan padat.
1.5
Analisis Masalah
Inneke, perempuan usia 5 tahun 9 bulan
|
TB = 120cm BB = 32kg
|
Jarang
olahraga
|
Pola
makan tidak sesuai
|
Tungkai
bawah melengkung seperti “ O”
|
Penyakit
blount
|
komplikasi
|
Obesitas
|
Status
gizi
|
Kebutuhan
dasar anak
|
Ayah
dan ibu sibuk bekerja
|
1.6
Hipotesis
Seorang anak perempuan tunggal mengalami obesitas karena
pola makan tidak sesuai dan berlebihan, kurang beraktivitas dan pola hidup yang kurang baik sehingga
mengakibatkan tungkai bawah melengkung seperti “O”.
1.7
Pertanyaan Diskusi
1.
Apa saja kebutuhan dasar yang
diperlukan seorang anak
2.
Status gizi
2.1
Pengertian
2.2
Cara penilaian
2.3
Studi kasus
3.
Asupan nutrisi pada anak dari 0-6
tahun.
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemberian asupan nutrisi pada anak.
5.
Bagaimana perkembangan
keterampilan oromotorik pada anak.
6.
Obesitas pada anak
6.1
Definisi
6.2
Etiologi
6.3
Epidemiologi
6.4
Patofisiologi
6.5
Komplikasi
6.6
Pencegahan
6.7
Tatalaksana
7.
Malnutrisi
7.1
Definisi
7.2
Etiologi
7.3
Epidemiologi
7.4
Manifestasi Klinis
7.5
Patofisiologi
7.6
Pengobatan
7.7
Pencegahan
8.
Blount disease
8.1
Definisi
8.2
Etiologi
8.3
Patofisiologi
8.4
Diagnosis
8.5
Tatalaksana
9.
Hubungan antara pola hidup dengan
obesitas
10.
Bagaimana edukasi yang harus
diberikan pada orang tua Inneke?
11.
Apa saja aktivitas fisik yang
baik bagi anak?
12.
Bagaimana jalur penyimpanan
energi pada tubuh?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kebutuhan Dasar yang Diperlukan Seorang Anak
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum di golongkan menjadi
3, yaitu:
1.
Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Meliputi:
a.
Pangan/gizi merupakan kebutuhan terpenting.
b.
Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi,
pemberian ASI, pertimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau sakit dll.
c.
Papan/permukiman yang layak
d.
Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan.
e.
Sandang
f.
Kesegaran jasmani, rekreasi dll.
2.
Kebutuhan emosi/kasih saying (ASIH)
Pada tahun-tahun pertama
kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu/pengganti ibu
dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras
baik fisik, mental maupun psikososial. Berperannya dan kehadiran
ibu/penggantinya sedini dan selanggeng mungkin, akan menjalin rasa aman bagi
bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisik (kulit/mata) dan psikis sedini
mungkin, misalnya dengan menyusui bayi secepat mungkin segera setelah lahir.
Kekurangan kasih saying ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak
negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi yang
disebut “Sindrom Deprivasi Maternal”.
Kasih saying dari orang tuanya
(ayah-ibu) akan menciptakan ikatan yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar
(basic trust)
3.
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental
merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada
anak. Stimulasi mental (ASAH) ini mengembangkan perkembangan mental
psikososial: kecerdasan, keterampilan, kemandiriann, kreativitas, agama
kepribadian, moral etika, produktivitas dsb. Anak yang banyak mendapatkan
stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang atau bahkan
tidak mendapatkan stimulasi.(1)
2.2
Status gizi
2.2.1
Pengertian
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan
nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak.
Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi
merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan
riwayat diet.(2)
2.2.2
Cara penilaian
Ada beberapa cara
melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat, yaitu penilaian
secara langsung dan penilaian secara tidak langsung yang penjabarannya adalah
sebagai berikut:
1.
Penilaian secara langsung
Penilaian
status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri,
klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah
sebagai berikut:
a.
Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh
manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dalam
pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk
indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai
berikut :
1)
Umur
Umur sangat
memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul
adalah adanya kecenderunagn untuk
memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu
penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan,
1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya
sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.
2)
Berat Badan
Berat badan
merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk
cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik
karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini
dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan
penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan,
yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung
pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan
situasi gizi dari waktu ke waktu.
3)
Tinggi Badan
Tinggi badan
memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat
badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan
dalam bentuk Indeks TB/U
(tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut
Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan
biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya
memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat
tidak sehat yang menahun. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu
parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan
dengan status gizi.
b.
Klinis
Metode ini, didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata,
rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid.
c.
Biokimia
Suatu pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa
jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
d.
Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik
adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi,
khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.(3)
2.
Penilaian secara tidak langsung
Penilaian
status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi
makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Adapun uraian dari ketiga hal
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Survey konsumsi makanan
Suatu metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.
b.
Statistik vital
Dengan cara menganalisis data
beberapa statistik kesehatan
seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
c.
Ekologi
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa
malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dll.(3)
2.2.3
Studi Kasus
Pada kasus ini, diketahui Ineke berjenis kelamin
perempuan dengan umur 5 tahun 9 bulan, memiliki berat badan 32 dan tinggi badan
120 cm. Status gizi dapat ditentukan dengan menggunakan kurva WHO BMI for age
untuk anak 5-19 tahun. IMT dapat
dihitung dengan menggunakan rumus
IMT =
=
= 22,2
Dari kurva diatas, didapatkan
bahwan IMT Ineke berada diatas +3 SD, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ineke
mengalami obesitas.(4)
2.3
Kebutuhan Asupan Nutrisi pada Anak dari 0-6 Tahun
1.
Usia 0-6 bulan
Hanya
diberikan ASI eksklusif. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi
kebutuhan gizi bayi.
2.
Usia 6-9 bulan
Bayi sudah
mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi sudah
memiliki reflek mengunyah. Contoh bubur susu, biskuit yang ditambah air/susu,
pisang atau papaya yang dilumatkan.
3.
Usia 9-12 bulan
Mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa
nasi tim atau saring bubur saring dengan frekuensi 2 kali sehari. Untuk
mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit
dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa atau margarin. Bahkan
makanan ini dapat menambah kalori bayi. Di samping memberikan rasa enak juga
mempertinggi penyerapan vitamin A. Nasi tim bayi harus diatur secara berangsur.
Lambat laun mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga.
4.
Usia 1-5 tahun
Kebutuhan nutrisi pada balita sebenarnya juga dipengaruhi
oleh usia balita, besar tubuh dan tingkat aktivitas yang dilakukan.
a.
Energi : biasanya
balita membutuhkan sekitar 1.000 sampai 1.400 kalori per hari.
b.
Kalsium :
dibutuhkan kurang lebih 500 mg per hari
c.
Zat besi :
dibutuhkan 7 mg per hari
d.
Vitamin C dan D
Tubuh anak terdiri dari
struktur tulang, otot, peredaran darah, jaringan otak dan organ-organ lain.
Perkembangan tiap struktur ini sangat dipengaruhi oleh masukan berbagai macam
nutrisi makanan penunjang pertumbuhan.
5.
Usia sekolah (6-13
tahun)
Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak energi dan zat
gizi yang lebih dibanding dengan anak balita. Diperlukan pula tambahan energi,
protein, kalsium, telor, zat besi, karena pertumbuhan pada kisaran usia ini
sedang pesat dan aktivitas anak semakin bertambah.
Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak
terkadang makan hingga 5 kali sehari. Namun sebaiknya anak tetap diajari untuk
makan 3 kali sehari dengan menu gizi yang tinggi yaitu: sarapan, makan siang,
dan makan malam. Anak juga perlu untuk diajari sarapan pagi agar dapat berpikir
dengan baik di sekolah.(5)
Tabel 1. Kecukupan beberapa zat gizi anak sehari :
Umur
|
BB (kg)
|
Energi (kkal)
|
Protein (g)
|
Vitamin A (S.I)
|
Kalsium
(mg)
|
Zat besi (mg)
|
1-3 thn
|
12
|
1250
|
23
|
350
|
500
|
8
|
4-6 thn
|
18
|
1750
|
32
|
460
|
500
|
9
|
7-9 thn
|
24
|
1900
|
37
|
460
|
500
|
10
|
10-12 thn
|
30
|
2000
|
45
|
500
|
700
|
14
|
2.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi anak.
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang, atau sekelompok
orang sebagai akibat konsumsi penyerapan(absorbsi), dan utilisasi zat gizi
makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh akan mempengaruhi
statuss gizi yang akhirnya akan menyebabkan
masalah gizi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi anak adalah sebagai berikut
1.
Asupan Gizi
Masalah gizi biasanya timbul karena terjadi ketidak seimbangan asupan zat
gizi. Kebutuhan energi anak yang sehat
berbeda-beda, hal ini ditentukan oleh dasr kebutuhan kalori, tingkat
pertumbuhan, dan pengeluaran energi. Kebutuhan
energi berhubungan dengan konsumsi makanan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan kalori, protein, mineral, dan vitamin sebagai sumber tenaga,
pertumbuhan dan untuk cadangan energi tetapi tidak berlebihan, sehingga menjadi
obesitas.
2.
Perilaku dan Kebiasaan Makan
Makan adalah
aktivitas sosial yang dilakukan berulang, dan banyak kebiasaan makan didapat
darikeluarga dan trasisi. Anak cenderung untuk mengikuti pola makan orang
tuanya. Seseorang yang menderita obesitascenderung untuk menuakar waktu makan
ke waktu yang berikutnya dan biasanya cenderung untuk melangkahi sarapan.
Seseorang yang melangkahi waktu makan utama atau memiliki pola makan yang
berubah-ubah, cenderung untuk mempunyai rasa lapar yang lebih besar.
3.
Konsumsi Sayur dan Buah
Konsumsi sayur dan buah merupakan upaya yang dapat mencegah kejadian
obesitas, karena dapat mengurangi rasa lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan
lemak dan sebagainya. Sayur dan buah juga mengandung serat kasae yang dapat
membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi. Peningkatan sayuran dan buah menurunkan
asupan tinggi lemak dan gula, sedangkan intervensi penurunan lemak dan gula
tidak berpegaruh pada perubahan asupan sayuran dan buah
4.
Makanan dam Minuman Manis
Menurut mekanisme fisiologi, makanan manis dapat meningkatkan lemak
tubuh. Hal ini dikarenakan meliatkan tingginya densitas energi dan efek rasa
lezat masakan manis.
5.
Konsumsi Makanan Berlemak
Makanan lemak juga merupakan salah
satu faktor penyebab obesitas. Penggunaan lemak yang tinggi dapat menghasilkan
energi yang tinggi dan tidak mengenyangkan, selain itu makanan yang berlemak
memiliki rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan dan akan
terjadi konsumsi yang berlebihan.
Penyebab lain adalah karena lemak mengandung kalori dua kali lebih tinggi
dibandingkan dengan protein. Makan makanan berlemak adengan jumlah yang sama
dengan protein akan memberikan energi yang lebih besar.
6.
Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus
yang mengakibatkan kondisi tubuh dalam kondisi sehat. Penyakit infeksi
mempunyai pengaruh yang besar terhadap terhambatnya pertambahan berat badan
anak.
7.
Status Sosial Ekonomi Kelurga
Keadaan sosial
ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan
yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga
tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial adalah :
a.
Keadaan penduduk
suatu masyarakat
b.
Keadaan keluarga.
c.
Tingkat pendidikan
orang tua
d.
Keadaan rumah
Sedangkan data ekonomi dari faktor sosial ekonomi
meliputi :
a. Pekerjaan orang tua.
b. Pendapatan keluarga.
c. Pengeluaran keluarga.
d. Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi
musim.
Banyak faktor sosial ekonomi yang sukar untuk dinilai
secara kuantitatif, khususnya pendapatan dan kepemilikan (barang berharga,
tanah, ternak) karena masyarakat enggan untuk membicarakannya kepada orang yang
tidak dikenal, termasuk ketakutan akan pajak dan perampokan. Tingkat pedidikan
termasuk dalam faktor sosial ekonomi karena tingkat pendidikan berhubungan
dengan status gizi yaitu dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat
meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan untuk mencukupi
kebutuhan gizi keluarga.
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfatan sumber
daya masyarakat mempengaruhi faktor sosial ekonomi keluarga, termasuk kurangnya
pemberdayaan wanita dan tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua khususnya
ibu dalam mengasuh anaknya juga termasuk faktor sosial ekonomi yang akan
mempengaruhi status gizi keluarga.
8. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghsilan
yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan seseorang identik dengan
mutu sumberdaya manusia, sehingga rang berpendidikan tinggi umumnya memiliki
pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan akan mementukan daya beli
seseorang terhadap panganan yang diperlukan.
Pendapatan keluarga mempengaruhi ketahanan pangan keluarga.
Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi
kurang. Oleh karena itu, setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya. Akan tetapi menurut penelitian
yang dilakukan oleh Masdiarti (2000) di Kecamatan Hamparan Perak, yang meneliti
pola pengasuhan dan status gizi anak balita ditinjau dan krakteristik pekerjaan
ibu, memperlihatkan hasil bahwa anak yang berstatus gizi baik banyak ditemukan
pada ibu bukan pekerja (43,24%) dibandingkan dengan kelompok ibu pekerja
(40,54%) dan ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak dalam
mengasuh anaknya.
Banyak keluarga muda yang memanjakan anaknya, termasuk
dalampemberian makanan yang erlebihan, khususnya yang tinggi kalori dan lemak.
Perubahan pola makan anak pada golongan sosial ekonomi tertentu akibat
meningkatnya daya beli turut mempengaruhi insiden berat badan lebih.
Pendapatan suatu keluarga juga akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan keluarga, termasuk sarana bermain dan olah
raga anak. Keluarga dengan pendapatan tinggi cenderung menyediakan sarana yang
bersifat hemat waktu dan tenaga, sehingga energi yang digunakan untuk aktivitas
berkurang.
9. Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat
menjadi faktor yang mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin
tinggi pendidikan orang tua maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari
yang berpendidikan rendah. Salah satu penyebab gizi kurang pada anak adalah
kurangnya perhatian orang tua akan gizi anak. Hal ini disebabkan karena
pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah. Pendidikan formal ibu akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi pendidikan ibu, maka
semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan pendidikan
formal terutama melalui masa media. Hal serupa juga dikatakan oleh L. Green,
Rooger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan ibu, maka baik pula
keadaan gizi anaknya.
10. Status Pekerjaan Ibu
Orang tua nmerupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
prilaku makan anak. Berpengaruh terhadap jumlah pendapatan, dan daya beli yang
dimiliki. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi pendapatan maka kemampuan
dalam penyediaan makanan dalam jumlah
yang cukup dan berkualitas. Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak
memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu
mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja.
Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya,
khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan gizi
keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak
mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan
kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak.
Pekerjaan juga dapat berpengaruh terhadap aktivitas fisik
anggota keluarga. Untuk orang tua yang bekerja, terdapat perbedaan dalam
pembentukan kebiasaan makan anak. Anak diserahkan oleh pembantu, yang
mengakibatkan kurangnya pengawasan orang tua secara langsung. Kebanyakan ibu
yang bekerja diluar , pilihan
makanan terbatas pada makanan cepat saji
yang teersedia di restoran atau di tembat penjualan lainnya.
11. Pola Asuh Ibu
Pola pengasuh merupakan cara orang tua dalam mendidik
anak dan membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor budaya, agama,
kebiasaan dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau
orang yang mengasuh anak). Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat
kaitnnya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun.
Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini
juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya.
Oleh karena itu pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan
sangat penting untuk perkembangan anak.
Seorang ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan
anaknya. Pola pengasuhan pada tiap ibu berbeda karena dipengaruhi oleh faktor
yang mendukungnya, antara lain : latar bekang pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
jumlah anak dan sebagiannya. Banyak penyelidik berpendapat bahwa status
pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap kualitas pengasuhannya. Pendidikan
ibu yang rendah masih sering ditemui, semua hal tersebut sering menyebabkan
penyimpangan terhadap keadaan tumbuh kembang dan status gizi anak terutama pada
anak usia balita.
12. Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan Ibu
Orang yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai
pengetahuan yang tinggi, karena biasanya orang yang berpendidikan tinggi nmudah
untuk menyerap informasi. Faktor pendidikan turut menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami penetahuan gizi. Mampu untuk menyusun makanan
yang meemenuhi persyaratan gizi seimbang dibandingkan dengan orang lain yang
pendidikannya lebih rendah,. Namun bagi yang berpendidikan rendah, apabila orang tersebut rajin untuk
mencari dan mendengarkan informasi bisa jadi pengetahuannya lebih baik.
Kemudian dari pada itu, orang tua yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi pada umumnya memiliki penghasilan yang lebih tinggi dan
konsumsi pangan akan meningkat. Hal ini dikarena\kan tingkatan pendidikan dan
penghasilan berhubungan erat. Selain itu, orang degan tingkat pendidikan yang
berbeda akan menentukan pemilihan jenis
makanan berdasarkan kualitas dan
kuantitasnya.
13. Jumlah Anggota Keluarga
Masalah yang terjadi pada keluarga dengan jumlah keluarga
yang banyak dan sedikir pasti ada perbedaan. Keluarga dengan banyak anak dan
jarak kelahiran anak yang cukup dekat akan lebih banyak menimbulkan banyak
masalah. Dalam aktifitas makan bersama, anak yang lebih kecil akan mendapat
jatah makanana yang lebih sedikit. Anak yang terlalu banyak. Selain menyulitkan dalam mengurusnya, juga kurang
bisa menciptakan suasana tenang dirumah. Lingkungan keluarga yang tidak tenang akan mempengaruhi ketenangan jiwa dan
akan berdampak terhadap nafsu makan anggota lainnya.(6)
14. Aktivitas Fisik
Aktifitas fisik
merupakan komponen penting dalam pengeluaran energi dalam tubuh, disamping
metabolisme faal dan spesifik dynamic action pada jenis-jenis makanan.
Aktifitas fisik juga merupakan komponen yang penting dalam manajemen pengaturan
berat badan. Penurunan aktifitas fisik akan sangat berpengaruh pada perubahan
keseimbangan energi positif dan peningkatan berat badan pada masyarakat
industri.
Anak dengan kegemukan atau ou=verweight biasanya kurang
melakukan aktifitas. Orang yang selalu aktif melakukan aktifitas ternyata dapat
mencegah pertambahan berat badan sesuai pertambahan usia. Hal yang terjadi pada
anak dengan adanya sedentary life, anak-anak menghabiskan waktunya banyak
dengan bermain dengan peralatan elektronik, mulai dari komputer, televisi,
hingga video game dibandingkan bermain diluar.
Selain dengan aktifitas dengan barang-barang elektronik
tersebut, jumlah waktu tidur juga berhubungan dengan kegemukan. Anak dengan
waktu tidur lebih sedikit beresiko lebih tinggi untuk mengalami kegemukan. Kemungkinan
tersebut berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk., hal ini berhubungan
dengan gangguan dari hormon dan kelenjar neuroendokrin. Penurunan titik berat
pada pelajaran olahraga disekolah dibarengi dengan penurunan fitnes pada
anak-anak. Aktifitas fisik yang kurang adalah resiko utama untuk perkembangan
obestas pada anak-anak dan dewasa.(7)
15. Genetik
Genetik mempunyai kontribusi signifikan terhadap
terjadinya obesitas. Faktor genetik anak yaitu faktor keturunan dari orang tua
yang berhubungan dengan status gizi. Anak dari orag tua dengan berat badan
normal mempunyai peluang 10% berkegemukan. Anak yang salah satu orang tuanya
obesitas , kemungkinan mempunyai peluang 40% dan peluang 80% jika kedua orang
tuanya obesitas.(7)
2.5
Bagaimana perkembangan keterampilan oromotorik pada anak.
Perkembangan
keterampilan oromotorik dapat dihubungkan dengan perkembangan kemampuan
menyusu/makan anak. Adapun perkembangan kemampuan ini akan dijelaskan pada
tabel berikut.(8)
Tabel 1. Perkembangan kemampuan makan anak dari 0 - 36 bulan.(8)
Umur (bulan)
|
Kemampuan makan/oral sensorik/motorik
|
0–4 hingga 6
|
Makan/menyusu dengan
puting susu atau botol
Makan dengan tangan
memegang botol (2 – 4 bulan)
Menjaga postur semifleksi
selama makan
Interaksi orang tua dengan
bayi
|
6 – 9
|
Makan/menyusu lebih banyak
dengan posisi tegak
Makan makanan seperti
bubur
Pola menyusu awalnya hanya
seperti menyusu → menghisap
Kedua tangan memegang
botol
Dikenalkan dengan makan
menggunakan tangan/jari
Mengunyah vertikal padat
makanan yang mudah hancur
Preferensi bagi orang tua
untuk memberi makan
|
9 – 12
|
Minum dengan cangkir
Dapat makan makanan yang
kental dan makanan yang dihaluskan
Makan menggunakan
tangan/jari untuk makanan yang mudah hancur
Mengunyah dengan pola
rotasi
|
12 – 18
|
Makan sendiri; memegang
sendok dengan tangan
Memegang cangkir dengan
dua tangan
Minum dengan 4 – 5 tegukan
berturut-turut
Memegang dan membuka botol
(botol yang berkatup)
|
18 – 24
|
Menelan sambil mengatupkan
bibir
Dominan untuk makan
sendiri
Mengunyah berbagai makanan
Lidah dapat bergerak dari
atas ke bawah dengan tepat
|
24’– 26
|
Mengunyah dengan pola
rotasi rahang
Mengunyah dengan bibir
tertutup
Minum dengan satu tangan
yang memegang cangkir atau gelas tanpa tumpah
Menggunakan jari-jari
untuk mengisi sendok
Makan berbagai makanan
padat
Makan sendiri tanpa
bantuan, dengan menggunakan garpu
|
2.6
Obesitas pada Anak
2.6.1
Definisi
Tenaga medis
mendefiniskan obesitas atau kenaikan adiposa menggunakan indeks massa tubuh
(IMT), yang mana merupakan cara yang baik dalam pengukuran lemak tubuh secara
langsung. IMT= berat badan dalam kg/(tinggi badan dalam meter)2.
Remaja dengan IMT ≥30 memenuhi kriteria obesitas, dan mereka dengan IMT 25-30
memasuki kriteria overweight (kelebihan
berat badan). Selama masa anak-anak, tingkat dari lemak tubuh berubah dimulai
dengan adiposa yang tinggi selama masa pertumbuhan. Lemak tubuh berkurang
kira-kira 5.5 tahun sampai dengan periode yang disebut adiposity rebound, ketika lemak tubuh berada pada tingkat yang
paling rendah. Jaringan adiposa kemudian semakin meningkat sampai dengan awal
masa remaja. Konsekuensinya, obesitas dan kelebihan berat badan didefinisikan
menggunakan persentil IMT; anak-anak > 2 tahun dengan persentil IMT ≥95
memenuhi kriteria untuk obesitas, dan anak-anak yang IMT nya berkisar antara
persentil 85 sampai 95 dimasukkan kedalam kelebihan berat badan.(8)
2.6.2
Etiologi
1.
Pada bayi
a.
Bayi yang minum
susu botol yang selalu dipaksakan oleh ibunya, bahwa setiap kali minum harus
habis.
b.
Kebiasaan untuk
memberikan minuman/makanan setiap kali anak menangis.
c.
Pemberian makanan
tambahan tinggi kalori pada usia yang terlalu dini.
d.
Jenis susu yang
diberikan osmolaritasnya tinggi, sehingga bayi selalu haus.
Faktor yang
mempengaruhi terjadinya bayi berat badan lahir yang lebih tinggi:
a.
Faktor keturunan
b.
Ibu yang obesitas
c.
Pertambahan berat
badan ibu pada waktu hamil yang berlebihan
d.
Ibu
diabetes/radiabetes
2.
Gangguan emosional
Biasanya pada anak yang lebih
besar, dimana baginya makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam
memperoleh kasih sayang.
3.
Gaya hidup masa
kini
Kecenderungan suka
makanan fast food yang berkalori
tinggi seperti hamburger, pizza, ayam goreng dengan kentang goreng, es krim,
aneka macam mie, dan lain-lain.
4.
Penggunaaan kalori
yang kurang
Berkurangnya pemakaian energi dapat terjadi pada anak
yang kurang aktivitas fisiknya, seharian menonton televisi, dan lain-lain.
Apalagi jika menonton sambil tidak berhenti makan, maka kecenderungan menjadi
obesitas akan lebih besar.
5.
Hormonal
Penyebab yang jarang dari obesitas adalah fungsi
hipotalamaus yang abnormal. Sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan yang
berlebihan), karena gangguan pada puasat kenyang otak. Nafsu makan dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi gangguan psikologis;
hipotalamus; pituitaria; atau lesi otak lain, dan hiperinsulinisme.
6.
Herediter
Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Jika
salah satu orang tuanya obesitas, maka anak mempunyai risiko 40% menjadi
obesitas, sedangkan jika kedua orang tuanya obesitas, maka risiko menjadi 80%.
7.
Suku/bangsa.
8.
Pandangan
masyarakat yang salah, yaitu bayi yang sehat adalah bayi yang gemuk.(1)
2.6.3
Epidemiologi
Penelitian perseorangan telah menggambarkan prevalensi
obesitas masa anak 7-43% (Canada), 7,3% (United Kingdom), dan 27,1% pada umur
6-11 tahun dan 21,9% pada umur 12-17 tahun (Amerika Serikat). Insiden obesitas
masa anak di Amerika Serikat diperkirakan adalah 10-15%; ada perbedaan regional
dalam insidens, dengan prevalensi paling tinggi di utara-timur dan insidens
menurun masing-masing di Tengah-timur, Selatan, dan Barat. Keadaan ini mungkin
berkaitan dengan menurunnya persediaan makanan densitas kalori rendah musiman
dan/atau latihan fisik pada musim dingin. Obesitas lebih menonjol di daerah
kota daripada di daerah pedesaan. Insiden obesitas pada masa anak berhubungan
kuat dengan variabel keluarga, termasuk obesitas orang tua, status
sosioekonomik yang tinggi, bertambahnya pendidikan orang tua, ukuran keluarga
kecil, dan pola inaktivitas keluarga.(9)
2.6.4
Patofisiologi
Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak, adalah
sebagai berikut:
1.
Jumlah sel normal,
tetapi terjadi hipertrofi/perbesaran
2.
Jumlah sel lemak
meningkat/hiperplasi dan juga terjadi hipertrofi
Penambahan dan pembesaran
jumlah sel lemak paling cepat pada masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada
masa meningkat dewasa. Setelah masa dewasa tidak akan terjadi penambahan jumlah
sel, tetapi hanya terjadi pembesaran sel. Obesitas yang terjadi pada masa anak
selain hiperplasi juga terjadi hipertrofi. Sedangkan obesitas yang terjadi
setelah masa dewasa pada umumnya hanya terjadi hipertrofi sel lemak.
Obesitas pada anak terjadi
kalau masukan kalori berlebihan, terutama pada tahun pertama kehidupan.
Rangsangan untuk meningkatkan jumlah sel terus berlanjut sampai dewasa, setelah
itu hanya terjadi pembesaran sel saja. Sehingga kalau terjadi penurunan berat
badan setelah masa dewasa bukan karena jumlah sel lemaknya yang berkurang
tetapi besarnya sel yang berkurang.
Di samping itu, pada penderita
obesitas juga menjadi resisten terhadap hormon insulin, sehingga kadar insulin
di dalam peredaran darah di dalam peredaran darah akan meningkat. Insulin
berfungsi menurunkan lipolisis dan meningkatkan pembentukan jaringan lemak.(1)
2.6.5
Komplikasi
Berikut daftar komplikasi obesitas masa anak yang
dilaporkan:
1.
Kardiovaskuler
2.
Tekanan darah naik
a.
Kolesterol total
naik
b.
Trigliserid serum
naik
c.
LDL (low density lipoprotein) naik
d.
VLDL (very low density lipoprotein) turun
3.
Hiperinsulinisme
4.
Kolelitiasis
5.
Penyakit Blount dan
epifisis kaput femoris terlepas
6.
Pseudotumor serebri
7.
Paru-paru
a)
Sindrom Pickwickian
b)
Kelainan uji fungsi
paru(9)
2.6.6
Pencegahan
1.
Pemberian ASI (bayi yang diberi ASI jarang yang menjadi
obesitas, karena mempunyai mekanis tersendiri dalam mengontrol berat badan bayi
2.
Pengenalan aktivitas pada usia dini
3.
Jadikan kegiatan menonton tv sebagai aktivitas selingan
saja(9)
2.6.7
Tatalaksana
Tatalaksana obesitas bisa jadi sangat menantang dan
sangat baik jika dapat dicapai menggunakan pendekatan dengan berbagai cara
untuk mengubah gaya hidup. Pada orang dewasa, penurunan berat badan jangka
panjang sangat jarang terjadi walaupun banyak sekali tersedia berbagai macam
program diet, produk komersial, dan obat-obatan. Terapi dengan pendekatan
secara kognitif-tingkah laku untuk meningkatkan motivasi merupakan salah satu
cara yang menjanjikan.
Kombinasi dari saran tentang nutrisi, berolahraga, dan
pendekatan secara tingkah laku kognitif bekerja dengan baik. Operasi bariatris
dapat dilakukan untuk penurunan berat badan pada orang dewasa. Masih belum
jelas apakah nantinya pasien-pasien yang melakukan operasi ini dapat
mempertahankan berat badan yang ideal secara permanen, dan keselamatan jangka
panjang juga belum dapat dipastikan.
Sangat penting untuk memulai rekomendasi dengan jelas
tentang pemasukan kalori bagi anak-anak obesitas. Bekerja sama dengan ahli diet
dapat juga membantu. Makanan yang dikonsumsi harus berdasarkan buah-buahan,
sayur-sayuran, makanan yang mengandung banyak serat, daging yang mengandung
sedikit lemak, ikan, dan ayam. Makanan cepat saji harus dipilih berdasarkan
banyaknya nurisi, dan harus memerhatikan kalori yang dikandung dan lemak. Makanan
yang mempunyai kalori yang berlebihan dan nutrisi yang rendah harus diberikan
secara jarang. Karena banyak anak-anak obesitas mengkonsumsi kalori lebih
banyak daripada yang mereka butuhkan, sangat tidak mungkin untuk mengurangi
konsumsi dari kalori sehari-hari yang seharusnya dikonsumsi. Melainkan,
pendekatan secara perlahan-lahan direkomendasikan. Anak yang berumur 10 tahun
yang membutuhkan 2000 kkal/hari dan mengkonsumsi 3500 kkal/hari dapat
mengurangi konsumsi 280 kkal setiap harinya dengan tidak mengkonsumsi 2 kaleng
minimal yang tinggi karbohidrat dan menggantinya dengan minum air putih.
Meskipun perubahan pada pola makan ini tidak langsung berpengaruh terhadap
penuruna berat badan, tapi dapat berpengaruh terhadap berkurangnya berat badan
yang diperoleh. Jika perubahan ini berhasil dilakukan, anak-anak tersebut dapat
membuat perubahan yang lainnya, seperti mengurangi konsumsi makanan ringan,
yang dapat mengurangi pemasukan 300 kkal.
Diet untuk mengurangi berat badan di orang dewasa secara
umum tidak memungkinkan untuk terjadinya penurunan berat badan. Oleh karena
itu, fokusnya adalah kepada perubahan yang dapat dipertahankan selama hidup.
Memerhatikan pola makan juga sangat membantu. Keluarga harus diberikan motivasi
untuk menjadwalkan makan keluarga, seperti sarapan. Sangat tidak mungkin bagi
seorang anak mengubah asupan nutrisinya dan pola makannya jika keluarga yang
lain tidak mengubah hal yang sama. Kebutuhan yang berhubungan dengan makanan
juga harus diubah sesuai dengan perkembangan, sebagaimana remaja membutuhkan
kalori yang banyak selama pertumbuhan, dan dewasa yang menjalani hidup yang
tidak aktif membutuhkan kalori yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang
aktif dan anak-anak yang sedang bertumbuh.
Strategi psikologis juga sangat membantu. Diet “lampu
merah” mengelompokkan makanan menjadi yang dapat dikonsumsi tanpa batasan
(hijau), yang perlu dibatasi (kuning), atau yang dapat dikonsumsi tidak sering
(merah). Kategori yang konkrit juga sangat membantu keluarga dan anak-anak.
Pendekatan ini dapat diadaptasikan ke berbagai kelompok masyarakat atau masakan
lokal. Wawancara motivasional, sebuah strategi yang terbukti menurunkan
penggunaan tembakau dan zat kimia, terlihat menjanjikan untuk membantu pasien
mengubah pola nutrisinya. Pendekatan ini dimulai dengan melihat kesiapan pasien
untuk membuat perubahan tingkah laku. Kemudian pasien akan dibantu menyusun
strategi untuk langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan dari pemasukan nutrisi
yang sehat. Metode ini mengguanakn seorang pakar sebagai pelatih, untuk
membantu anak-anak dan orangtua nya mencapai tujuan. Pendekatan yang lainnya
termasuk peraturan di dalam keluarga tentang dimana makanan harus dikonsumsi-
misalnya “tidak di dalam kamar.”
Sangat susah untuk mencapai penurunan berat badan dengan
hanya meningkatkan aktivitas fisik. Meskipun demikian, fitness yang dilakukan
sering akan meningkatkan kesehatan kardiovaskular tanpa penurunan berat badan.
Jadi, dengan melakukan aktivtas dapat menurunkan risiko untuk terjadinya
penyakit kardiovaskular, meningkatkan kesehatan, dan berkontribusi terhadap
penurunan berat badan. Meningkatkan aktivitas fisik dapat dilakuakn seperti
berjalan ke sekolah, melakukan aktivitas fisik selama waktu senggang bersama
keluarga dan teman, atau masuk ke klub olahraga. Anak-anak akan lebih aktif
jika orangtua nya juga aktif. Seperti halnya dengan rekomendasi untuk melakukan
makan keluarga, aktivitas fisik bersama keluarga juga direkomendasikan.
Melakukan kegiatan yang aktif dapat mengganti aktivitas
yang hanya duduk-duduk saja. American
Academy of Pediatrics merekomendasikan menonton tv harus dibatasi tidak
boleh dari 2 jam/hari untuk anak-anak diatas 2 tahun dan anak dibawah 2 tahun
tidak menonton telivisi sama sekali. Menonton televisi biasanya dilakukan
sambil makan, dan makanan yang mengandung banyak kalori biasanya diiklankan
selama program televisi yang berhubungan dengan anak-anak.
Dokter anak harus membantu keluarga untuk memenuhi tujuan
untuk mengubah pemasukan nutrisi dan aktivitas fisik. Mereka juga dapat
menyediakan berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh keluarga dan
anak-anak. Keluarga tidak boleh berharap penurunan persentil IMT yang drastic
karena perubahan pola tetapi keluarga dapat menghitung kenaikan dari penurunan
rata-rata dari persentil IMT sampai stabil, diikuti dengan penurunan persentil
IMT.(8)
2.7
Malnutrisi
2.7.1
Definisi
Malnutrisi
adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi
dapat juga disebut keadaaan yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan
di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan
terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu,
kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya
malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik.(9)
2.7.2
Etiologi
Malnutrisi pada
anak dapat merupakan kelanjutan keadaan kurang gizi yang dimulai pada masa
bayi, atau dapat timbul dari faktor-faktor yang menjadi berlaku selama masa
anak. Pada umumnya penyebabnya adalah sama seperti malnutrisi pada bayi.
Masalahnya mungkin kompleks. Kebiasaan diet yang jelek dapat disertai dengan
keadaan higenik yang pada umumnya jelek, disertai dengan keadaan kronik, makan
yang rewel dari anggota keluarga yang lain, atau disertai dengan gangguan
hubungan orang tua-anak.
Kebiasaan yang
jelek pada anak di bawah umur 5 tahun atau 6 tahun dapat dilacak secara
langsung pada faktor orang tua, perhatian yang berlebihan darinya mengenai
kuantitas dan kualitas diet merupakan faktor yang sering ditemuakan. Pada anak
dari semua umur, tidur yang tidak cukup dan terlalu banyak kegembiraan
emosional, seperti yang diakibatkan oleh menonton televisi , merupakan faktor
penting. Anak umur sekolah mengembangkan kebiasaan makan tidak teratur atau
tidak tepat, terutama pada makan pagi dan makan siang, karena tidak diberi
waktu cukup atau karena waktu makan mungkin tidak cukup. Beberapa anak usia 5-8
tahun makn sedikit akrena takut gemuk.
Anak ini berespon dengan mudah pada nasehat dan penjelasan diet, yang
berbeda dengan anak anoreksia nervosa. Makan antara waktu makan, terutama masalah
seperti manisan (candy) dan makanan
kecil (snack) biasanya mengurangi
nafsu makan saat makan.
Malnutrisi adalah
penyebab utama morbiditas dan mortalitas serta faktor yang mempengaruhi
penyakit lainnya. Kekurangan kalori dalam uterus menyebabkan terjadinya bebrapa
kelainan SGA. Malnutrisi protein , kalori, dan nutrisi mikro berturut-turut
menyebabkan 50% anak menderita kerdil sedang sampai berat, bersamaan dengan
kurangnya perkembangan kognitif. Kerentanan terhadap penyakit menular
meningkat. Infeksi akut dan kronik sering menjadi penyebab kematian anak.
Anoreksia dan ketidakmampuan perawatan tersier menyebabkan resusitasi gizi
sukar atau tidak mungkin.
Di samping tidak
tersedianya makanan dan gangguan parasit kronis, malnutrisi kadang-kadang
akibat dari praktek budaya makan. Menggunakan makanan dengan protein dan
kandungan kalori rendah seperti makanan sapihan, pengubahan pola makan bayi
dari ASI yang terlalu cepat (sering kali karena kepercayaan bahwa bayi tidak
boleh disusui jika ibunya sedang hamil), dan kegagalan untuk memulai atau
penghenti dini ASI adalah penyebab umum malnutrisi primer. Pendidikan wanita ,
keluarga berencana, dan jarak kelahiran adalah beberapa di antara strategi
paling efektif mencegah malnutrisi.
Etiologi malnutrisi dapat bersifat primer maupun
sekunder. Adapun malnutrisi bersifat primer, yaitu apabila kebutuhan individu yang
sehat akan protein ,energi atau keduanya,tidak dipenuhi oleh makanan yang
adekuat. Pada malnutrisi
protein energi primer, kekurangan kalori umumnya dikaitkan dengan
keadaan-keadaan perang,kekacauan sosial, ketidaktahuan, kemiskinan, penyakit infeksi,dan
ketidak seimbangan distribusi makanan. Dengan demikian gangguan sosial ekonomi
dapat dianggap sebagai penyebab paling global kelaparan pada anak di sertai
efeknya yang buruk pada pertumbuhan dan perkembangn anak.
Malnutrisi bersifat sekunder ,yaitu akibat adanya
penyakit yang dapat menyebabkan asupan suboptimal,gangguan penyerapan
atau pemakaian nutrien,dan
atau peningkatan kebutuhan karena terjadi kehilangan nutrien atau keadaaan stres. Malnutrisi
protein-energi merupakan penyakit gizi terpenting di negara sedang berkembang dan
salah satu penyebab utama mordibilitas dan mortalitas pada masa kanak-kanak di dunia.(9)
2.7.3
Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami
gizi buruk dan data susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi
buruk sebesar 8.8%.(10)
2.7.4
Manifestasi Klinik
Malnutrisi tidak selalu menyebabkan kurang berat.
Kelelahan, lemah, gelisah, dan iritabilitas merupakan manifestasi yang sering
ada. Kegelisahan dan overaktifitas sering kali disalah artikan oleh orang tua
sebagai bukti kurang lelah. Anoreksia, gangguan digestive yang dengan mudah
terimbas, dan konstipasi merupakan keluhan yang sering ada, dan bahkan pada
anak yang lebih tua ditemukan diare tinja mukoid tipe kelaparan. Anak kurang
gizi sering mendapat masa perhatian terbatas dan kurang perhatian di sekolah.
Mereka bertambah rentan terhadap infeksi. Perkembangan otot tidak cukup dan
kendor menghasilkan sikap lelah, dengan bahu bundar, dada pipih, dan perut
buncit. Anak demikian sering tampak lelah, muka pucat, corak kulit “keruh”, dan
mata tidak berkilau. Anemia hipokromik sering ada. Pada kasus yang lama,
mungkin ada perkembangan epifise yang tertunda, gigi tidak teratur dan pubertas
terlambat.
Evaluasi
harus selalu memasukkan riwayat tentang kebiasaan diet yang teliti, kurang
penyesuaian diri psikososial, higene fisik dan penyakit, disamping pemeriksaan
fisik menyeluruh. Pemeriksaan laboraturium biasanya tidak diperlukan.(9)
2.7.5
Patofisiologi
2.7.6
Pengobatan
Pengobatan perseorangan
ditujukan pada perbaikan gangguan psikologik dan fisik yang mendasari. Diet
yang cukup dan sesuai harus diuraikan, konsentrat vitamin dapat ditambahkan dan
dilanjutkan sampai masukan diet telah menjadi cukup. Bila anoreksia yang
merupakan masalah, pokok-pokok diet yang penting harus diberikan dalam bentuk
sepenuh mungkin, dan kandungan lemak harus rendah. Makanan kecil antara waktu
makan tidak perlu dilarang jika makanan tersebut tidak menganggu nafsu makan saat
makan berikutnya, susu dan makanan yang mengandung banyak gula jangan diberikan
pada saat tersebut. Buah atau sari buah adalah pilihan yang tepat untuk
diberikan diantara dua waktu makan. Pendiidkan bagi seluruh keluarga mengenai
kebiasaan makan mungkin perlu.(9)
2.7.7
Pencegahan
2.8
Penyakit Blount
2.8.1
Definisi
Penyakit Blount (blount
disease) adalah gangguan yang jarang terjadi ditandai dengan kelainan
pertumbuhan sisi media epifisis tibia proksimal, mengakibatkan angulasi varus
progresif di bawah lutut.(8)
2.8.2
Etiologi
Saat ini, etiologi
dari Blount disease masih belum
diketahui dan mungkin multifaktorial. Faktor genetik, humoral, biomekanik, dan
lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisis. Manifestasi
klinis dari kedua bentuk Blount disease
menunjukkan adanya alterasi dari pertumbuhan dan perkembangan normal dari
anak-anak yang memiliki predisposisi secara genetik melalui cara yang berbeda
namun terkait.
Beberapa penelitian
mencatat adanya riwayat keluarga yang positif pada individu dengan Blount disease. Sevastikoglou dan
Eriksson melaporkan temuan empat individu dengan tibia vara dalam satu
keluarga, dimana dua diantaranya adalah kembar identik. Schoenecker, dkk juga
menemukan adanya riwayat keluarga dengan tibia vara pada 14 dari 33 pasien.
Namun begitu, bukti jelas keterkaitan genetik pada Blount disease belum ditemukan.
Salah satu faktor
perkembangan yang berkontribusi pada terjadinya Blount disease adalah biomekanikal yang berlebihan pada fisis tibia
proksimal akibat varus stasik dan berat badan berlebih. Selain itu, berjalan
terlalu dini (kurang dari 1 tahun) juga berimplikasi pada terjadinya Blount disease infantile type. Meskipun proses yang sama mungkin berimplikasi pada
terjadinya Blount disease adolescence type, namun pada tipe ini
tidak harus diawali dengan varus statik. Variasi pola jalan dinamis akibat
melebarnya lingkar panggul atau paha berimplikasi utama terhadap terjadinya Blount disease adolescence type.(11)
2.8.3
Patofisiologi
Patogenesis dari kelainan tibia proksimal berkaitan
dengan kompresi yang berlebihan sehingga menyebabkan inihibisi pertumbuhan,
seperti yang dijelaskan oleh Prinsip HeuterVolkmann. Tekanan yang berlebih pada
bagian medial dari epifisis kartilago tibia proksimal menyebabkan gangguan
struktur dan fungsi kondrosit, serta menghambat osifikasi dari epifisis.
Obesitas menyebabkan peningkatan kompresi terutama di bagian medial sendi lutut
pada anak dengan genu varum. Dengan menggunakan elemen analisis, Cook, dkk
menghitung beban pada lempeng pertumbuhan tibia proksimal selama posisi berdiri
pada satu kaki, dan mencatat bahwa, pada anak berusia 5 tahun dengan obesitas,
kekuatan kompresi pada angulasi varus 10° melebihi kekuatan yang diperlukan
untuk menghambat pertumbuhan. Diez, dkk meneliti hubungan antara berat tubuh
dengan deformitas angular pada anak berusia 15 tahun dengan Blount disease.
Mereka menemukan korelasi yang signifikan antara berat badan dengan sudut
tibiofemoral (r=0.75) dan mencatat hubungan yang kuat antara berat badan dengan
deformitas varus pada sembilan anak dengan obesitas yang diperiksa secara
terpisah.(11,12)
Menggunakan analisis gaya berjalan (gait), Gushue, dkk
mempelajari efek obesitas pada masa kanak-kanak dengan biomekanika sendi lutut
tiga dimensi. Dibandingkan dengan anak dengan berat badan normal, anak-anak
dengan berat badan berlebih menunjukkan puncak abduksi lutut interna, selama
awal posisi berdiri, yang lebih tinggi. Sabharwal, dkk melaporkan hubungan
linear antara besarnya obesitas dengan deformitas radiografis biplanar pada
anak dengan Blount disease onset awal dan pada pasien dengan body mass index
(BMI) > 40 kg/m tanpa memandang usia terjadinya Blount disease. Meskipun
memiliki BMI lebih rendah, anak dengan Blount disease onset awal memiliki
kelainan varus dan prokurvatum dari tibia proksimal yang lebih berat daripada
remaja dengan Blount disease. Wenger, dkk mengemukakan bahwa lempeng
pertumbuhan tibia proksimal merespon secara berbeda pada berbagai stadium
maturitas tulang, dengan peningkatan kelenturan pada epifisis yang belum terosifikasi
pada pasien yang lebih muda menyebabkan inhibisi pertumbuhan lebih daripada
remaja.(11,12)
Davids dkk, meneliti deviasi gaya berjalan dan
hubungannya dengan meningkatnya lingkar panggul/ paha pada obesitas remaja.
Anak obesitas dengan paha yang besar memiliki kesulitan dalam melakukan adduksi
pinggul secara adekuat, dan hal ini berakibat pada “fatthigh gait” dengan posisi
varus pada lutut, sehingga meningkatkan tekanan pada bagian medial fisis tibia
proksimal. Konsep ini mendukung penelitian bahwa kelainan varus yang telah ada
sebelumnya tidak diperlukan untuk menginisiasi perubahan patologis pada pasien
dengan Blount disease onset lanjut.(11,12)
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa obesitas
remaja menurunkan isi mineral tulang hingga pada tingkat yang dapat diprediksi
dengan dasar berat badan. Penelitian biokimia yang dilakukan Giwa, dkk pada
anak dengan Blount disease mengungkapkan adanya hipokalsemia dan hipofosfatemia
ringan, serta peningkatan aktivitas alkaline fosfatase (seperti yang terjadi
pada ricketsia). Selain itu, serum cooper dan zinc juga menurun 32% dan 48%
dibawah rata-rata subjek kontrol. Faktor-faktor tersebut selanjutnya memberikan
predisposisi anak-anak obesitas dengan Blount disease untuk menderita kelainan
progresif dengan bertambahnya berat badan.(11,12)
2.8.4
Diagnosis
Diagnosis penyakit blount
ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit (anamnesis, pemeriksaaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, terutama radiografi). Diagnosis diferensial untuk
penyakit blount adalah:
1.
Genu varum
fisiologis. Biasanya kondisi ini hilang dengan sendirinya. Ditandai dengan
kelengkungan ringan dari femur dan tibia yang pada umumnya membaik pada usia
18-24 bulan.
2.
Genu varum
kongenital. Angulasi dapat terjadi pada bagian tengah tibia dengan femur distal
dan tibia proksimal tampak normal.
3.
Osteomielitis.
Gangguang lempeng pertemuan sekunder dari infeksi.
4.
Deformitas
traumatik. Adanya riwayat trauma yang mencederai lempeng pertumbuhan dari tibia
proksimal.(12)
2.8.5
Tatalaksana
1.
Pengobatan non operatif
Pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, pengobatan
orthotic dapat digunakan ketika deformitas meningkat atau jika anak tersebut
memiliki sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar 11o. Jika kelainan
tersebut menetap atau meningkat menjadi stadium III atau IV dengan pengobatan
brace siang hari, maka osteotomi perlu dilakukan. Jika memungkinkan lebih baik
untuk melakukan osteotomi sebelum anak berusia 4 tahun untuk mencegah
kekambuhan
2.
Pengobatan operatif
Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling
sering digunakan. Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong untuk
memperpendek, memperpanjang, atau mengubah keselarasan .
Pemilihan penatalaksana lainnya untuk Blount
Disease meliputi observasi dengan pemeriksaan klinis dan rediografi berulang,
orthosis, dan berbagai tindakan bedah, seperti realigment osteotomy, lateral
hemiepiphyseodesis, dan guided growth di sekitar lutut, distraksi fisis tibia
proksimal asimetris bertahap, reseksi physeal bar, dan elevasi tibial plateau.(13)
2.9
Hubungan antara pola hidup dengan obesitas
Tidak
ada keraguan tentang hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas. Prevalensi
obesitas terhadap subjek yang sedikit pun tidak ada latihan fisik dua kali
lipat dibandingkan dengan mereka yang melakukan. Hubungan antara aktivitas
fisik dan obesitas menjadi lebih jelas pada prevalensi perilaku tidak aktif
dibandingkan dengan kegiatan waktu luang yang diisi dengan kegiatan lebih
aktif. Kenaikan yang jelas diamati pada prevalensi obesitas pada subjek yang
menghabiskan waktu berjam-jam dengan menonton televisi. Dalam penelitian
banyaknya jam menonton televisi merupakan faktor yang terkait dengan
nilai-nilai IMT yang lebih tinggi. Hal ini dianalogikan juga terhadap aktivitas
tidak aktif lainnya seperti bermain video game atau internet.
Pola
makan yang tidak baik juga dapat meningkatkan resiko obesitas seperti konsumsi
alkohol dan makanan berkalori tinggi. Peningkatan konsumsi makanan dengan
kandungan kalori yang lebih tinggi seperti dalam makanan 'fast food' dan
"convenience meals" dapat memprovokasi perubahan dalamkontrol nafsu
makan. Kombinasi perubahan makan dan peningkatan perilaku menetap (tidak aktif)
dari berbagai jenis telah memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan
prevalensi overweight dan obesitas.(14)
2.10 Edukasi yang Harus Diberikan pada
Orang Tua Inneke
1.
Pola Asuh
Pada orang tua sebaiknya menyediakan kudapan yang lebih sehat, misalnya
buah-buahan segar maupun jus buah ketika mendampingi anak menonton siaran
televise. Selain itu, batasilah durasi menonton tayangan televise. Doronglah
mereka untuk lebih banyak bermain dengan teman-teman sebayanya daripada
menghabiskan waktu berjam-jam di depan televise. Langkah ini akan menunjang
kesehatan tubuh mereka.
Selain itu, jangan pernah meletakkan televisi maupun unit computer di dalam
kamar anak karena orang tua akan kesulitan mengontrol waktu dan jenis tayangan
yang ditonton oleh anak. Letakkanlah televisi dan unit computer di ruang
keluarga agar kita mudah mengawasi dan membatasi alokasi waktu anak menonton
televisi maupun bermain game di komputer. Jangan ragu untuk mematikan saluran
televise manakala kita menilai anak terlalu lama menonton televisi. Sebaiknya,
para orang tua perlu membuat jadwal menonton televisi yang ditaati oleh anak.
Langkah ini untuk membatasi alokasi waktu dan jenis siaran yang layak untuk
ditonton.
2.
Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2
- 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7
tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas
dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas
7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan
sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
3.
Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai
dengan RDA, hal ini karena anak masih
mengalami pertumbuhan dan perkembangan.5 Intervensi diet harus
disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet
seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang
pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit
penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet
).
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :
a.
Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan
pertumbuhan normal.
b.
Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak
20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein
15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari.
c.
Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun
dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per
hari.
4.
Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang
diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan
umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang
menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam.
Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
Tabel Jenis kegiatan dan jumlah
kalori yang dibutuhkan
Jenis kegiatan
|
Kalori yang digunakan/jam
|
Jalan kaki 3 km/jam
Jalan kaki 6 km/jam
Joging 8 km/jam
Lari 12 km/jam
Tenis tunggal
Tenis ganda
Golf
Berenang
Bersepeda
|
150
300
480
600
360
240
180
350
660
|
5.
Mengubah pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai
komponen intervensi, dengan cara:
a.
Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan
dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.
b.
Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan
dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk
makan.
c.
Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan
jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
d.
Memberikan penghargaan dan hukuman.
e.
Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori
tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
6.
Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk
ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program
diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.(15)
2.11 Aktivitas Fisik yang Baik bagi
Anak?
1.
Olahraga atau Latihan fisik
Olahraga atau latihan fisik yang teratur diperlukan untuk
perkembangan motorik serta pertumbuhan otot-otot tubuh diperlukan stimulasi
yang terarah dengan bermain. Anak perlu diperkenalkan dengan olahraga sedini
mungkin karena dengan olahraga tidak hanya membentuk fisik anak tetapi juga
mentalnya agar anak tumbuh dengan baik. Olahraga yang baik bagi anak juga harus
mempunyai nilai bermain.(1)
Anak-anak dan
dewasa harus melakukan aktivitas fisik 60 menit (1 jam) setiap harinya. Sesuai
dengan rekomendasi dari Physical Activity
Guidelines for Americans, ada tiga aktivitas fisik yang dapat dilakukan anak-anak
dan dewasa:
a.
Aktivitas Aerobik
Aktivitas
aerobik harus dilakukan paling tidak 60 menit atau lebih dari aktivitas fisik
yang dilakukan anak setiap harinya. Aktivitas ini bisa merupakan aerobik yang
berintensitas sedang seperti jalan cepat atau yang berintensitas berat seperti
lari. Paling tidak melakukan aerobik berintensitas tinggi 3 kali per minggu.
b.
Penguat otot
Lakukan
aktivitas gymnastik minimal 3 kali perminggu di 60 menit aktivitas fisik yang
dilakukan anak.
c.
Penguat tulang
Untuk
menguatkan tulang bisa melakukan lompat tali atau lari minimal 3 kali per hari.(16)
2.
Bermain
Bermain penting untuk perkembangan anak. Bermain bagi anak
tidak sekedar hanya mengisi waktu luang anak saja. Melalui bermain, anak
belajar mengendalikan emosi dan mengkoordinasikan otot-ototnya, melibatkan
perasaan, emosi dan pemikirannya. Apabila bermain dilakukan bersama orang tua,
maka dapat mengakrabkan hubungan anak dan orangtua dan dapat mendeteksi dini
jika terjadi gangguan perkembangan pada anak.
Bermain harus dilakukan dengan seimbang antara bermain
pasif dan bermain aktif.
a.
Bermain aktif ialah bermain di mana anak berperan langsung
dalam permainan. Contohnya bermain drama menggunakan boneka, menyusun
balok-balok.
b.
Bermain pasif biasa disebut hiburan, di mana peran yang
dimainkan anak lebih pasif. Contohnya: menonton televisi, bermain video game.
Bermain pasif hendaknya dilakukan tidak lebih dari 2 jam perharinya.(1)
2.12 Jalur Penyimpanan Energi pada
Tubuh
Tubuh memperoleh sumber energi dari makanan
yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat diserap oleh tubuh
dalam bentuk glukosa. Glukosa tersebut akan digunakan oleh semua jaringan tubuh
sebagai sumber energi. Kelebihan glukosa akan disimpan dalam bentuk glikogen di
hati dan otot. Proses perubahan glukosa menjadi glikogen disebut glikogenesis.
Oleh karena tempat penyimpanan glikogen di otot dan hati terbatas, sisa
kelebihan glukosa tersebut akan diubah menjadi lemak melalui proses lipogenesis
dan disimpan di jaringan adiposa.
Lemak diserap oleh tubuh dalam bentuk gliserol
dan asam lemak. Gliserol dapat langsung digunakan oleh jaringan tubuh. Asam
lemak selain dapat digunakan sebagai sumber energi, juga dapat disimpan sebagai
lemak (trigliserida) di jaringan adipose. Tetapi, energi yang terkandung
didalam lemak sangat sulit untuk digunakan dan metabolisme lemak lebih lambat
dibandingkan karbohidrat.
Protein digunakan oleh tubuh dalam bentuk asam
amino. Kebanyakan asam amino digunaan untuk sintesis protein. Tetapi, jika
kadar glukosa dalam tubuh menurun, asam amino dapat diubah menjadi glukosa
melalui proses glukoneogenesis dan digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh.(17)
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Obesitas yang dialami oleh anak perempuan tersebut
disebabkan karena ketidakseimbangan energi yang di pengaruhi oleh pola hidup
yang kurang baik sehingga mengakibatkan tungkai bawah tampak seperti “O”.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjiningsih.
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 2012.
2. Beck ME. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan
dengan Penyakit-Penyakit untuk Dokter dan Perawat. Yogyakarta: Yayasan Essentia
Medical; 2000.
3. Supariasa I. Penilaian Status Gizi.
Jakarta: EGC; 2001.
4. WHO. BMI-for-age (5-19 years)
[Internet]. 2007 [cited 2014 Sep 27]. Available from:
http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/
5. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2009.
6. Merawati D, Kinanti RG. Perilaku Makan
pada Siswa Obesitas. J Iptek Olahraga. 2005;7(3):182–92.
7. Guyton, Hall AC. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2008.
8. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JS, Schor
NF, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2011.
9. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan
Anak Nelson. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.
10. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan
Masyarakat; 2008.
11. Sabharwal S. Blount Disease. J Bone Jt
Surg. 2009;91(7):1758–76.
12. Taksande A, Kumar A, Vilhekar K,
Chaurasiya S. Chaurasiya S. Infantile Blount disease: A Case Report. Malays Fam
Physician. 2009;4(1):30–2.
13. Morrissy RT, Weinstein SL. Lovell and
Winter’s Pediattric Orthopaedics. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2006.
14. Martin R, Ruiz N, Nieto M, Jimenez E.
Life-style Factors Associated with Overweight and Obesity Among Spanish Adults.
Nutr Hosp. 2009;24(2):144–51.
15. Kiess W, Marcus C, Wabitsch M. Obesity in
Childhood and Adolescence. Basel: Karger AG; 2004.
16. Physical Activity for Everyone:
Guidelines: Children | DNPAO | CDC [Internet]. [cited 2014 Sep 24]. Available
from: http://www.cdc.gov/physicalactivity/everyone/guidelines/children.html
17. Silverhorn DU. Human Physiology: An
Integrated Approach. 6th ed. New York: Pearson; 2013.
0 comments Blogger 0 Facebook
Post a Comment