BAB I
PENDAHULUAN
Pemicu 1
Seorang bayi
perempuan, berusia 2 hari di bawa oleh ibunya ke rumah sakit karena lahir
dengan bibir sumbing. Bayi lahir pervaginam ditolong bidan desa pada usia
kehamilan 38 minggu. Berat lahir 3,200 gram, panjang lahir 49 cm. Ibu khawatir
karena bayinya tidak pandai menyusu dan sering tersedak saat minum. Berat badan
bayi turun menjadi 2,800 gram. Ibu juga merasa malu dan bersalah karena anaknya
cacat karena saat hamil pernah minum jamu.
1.
Klarifikasi dan Definisi
·
Bibir sumbing : defek lateral yang memanjang dari bibir
bagian atas
sampai
ke lubang hidung(1)
·
Pervaginam : melahirkan melalui vagina(1)
2.
Kata Kunci
·
Bayi perempuan usia
2 hari
·
Bibir sumbing
·
Tidak pandai
menyusu
·
Sering tersedak
·
Minum jamu
·
Berat badan turun
·
Panjang dan berat
lahir normal
3.
Rumusan Masalah
Bayi mengalami penurunan berat badan akibat kurangnya
nutrisi karena bayi tidak dapat menyusu akibat bibir sumbing yang dialaminya
dengan riwayat ibu mengkonsumsi jamu saat hamil.
4.
Analisis Masalah
|
|||||
|
|||||
|
|
|
5.
Hipotesis
Cacat bawaan pada bayi perempuan disebabkan karena
paparan zat teratogen pada masa intrauteri sehingga diperlukan tindakan khusus
untuk memperbaiki asupan nutrisi salah satunya dengan memberikan dot khusus.
6.
Pertanyaan Diskusi
1.
Bagaimana tahap-tahan embriogenesis?
2.
Bagaimana tahap-tahap organogenesis?
3.
Bagaimana trimester kehamilan?
4.
Apa saja asupan gizi yang dibutuhkan pada saat kehamilan?
5.
Apa saja faktor yang memengaruhi perkembangan janin?
6.
Bagaimana kriteria bayi lahir normal?
7.
Apa pengertian dari kelainan kongenital?
8.
Apa saja faktor yang menyebabkan kelainan kongenital?
9.
Bagaimana
jenis-jenis kelainan kongenital?
10. Apa
saja zat teratogen dapat menyebabkan kelainan kongenital?
11. Bagaimana
cara deteksi dini/screening pada janin?
12. Bagaimana
proses adaptasi neonatal?
13. Apa
pengertian dari tumbuh kembang?
14. Apa
saja faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?
14. Bagaimana
etiologi dari bibir sumbing?
15. Bagaimana
patofisiologi dari bibir sumbing?
16. Bagaimana
klasifikasi dari bibir sumbing?
17. Bagaimana
cara diagnosis dari bibir sumbing?
18. Bagaimana
manifestasi klinis dari
bibir sumbing?
19. Bagaimana
tatalaksana dari bibir sumbing?
20. Apa
saja komplikasi yang dapat terjadi
pada bayi bibir sumbing?
15. Bagaimana
edukasi orang tua bayi bibir sumbing?
16. Bagaimana
hubungan antara bibir sumbing dengan riwayat ibu
mengonsumsi jamu?
17. Apa
yang menyebabkan turunnya berat badan pada bayi?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Tahap-tahap Embriogenesis
a.
Germinal Stage
Sewaktu pembuahan, spermatozoa harus menembus (1) korona
radiate, (2) zona pelusida, dan (3) membran sel oosit. Kemudian, setelah
spermatozoa memasuki oosit, maka:
1)
Oosit menuntaskan
pembelahan meiotic keduanya dan membentuk pronukleus wanita
2)
Zona pelusida
menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain
3)
Kepala sperma
terpisah dari ekornya, membengkak, dan membentuk pronukleus pria
Setelah kedua pronukleus
mereplikasi DNA mereka, kromosom ayah dan ibu saling bercampur, memisah secara
longitudinal dan menjalani pembelahan mitotic, menghasilkan stadium dua-sel.
Stadium dua-sel tercapai sekitar 30 jam setelah pembuahan. Sekitar 3 hari
setelah pembuahan, sel-sel mudigah kembali membelah untuk membentuk morula
16-sel.
Sewaktu morula masuk ke uterus,
mulailah terbentuk suatu rongga, dan terbentuk blastokista. Sel-sel di massa
sel dalam disebut embrioblas dan sel-sel di massa sel luar disebut trofoblas.
Blastokista terbentuk sekitar 4,5 hari setelah pembuahan. Pada hari keenam,
blastokista mulai menembus mukosa uterus.
Pada hari kedelapan
perkembangan, balstokista sudah setengah terbenam di dalam stroma endometrium.
Trofoblas berdiferensiasi menjadi dua lapisan: (1) lapisan dalam berupa sel
mononukleus, sitotrofoblas, dan (2) zona luar berinti banyak tanpa batas sel
yang jelas, sinsitiotrofoblas. Sel-sel di massa sel dalam atau embrioblas juga
berdiferensiasi menjadi dua lapisan; (1) lapisan sel kuboid kecil di samping
rongga blastokista yang dikenal sebagai lapisan hipoblas; dan (b) lapisan sel
silidnris tinggi di samping rongga amnion, lapisan epiblas.
Pada hari ke-9, terbentuk
lacuna di sinsitiotrofoblas. Fase perkembangan ini disebut sebagai stadium
lakunar. Sementara itu, di kutub abembrional, sel-sel gepeng yang berasal dari
hipoblas membentuk suatu membran tipis yang disebut membran eksoselom (Heuser).
Membran ini, bersama dengan hipoblas, membentuk lapisan rongga eksoselom atau
yolk sac primitif.
Pada hari ke-11 dan 12
perkembangan, blastokista telah terbenam seluruhnya di dalam stroma
endometrium. Secara bersamaan, sinusoid-sinusoid ibu terkikis oleh
sinsitiotrofoblas, darah ibu masuk ke jaringan lacuna dan membentuk sirkulasi
uteroplasenta. Sementara itu, sel-sel yang berasal dari sel-sel yolk sac akan
membentuk suatu jaringan ikat longgar halus, mesoderm ekstraembrional yang
mengisi semua ruang antara tropoblas di bagian eksternal dan amnion dan membran
eksoselom di bagian internal.
Pada hari ke-13, lacuna
trofoblas sudah terdapat, baik di kutub embrional maupun di kutub abembrional,
dan sirkulasi uteroplasenta telah dimulai. Sementara itu, hipoblas menghasilkan
sel-sel lain yang bermigrasi di sepanajng bagian dalam membran eksoselom.
Sel-sel ini berproliferasi dan secara bertahap membentuk suatu rongga baru di
dalam rongga eksoselom yang disebut yolk sac sekunder. Selama pembentukannya,
sebagian besar rongga eksoselom terlepas dan diwakili oleh kista eksoselom. Kemudian,
selom ekstraembrional meluas dan membentuk suatu rongga besar, rongga korion.
Satu-satunya tempat mesoderm ekstraembrional melintasi rongga korion adalah di
tangkai penghubung.(2)
b.
Embryonic Stage
Kejadian yang paling berkarakteristik yang terjadi di
minggu ketiga adalah gastrulasi, yang mana dimulai dengan kemunculan dari primitive streak, yang mana di bagian ujung
dari cephalic mempunyai primitive node.
Di bagian dari streak dan node, sel-sel epiblast mengarah ke dalam
(invaginasi) untuk membentuk lapisan-lapisan sel baru, endoderm dan mesoderm.
Sel-sel yang tidak bermigrasi melalui
streak tetapi tetap tinggal di epiblast akan membentuk ektoderm. Jadi,
epiblast lah yang membentuk 3 lapisan germinal di dalam embrio, ektoderm,
mesoderm, dan endoderm, dan ketiga lapisan inilah yang nantinya akan membentuk
jaringan dan organ-organ (Gambar 5.2 dan 5.3).
Sumber: Sadler, T.W. 2012.
Langman’s Medical Embriology.12th Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins
Sel-sel prenotochordal
terlipat ke dalam primitive pit lalu
berpindah ke depan sampai akhirnya mencapai prechordal plate. Kemudian mereka
masuk ke endoderm sebagai notochordal
plate (Gambar 5.3). Dengan perkembangan yang lebih lanjut, piringan
tersebut kemudia lepas dari endoderm,dan
sebuah cord yang padat, notochord terbentuk. Notochord membentuk garis tengah, yang
mana akan digunakan sebagai dasar dari skeleton axial (Gambar 5.3). Akhir
cephalic dan caudal dari embrio sudah dibuat sebelum primitive streak dibentuk.
Sel-sel
epiblast yang bergerak menuju node dan streak akan ditetapkan tergantung dengan
posisinya untuk menjadi tipe-tipe mesoderm dan endoderm tertentu.
Di akhir
dari minggu ke-tiga, tiga dasar lapisan germinal, yang mana terdiri dari
ektoderm, mesoderm, dan endoderm, ditempatkan di daerah kepala, dan prosesnya
akan berlanjut untuk memproduksi lapisan-lapisan germinal untuk bagian caudal
dari embrio sampai akhir dari minggu ke-empat. Diferensiasi jaringan dan organ
dimulai, dan ini terjadi di arah cephalocaudal
sebagaimana gastrulasi berlanjut.
Periode embrionik, yang mana berlangsung dari minggu
ke-tiga sampai minggu ke-delapan dari perkembangan, adalah periode dimana
masing-masing dari tiga lapisan germinal, ektoderm, mesoderm, dan endoderm,akan
membentuk jaringan dan sistem organ tersendiri. Sebagai hasil dari pembentukan
organ, fitur utama dari tubuh sudah dapat dilihat. (Tabel 6.4)
Lapisan ektoderm akan membentuk organ dan struktur yang
memelihara hubungan dengan dunia luar:
·
Sistem saraf pusat;
·
Sistem saraf
perifer;
·
Epithelium sensorik
dari telinga, hidung, dan mata;
·
Kulit, termasuk
rambut dan kuku; dan
·
Kelenjar pituitary, mammary, dan keringat dan enamel gigi.
Komponen penting dari lapisan
germinal mesoderm adalah paraxial plate,
intermediate plate, dan lateral plate
mesoderm. Paraxial mesoderm membentuk somitomeres, yang mana membentuk
mesenkim kepala dan diatur menjadi somite di occipital dan caudal.
Somite membentuk myotome (jaringan
otot), sclerotome (kartilago dan
tulang), dan dermatome (dermis dari
kulit), yang mana semuanya adalah jaringan pendukung dari tubuh. Sinyal-sinyal
untuk diferensiasi berasal dari struktur di sekitar, termasuk notochord, neural tube, dan epidermis.
Mesoderm juga membentuk sistem vascular (contoh., jantung, arteri,
vena, lymph vessels, dan semua darah
dan sel-sel getah bening). Mesoderm juga membentuk sistem urogenital: ginjal, gonad, dan duktus-duktusnya (kecuali kandung
kemih). Terakhir, limpa dan korteks dari suprarenal
glands merupakan derivatif dari mesoderm.
Lapisan germinal endoderm
mempersiapkan lapisan epitel dari gastrointestinal
tract, respiratory tract, dan urinary bladder. Mesoderm juga membentuk
parenkim dari tiroid, paratiroid, liver dan pankreas. Terkahir, lapisan epitel
dari tympanic cavity dan auditory tube berasal dari lapisan
germinal endoderm.
Sebagai hasil dari pembentukan
sistem organ dan pertumbuhan cepat dari sistem saraf pusat, embrio yang awal
berbentuk datar mulai untuk memanjang dan membentuk kepala dan bagian ekor
(berlipat) yang mana menyebabkan embrio melengkung menjadi posisi fetal. Embrio
juga membentuk dua lateral body wall
folds yang bertumbuh secara ventral dan dekat dengan ventral body wall. Sebagai hasil dari pertumbuhan dan lipatan,
amnion ditarik ke arah ventral dan embrio akan berada di dalam amniotic cavity (Gambar 6.17). Hubungan
dengan yolk sac dan plasenta adalah untuk mempertahanakn melalui duktus vitelline dan umbilical cord, secara berurutan.(2)
c.
Fetal Stage
Periode fetal dimulai minggu ke-sembilan setelah
fertilisasi (minggu ke-sebelas setelah LNMP (periode mentsruasi normal
terakhir)) dan berakhir pada saat melahirkan. Periode ini dikarakteristikan
dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan diferensiasi dari jaringan dan sistem
organ. Perubahan yang jelas di periode fetal adalah periode pertumbuhan kepala
yang relatif menurun dibandingkan dengan bagian tubuh yang lainnya. Pada minggu
ke-dua puluh pertama, lanugo dan
rambut kepala mulai tampak, dan kulit dilapisi dengan vernix caseosa. Kelopak mata tertutup selama kebanyakan dari
periode fetal tetapi mulai untuk terbuka kurang lebih pada minggu ke-26. Pada
saat ini, fetus biasanya dapat mengalami extrauterine
existence, disebabkan kebanyakan dari maturitas sistem respirasi. Sampai
kurang lebih minggu ke-30, fetus terlihat kemerahan dan keriput karena
menipisnya kulit dan relatif tidak adanya lemak subkutan. Lemak biasanya
berkembang dengan cepat selama minggu ke-enam sampai delapan terkahir, yang
dapat menyebabkan fetus terlihat lembut
dan chubby. Fetus pada masa ini tidak
mudah terkena pengaruh dari efek teratogen dari obat-obatan, virus, dan
radiasi, tapi agen-agen ini dapat mengganggu pertumbuhan dan fungsi
perkembangan normal, terutama otak dan mata. Pada masa ini, dokter dapat
menentukan apakah fetus mempunyai penyakit tertentu atau kelainan kongenital
dengan menggunakan berbagai cara seperti, amniocentesis,
CVS (Chorionic Villus Sampling), ultrasonography,
dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Diagnosis prenatal dapat dibuat sejak
permulaan sehingga terminasi kehamilan dapat dilakukan jika memang harus
dilakukan, contoh, ketika anomali parah terjadi yang tidak memungkinkan hidup
postnatal, seperti tidak adanya hampir seluruh bagian dari otak. Pada beberapa
kasus, tatalaksana dapat diberikan kepada fetus, contoh pemberian obat untuk membenarkan
cardiac arrhythmia atau thyroid disorder. Operasi juga dapat
mungkin dilakukan di beberapa anomali kongenital di utero (contoh jika fetus
yang mempunyai ureter yang tidak terbuka di kandung kemih). (Gambar 6-18).(2)
2.
Tahap-Tahap Organogenesis
Berikut ini adalah tahapan organogenesis1:
a.
Histogenesis
Tahap awal dari Organogenesis adalah
Histogenesis. Histogenesis adalah suatu proses diferensiasi dari sel yang
semula belum mempunyai fungsi menjadi sel yang mempunyai fungsi khusus. Dengan
kata lain, histogenesis adalah differensiasi kelompok sel menjadi jaringan,
organ, atau organ tambahan.
Setiap jaringan mengandung sekelompok sel yang
sama. Sel jaringan ini sudah merupakan sel khusus, kecuali sel epitel dan
jaringan ikat dipertimbangkan sebagai sel kurang khusus jika dibandingkan
dengan sel saraf atau otot. Bentuk umum dan struktur dari sel dimodifikasi
selama perkembangan sehingga setiap jaringan mengandung sel dengan fungsi
khusus. Ketiga lapisan benih akan mengalami spesialisasi selama periode ini dan
karena itu, setiap lapis benih menghasilkan sel yang fungsional pada jaringan
tempatnya berbeda.(3)
b.
Organogenesis
Organogenesis adalah proses pembentukan organ
tubuh atau alat tubuh, mulai dari bentuk primitif (embrio) hingga menjadi
bentuk definitif (fetus). Fetus memiliki bentuk yang spesifik bagi setiap
famili hewan. Artinya tiap bentuk fetus hewan memiliki ciri khas tersendiri
yang mencerminkan spesiesnya.
Organogensisi dimulai akhir minggu ke 3 dan
berakhir pada akhir minggu ke 8. Dengan berakhirnya organogenesis maka
ciri-ciri eksternal dan system organ utama sudah terbentuk yang selanjutnya
embryo disebut fetus. Organogenesis memiliki dua periode atau tahapan yaitu:
a.
Periode pertumbuhan antara
Pada periode ini terjadi transformasi dan diferensiasi bagian–bagian tubuh
embrio sehingga menjadi bentuk yang definitif, yang khas bagi suatu spesies.
b.
Periode Pertumbuhan akhir
Periode pertumbuhan akhir adalah periode penyelesaian bentuk definitif
menjadi suatu bentuk individu (pertumbuhan jenis kelamin, roman/wajah yang khas
bagi suatu individu). Namun pada aves, reptil dan mamalia batas antara periode
antara dan akhir tidak jelas.(3)
Sedangkan, organ yang dibentuk ini berasal dari
masing-masing lapisan dinding tubuh embrio (germinativum) pada fase gastrula.
Diferensiasi 3 lapisan germinativum, ektoderm, mesoderm, dan endoderm,
membentuk jaringan dan sistem organ masing-masing sebagai berikut:
a.
Ektoderm
Menghasilkan organ & struktur yang mempertahankan kontak dengan dunia
luar. Sistem saraf pusat, sistem saraf tepi, epitel sensorik telinga,
hidung;mata, kulit termasuk rambut dan kuku, hipofisis, kelenjar mamaria,
keringat serta email gigi.
b.
Mesoderm
Mesoderm akan menghasilkan somit, miotom (jaringan otot), sklerotom (tulang
rawan dan tulang), dan dermatom (jaringan subkutis kulit) yang semuanya adalah
jaringan penunjang tubuh. Pada sistem vaskular akan berkembang menjadi
jantung,arteri, vena, pembuluh limfe, dan semua sel darah. Pada sistem
urogenital akan berkembang menjadi ginjal, gonad. Mesoderm juga berkembang
menjadi limfa & korteks kelenjar suprarenal
c.
Endoderm
Endoderm akan menghasilkan lapisan epitel untuk bagian dalam saluran
pencernaan, pernapasan, kandung kemih, kavitas timpani dan tuba auditivia.
Selain itu endoderm juga berkembang menjadi parenkim tiroid, paratiroid, hati
dan pankreas.(2)
- Transformasi dan /Differensiasi
Pada akhir dari proses gastrulasi, lapisan benih telah
berdiferensiasi, tetapi belum dapat berfungsi. Sel masih tidak berfungsi sampai
pada proses diferensiasi khusus yang disebut histological differentiation atau cytodifferentiation. Hasil dari proses diferensiasi khusus ini
adalah terbentuknya protein baru dalam sel. Protein khusus ini memungkinkan sel
tertentu mampu berfungsi untuk hanya satu fungsi.(3)
3.
Trimester Kehamilan
a. Trimester
Pertama (Minggu 0 – 12)
·
Periode Germinal (Minggu 0 – 3)
- Pembuahan telur oleh sperma terjadi pada minggu ke-2 dari hari pertama menstruasi terakhir.
- Telur yang sudah dibuahi sperma bergerak dari tuba fallopi dan menempel ke dinding uterus (endometrium).
·
Periode Embrio (Minggu 3 – 8 )
- Sistem syaraf pusat, organ-organ utama dan struktur anatomi mulai terbentuk.
- Mata, mulut dan lidah terbentuk. Hati mulai memproduksi sel darah.
- Janin berubah dari blastosis menjadi embrio berukuran 1,3 cm dengan kepala yang besar
·
Periode Fetus (Minggu 9 – 12)
- Semua organ penting terus bertumbuh dengan cepat dan saling berkait.
- Aktivitas otak sangat tinggi.(4)
b.
Trimester kedua (Minggu 12 –24)
1.
Pada minggu ke-18 ultrasongrafi sudah bisa dilakukan
untuk mengecek kesempurnaan janin, posisi plasenta dan kemungkinan bayi kembar.
2.
Jaringan kuku, kulit dan rambut berkembang dan mengeras
pada minggu ke 20 – 21
3.
Indera penglihatan dan pendengaran janin mulai berfungsi.
Kelopak mata sudah dapat membuka dan menutup.
4.
Janin (fetus) mulai tampak sebagai sosok manusia
dengan panjang 30 cm.(4)
c.
Trimester ketiga (24 -40)
1.
Semua organ tumbuh sempurna
2.
Janin menunjukkan aktivitas motorik yang terkoordinasi
serta periode tidur dan bangun. Masa tidurnya jauh lebih lama dibandingkan masa
bangun.
3.
Paru-paru berkembang pesat menjadi sempurna.
4.
Pada bulan ke-9, janin mengambil posisi kepala di bawah,
siap untuk dilahirkan.
5.
Berat bayi lahir berkisar antara 3 -3,5 kg dengan panjang
50 cm.(4)
4.
Asupan Gizi Yang Dibutuhkan
Pada Saat Hamil1
Asupan
gizi yang dibutuhkan pada masa kehamilan pada dasarnya sama dengan asupan gizi
sehari-hari pada keadaan biasa. Akan tetapi, asupan yang dikonsumsi perhari
bertambah jumlahnya pada masa kehamilan.
·
Energi
Energi dibutuhkan untuk proses metabolisme, pertumbuhaa fisik janin dan
kebutuhan minimal aktivitaa fisik. Karena suhu di dalam rahim ibu 37 derajat
celsius, jadi energi tidak diperlukan untuk memelihara temperatur tubuh.
Kebutuhan energi pada janin menjelang kelahiran sebesar 96 kkal/kg BB/hari.
·
Protein
Protein diperlukan untuk proses sintesis menjadi protein jaringan. Pada
akhir kehamilan diperlukan kebutuhan protein sekitar 1,8 gram/kg BB/hari. WHO
menganjurkan intake protein untuk ibu hamil sekitar 1,01 g/kg berat badan/hari.
·
Vitamin dan mineral
Selama masa kehamilan, kebutuhan akan vitamin dan mineral juga meningkat.
Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi IV 1988 kebutuhan vitamin dan
mineral harus ditambah per harinya dengan jumlah:
Vitamin A 200 SI/hari
Tiamin 0,2 mg
Riboflavin 0,2 mg
Niasin 1,3 mg
Vitamin B12 0,3 mg
Asam folat 150 g
Vitamin C 10 mg
Kalsium 400 mg
Fosfor 200 mg
Besi 20 mg
Seng 5 mg
Iodium 25 mg
Pada
kehamilan, adanya kenaikan volume darah akan meningkatkan kebutuhan zat besi
(terbanyak) dan asam folat (lebih sedikit). Jumlah elemental Fe pada bayi baru
lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia
akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg.(5)
5.
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Janin
Faktor lingkungan prenatal yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir,
antara lain:
a.
Gizi ibu pada waktu
hamil
Gizi ibu yang
jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering
menghasilkan bayi BBLR/lahir mati, menyebabkan cacat bawaan, hambatan
pertumbuhan otak, anemia pada bayi baru lahir,bayi baru lahir mudah terkena
infeksi, abortus dan sebagainya.
b.
Mekanis
Trauma dan
cairan ketuban yang kurang, posisi janin dalam uterus dapat kelainan bawaan,
talipes, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis, atau kranio
tabes.
c.
Toksin/zat kimia
Zat-zat kimia
yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi antara lain obat anti kanker,
rokok, alkohol beserta logam berat lainnya. Zat-zat teratogen ini sangat rentan
pada masa organogenesis.
d.
Endokrin
Hormon-hormon
yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin, adalah somatotropin, tiroid,
insulin, hormon plasenta, peptida-peptida lainnya dengan aktivitas mirip
insulin. Apabila salah satu dari hormon tersebut mengalami defisiensi maka
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan susunan saraf
pusat sehingga terjadi retardasi mental, cacat bawaan dan lain-lain.
e.
Radiasi
Radiasi pada
janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janin,
kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya, sedangkan efek radiasi
pada orang laki-laki dapat menyebabkan cacat bawaan pada anaknya.
f.
Infeksi
Infeksi
intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Sedangkan infeksi lainnya yang juga dapat
menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, malaria, polio, influenza dan
lain-lain.
g.
Stres
Stres yang
dialami oleh ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin,
antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan dan lain-lain.
h.
Imunitas
Rhesus atau ABO
inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau
lahir mati.
i.
Anoksia embrio
Menurunnya
oksigenisasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat, menyebabkan
BBLR.(5)
6.
Kriteria Bayi Lahir Normal
Berikut ini adalah kriteria
bayi lahir normal, antara lain1:
·
Berat Badan normal
berkisar antara 2500-4000 gram
·
Panjang Badan
normal berkisar antara 45-54 cm
·
Lingkar Kepala
normal berkisar antara 33-37 cm
·
Lingkar dada normal
berkisar antara 31-35 cm
·
Kulit bayi baru
lahir terlihat kemerahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
·
Kuku agak panjang
dan lemas
·
Reflek hisap dan
menelan sudah terbentuk dengan baik
·
Reflek morrow atau
gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
·
Reflek graps atau
menggenggam sudah baik(6)
7.
Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan
kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.(2)
8.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelainan Kongenital
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali
sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara
bersamaan. Beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan
kongenital antara lain:
a.
Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan
besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara
kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula
diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu
langkah-langkah selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi
kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom
selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan
selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai
sindrom Down (mongolisme), kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma
Turner.
b.
Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan
intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan
deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu
sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh
deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes
equinus dan talipes equinovarus (club foot) .
c.
Infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam
trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ
tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan
kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai
contoh infeksi virus ialah:(7)
1)
Infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi
Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata
sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan.
2)
Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau
keempat), kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya
gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, retardasi
mental, mikrosefalus, atau mikroftalmia pada 5-10%.
3)
Infeksi virus toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah hidrosefalus, retardasi mental,
korioretinitis, mikrosefalus, atau mikroftalmia. Ibu yang menderita infeksi
toksoplasmosis berisiko 12% pada usia kehamilan 6-17 minggu dan 60% pada usia
kehamilan 17-18 minggu.
4)
Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil,
jika ditularkan kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan
berlangsung, bisa menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta
kematian bayi.
5)
Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh
cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan
tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang
berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
d.
Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita
hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah
diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan
yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
e.
Faktor Ibu
1)
Umur
Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat
meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya
yaitu bayi sindrom down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Beberapa faktor ibu yang dapat
menyebabkan deformasi adalah primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus
seperti uterus bikornus, dan kehamilan kembar.
2)
Ras/Etnis
Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk
berbagai ras dan etnis, misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah
langit-langit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia
lebih besar daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Di Indonesia,
beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah)
seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat
disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest
membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar
kemungkinan anak cacat.
3)
Agama
Agama berkaitan secara tidak langsung dengan kejadian kelainan kongenital.
Beberapa agama menerapkan pola hidup vegetarian seperti agama Hindu, Buddha,
dan Kristen Advent. Pada saat hamil, ibu harus memenuhi kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan janinnya. Ibu yang vegetarian selama kehamilan memiliki risiko lima
kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan hipospadia atau kelainan
pada penis. Penelitian yang dilakukan di Irlandia menemukan bahwa wanita dengan
tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam daging, telur, dan susu) yang rendah
ketika hamil berisiko lebih besar untuk memiliki anak dengan cacat tabung
saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil atau yang sedang hamil disarankan
untuk mengonsumsi suplemen asam folat.
4)
Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan
kongenital. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi
dan kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal menyebabkan
angka kematian perinatal meningkat. Pendidikan ibu yang rendah menyulitkan
berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena mereka kurang
menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu hamil.
5)
Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat
kesejahteraannya dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan
kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio
ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat dilihat kemampuan
mereka terutama dalam menemukan makanan bergizi. Khususnya pada ibu
hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh terhadap perkembangan
kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang baik pada ibu maupun
bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi anemia, keguguran, perdarahan saat
dan sesudah hamil, infeksi, persalinan macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan
terjadi berat badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan lahir.
f.
Faktor Mediko Obstetrik
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor
mediko obstetrik adalah umur kehamilan, riwayat komplikasi, dan riwayat
kehamilan terdahulu, dimana hal ini akan memberi gambaran atau prognosa pada
kehamilan pada kehamilan berikutnya.
1)
Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama
haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
v
Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil
konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat
janin antara 1.000-2.500 gram.
v
Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah
partus pada kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500
gram.
v
Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan
yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
v
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar 26,5%
bayi kelainan kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang
bulan).
2)
Riwayat Kehamilan Terdahulu
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan
prematur, perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan
lain-lain. Dengan memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan
ibu pada masa lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan
ibu dan janin dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang baik.
3)
Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu
penderita diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering
daripada bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari
ibu dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk
menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube defect)
dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6%
untuk timbulnya bibir sumbing dan PJB dari ibu penderita epilepsi.(8)
g.
Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula
dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami
gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
h.
Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali
akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi
yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi
pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi
yang dilahirkannya.
i.
Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam
masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada
penyelidikan- penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada
bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic
acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
j.
Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau
hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab
kelainan kongenital tidak diketahui.(9)
9.
Jenis-Jenis Kelainan Kongenital
·
Malformasi, terjadi
pada saat formasi dari struktur, contohnya, ketika organogenesis. Keadaan ini
dapat menyebabkan struktur komplit atau struktur yang hilang parsial atau
alterasi dari konfigurasi normal. Malformasi kebanyakan terjadi pada minggu
ke-tiga sampai minggu ke-delapan dari gestasi (Gambar 9.1)
Malformasi biasanya bersifat multifaktor bukan akibat kelainan
satu kromosom atau gen. Malformasi biasanya muncul tidak hanya dalam satu pola.
Contohnya, pada sebagian, misalnya penyakit jantung kongenital, satu sistem
tubuh mungkin terkena, sedangkan pada yang lain, dapat ditemukan beragam
malformasi yang dapat mengenai beberapa organ dan jaringan. (Gambar 7-25) (10)
·
Disruption
(gangguan) terjadi akibat alterasi morfologis dari struktur-struktur yang telah
dibentuk dan disebabkan oleh proses destruktif.(2) Amniotic band merupakan salah satu contoh umum disruption, yang menandakan ruptur
amnion disertai pembentukan “pita” yang mengelilingi, menekan, atau melekat ke
suatu bagian janin yang sedang tumbuh (Gambar 7.26). Berbagai agen lingkungan
dapat menjadi penyebab disruption. Disruption bukan merupakan bawaan
sehingga tidak disertai risiko kejadian ulang pada kehamilan berikutnya.(10)
·
Deformasi, seperti disruption, mencerminkan gangguan
ekstrinsik pada perkembangan bukan kesalahan intrinsik morfogenesis. Contohnya
club feet, disebabkan oleh kompresi di amniotic
cavity (Gambar 9.3). Deformasi biasanya melibatkan sistem muskuloskeletal
dan bisa saja reversibel setelah postnatal. Deformasi merupakan masalah yang
sering ditemukan, mengenai sekitar 2% neonatus dengan derajat bervariasi.(2)
·
Sindrom merupakan
sekelompok anomali yang terjadi secara bersamaan yang mempunyai penyebab umum
yang spesifik. Istilah ini mengindikasikan bahwa diagnosis telah dibuat dan
risiko terjadi kembali sudah diketahui. Sedangkan, asosiasi merupakan kejadian
terjadinya dua atau lebih anomali, tetapi penyebab tidak diketahui. Contohnya adalah
VACTERL asosiasi (vertebral, anal, cardiac, tracheoesophageal, renal, dan limb anomali).
Meskipun gabungan dari semuanya tidak membentuk diagnosis, asosiasi sangat
penting karena pengenalan dari satu atau lebih komponen dapat memajukan
pencarian dari yang lainnya di kelompok tersebut(2)
10.
Mekanisme Zat Teratogen Dapat Menyebabkan Kelainan
Kongenital
Teratogen bekerja melalui jalur/ mekanisme spesifik pada sel dan jaringan
yang sedang berkembang untuk memicu kelainan embryogenesis (pathogenesis).
Mekanisme ini mungkin melibatkan inhibitor proses biokimiawi/ molecular
tertentu; pathogenesis mungkin melibatkan kematian sel, penurunan proliferasi
sel, / fenomena sel lainnya. Yang mana dalam proses penentuan seberapa besar
kapasitas suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi, seperti:
·
Kerentanan terhadap
teratogenesis yang bergantung pada genotipe konseptus dan cara bagaimana
komposisi genetic ini berinteraksi dengan lingkungan
·
Kerentanan terhadap
teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan saat pajanan. Khususnya pada
minggu ke-3-8/ periode embryogenesis.
·
Dosis dan lama
pajanan teratogen terhadap janin.(2)
Tabel 1. Teratogen yang
berkaitan dengan malformasi pada manusia
Teratogen
|
Malformasi Kongenital
|
Agen infeksi
|
|
Virus Rubela
|
Katarak, glukoma, cacat jantung, tuli, kelainan gigi
|
Sitomegalovirus
|
Mikrosefalus, kebutaan, retardasi mental, kematian
janin.
|
Virus herpes simpleks
|
Mikroftalmia, mikrosefalus, displasia retina.
|
Virus varisela
|
Hipoplasia ekstrimitas, retardasi mental, atrofi
|
HIV
|
Mikrosefalus, retardasi pertumbuhan
|
Toksoplasma
|
Hidrosefalus, kalsifikasi serebrum mikroftalmia
|
Sifilis
|
Retardasi mental, ketulian
|
Agen fisik
|
|
Sinar X
|
Mikrosefalus, spina bifida, langit – langit sumbing,
cacat ekstremitas.
|
Hipertermia
|
Anensefalus, spina bifida, retardasi mental, cacat
wajah, kelainan jantung, omfalokel, cacat ekstremitas.
|
Bahan kimia
|
|
Talidomid
|
Cacat ekstremitas, melformasi jantung
|
Aminopterin
|
Anensefalus, hidrosefalus, bibir dan langit – langit
sumbing
|
Difenilhidentoin (feniton)
|
Sindrom hidantoin janin, cacat wajah, retardasi mental.
|
Asam valproate
|
Cacat tabung saraf, anomaly
jantung/kraniofasial/ekstremitas
|
Trimetadion
|
Langit – langit sumbing, cacat jantung, kelainan
urogenital dan tulang
|
Litium
|
Malformasi jantung
|
Amfetamin
|
Bibir dan langit – langit sumbing, cacat jantung
|
Warfarin
|
Kondrodisplasia, mikrosefalus
|
Inhibitor ACE ® (angiotensin-converting
enzyme)
|
Retardasi pertumbuhan, kematian janin
|
Kokain
|
Retardasi pertumbuhan, mikrosefalus, kelainan prilaku,
gastroskisis.
|
Alkohol
|
Sindrom alkohol janin, fisura palpebra pendek,
hipoplasia maksila, cacat jantung, retardasi mental.
|
Isotretinon (vit A)
|
Embriopati vitamin A, telinga kecil dan berbentuk
abnormal, hypoplasia mandibular, langit – langit sumbing, cacat jantung
|
Pelarut industry
|
Berat badan lahir rendah, cacat kraniofasial dan tabung
saraf
|
Merkuri organic
|
Gejala neurologis serupa dengan yang disebabkan oleh cerebral palsy.
|
Timbal
|
Retardasi pertumbuhan, gangguan neurologis.
|
Hormon
|
|
Bahan androgenic (etisteron, noretisteron)
|
Maskulinisasi genitalia wanita, labia menyatu,
hipertrofi klitoris.
|
Dietilstilbestrol (DES)
|
Malformasi uterus, tuba uterine, dan vagina bagian
atas, kanker vagina : malformasi testis.
|
Diabetes ibu
|
Berbagai malformasi : tersering cacat jantung dan
tabung saraf, cacat jantung, omfalokel.
|
Sumber: Sadler, T. W. .Embriologi Kedokteran Langman ed 10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.
11.
Cara Deteksi Dini/Deteksi Prenatal Pada Janin
a.
Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah teknik yang relative noninvansif yang menggunakan
gelombang suara berfrekuensi tinggi yang dipantulkan dari jaringan untuk
menciptakan bayangan. Pendekatannya dapat melalui transabdomen atau
transvagina. USG transvagina menghasilkan citra dengan resolusi lebih tinggi
(gambar 1). Pada kenyataannya, teknik ini yang pertama kali dikembangkan pada
tahun 1950an, telah berkembang ke tahap yang dapat mendeteksi aliran darah di
pembuluh besar, mengetahui gerakan katup jantung, dan aliran cairan di trakea
dan bronkus. Teknik ini aman dan sering digunakan sekitar 80% wanita hamil di
Amerika Serikat menjalani paling sedikit satu kali pemindaian.
Parameter-parameter penting yang terungkap dengan ultrasonografi antara lain
adalah karakteristik usia dan pertumbuhan janin, ada atau tidaknya kelainan
congenital; status lingkungan uterus, termasuk jumlah cairan amnion (gambar
2a); letak plasenta dan aliran darah umbilicus; dan ada tidaknya kehamilan
multiple (gambar 2b). Semua faktor ini kemudian digunakan untuk menentukan
pendekatan yang tepat untuk menangani kehamilan yang bersangkutan.
b.
Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu
Penelitian untuk mencari penanda-penanda biokimiawi
status janin menyebabkan dikembangkannya uji penyaring serum ibu. Salah satu dari
pemeriksaan pertama yang digunakan adalah penilaian konsentrasi α-fetoprotein
(AFP) serum. AFP secara normal dihasilkan oleh hati janin, memuncak kadarnya
pada sekitar minggu ke 14, dan “bocor” ke dalam sirkulasi ibu melalui plasenta.
Karena itu, konsentrasi AFP dalam serum ibu terus meningkat selama trimester
kedua dan kemudian mulai terus turun setelah usia kehamilan 30 minggu.
c.
Amniosentesis
Pada amniosentesis, sebuah jarum dimasukkan melalui
dinding abdomen ke dalam rongga amnion yang diidentifikasi dengan
ultrasonografi dan dilakukan penyedotan 20 sampai 30 mL cairan. Karena cairan
yang dibutuhkan tersebut, tindakan ini biasanya tidak dilakukan sebelum
kehamilan 14 minggu, saat tersedia cairan dalam jumlah memadai tanpa
membahayakan janin akibat tindakan ini adalah 1% tetapi lebih kecil jika
dilakukan di pusat pelayanan yang terampil dalam teknik ini.
d.
Pengambilan Sampel Villus Korion
Pengambilan sampel villus korion (chorionic villus
sampling, CVS) dilakukan dengan memasukkan sebuah arum secara transabdomen atau
transvagina ke dalam massa plasenta dan mengaspirasi sekitar 5 sampai 30 mg
jaringan vilus. Sel-sel dapat segera dianalisis, tetapi keakuratan teknik ini
dipermasalahkan karena tingginya kesalah kromosom pada plasenta normal. Karena
itu, sel-sel dari inti mesenkim diisolasi dengan tripsinisasi trofoblas
eksternal dan dibiakkan. Karena banyaknya sel yang diperoleh, diperlukan hanya
2-3 hari pembiakan untuk memungkinkan dilakukannya analisis genetik.(2)
12.
Proses Adaptasi Neonatal
Adaptasi bayi terhadap kehidupan di luar kandungan,
meliputi:
·
Perubahan
Pernafasan/Respirasi
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari
pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus
melalui paru-paru.
·
Perubahan Sirkulasi
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru
untuk mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan
oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan
luar rahim, harus terjadi dua perubahan besar:
1)
Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
2)
Penutupan duktus arteriosus antara arteri
paru-paru dan aorta.
·
Termoregulasi
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuh mereka,
sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan-perubahan lingkungan.
·
Perubahan Sistem
Metabolisme
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah
tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat lahir
seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri. Pada
setiap baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1 sampai 2 jam).
·
Perubahan pada
sistem Hematologi
Sebelum lahir, produksi eritrosit dikendalikan
eritropoitin janin yang diproduksi di hati. Eritropitin ibu tidak dapat melalui
plasenta. Sekitar 55 s.d. 90% eritrosit janin mengandung Hb F yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap O2, sehingga dapat membawa O2 konsentrasi tinggi melintas
plasenta dari maternal ke peredaran janin.
·
Perubahan Pada
Sistem Gastrointestinal
Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan
menelan. Refleks gumoh dan refleks batuk yang matang sudah terbentuk dengan
baik pada saat lahir.
·
Perubahan Pada
Sistem Imun
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang,
sehingga menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi.
Sistem imunitas yang matang akan memberikan kekebalan alami maupun yang
didapat.
·
Perubahan Pada
System Ginjal
Bayi baru lahir mengandung air sekitar 70%. Sistem
urinari belum berkembang dengan sempurna sampai akhir tahun pertama. Semua
satuan ginjal adalah imatur saat lahir, sehingga ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit terjadi dengan mudah.(11)
13.
Tumbuh Kembang
a.
Definisi
·
Pertumbuhan
(growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran
berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan
keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
·
Perkembangan
(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari
sel-sel tubuh, jarignan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya.(5)
b.
Faktor Yang Memengaruhi Tumbuh Kembang
1.
Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetic yang terkandung di dalam sel
telur yan telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.
Termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik yang bermutu
hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara postif sehingga diperoleh
hasil akhir yang optimal.
2.
Faktor lingkungan
a.
Lingkungan biologis
Lingkungan biologis yang dimaksud adalah ras/suku bangsa,
jenis kelamin, umur, gizi,, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit,
penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon.
b.
Faktor fisik
Yang termasuk dalam faktor fisik itu antara lain yaitu
cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi, keadaan rumah baik dari
struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan hunian, serta radiasi.
c.
Faktor psikososial
Stimulasi merupakan hal penting dalam tumbuh kembang
anak, selain itu motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan
memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, ganjaran atau hukuman yang
wajar merupakan hal yang dapat menimbulkan motivasi yang kuat dalam
perkembangan kepribadian anak kelak di kemudian hari, Dalam proses sosialisasi
dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya, stres juga sangat
berpengaruh terhadap anak, selain sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas
interaksi anak orangtua dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak.
d.
Faktor keluarga dan adat istiadat
Faktor keluarga yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
anak yaitu pekerjaan/pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh
kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang
primer maupun sekunder, pendidikan ayah/ibu yang baik dapat menerima informasi
dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan,
dan pendidikan yang baik pula, jumlah saudara yang banyak pada keluarga yang
keadaan sosial ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan
kasih sayang yang diterima anak, jenis kelamin dalam keluarga seperti apad
masyarakat tradisonal masih banyak wanita yang mengalami malnutrisi sehingga
dapat menyebabkan angka kematian bayi meningkat, stabilitas rumah tangga,
kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat, norma-norma, tabu-tabu, agama, urbanisasi
yang banyak menyebabkan kemiskinan dengan segala permasalahannya, serta
kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan
anak, anggaran dan lain-lain.(5)
14.
Bibir Sumbing
a.
Etiologi
Etiologi bibir sumbing adalah multifaktorial dan
sebagian besar yang lain belum dapat diketahui secara pasti. Pembentukan bibir
terjadi pada masa embrio minggu keenam sampai minggu kesepuluh kehamilan.
Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor, disamping faktor genetik
sebagai penyebab bibir sumbing, juga faktor non genetik yang justru lebih
sering muncul dalam populasi, kemungkinan terjadi satu individu dengan individu
lain berbeda.
1)
Faktor genetik
Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk
terjadinya bibir sumbing telah diketahui tetapi belum dapat dipastikan
sepenuhnya. Sebuah penelitian mengatakan sejumlah kasus yang telah dilaporkan
dari seluruh dunia tendensi keturunan sebagai penyebab kelainan ini diketahui
lebih kurang 25-30%. Dasar genetik terjadinya bibir sumbing dikatakan sebagai
gagalnya mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian
ini seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium
ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun tidak adanya
perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal.
Adanya gen yang dominan dan resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini.
Teori lain mengatakan bahwa bibir sumbing terjadi karena:
v
Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat
menyebabkan ketidak kebalan embrio terhadap terjadinya celah.
v
Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan
terjadinya malformasi kongenital yang ganda.
v
Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah
mulut yang diikuti dengan anomali kongenital yang lain.
2)
Faktor Non-Genetik
Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam
keadaan krisis dari penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang
berperan penyebab terjadinya bibir sumbing:
a)
Defisiensi nutrisi
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan
satu hal penyabab terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada
binatang dengan memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang
hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga
dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga
adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci
yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.
b)
Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa
kehamilan trimester pertama dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang
bersifat teratogenik seperti thalidomide dan phenitonin, serta alkohol,
kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.
c)
Virus rubella
Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat
menyebabkan cacat berat, tetapi hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan
celah.
d)
Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu:
v
Kurang daya perkembangan
v
Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang
potent
v
Infeksi penyakit menular sewaktu trimester
pertama kehamilan yang dapat menganngu foetus
v
Gangguan endokrin
v
Pemberian hormon seks, dan tyroid
v
Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya
celah mulut, tetapi intensitas dan waktu terjadinya lebih penting dibandingkan
dengan jenis faktor lingkungan yang spesifik.
e)
Trauma
Suatu penelitian melaporkan bahwa trauma mental
dan trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul
menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison
sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan
dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah
yaitu: terangsangnya hipothalamus
adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal
bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di
dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.(12)
b.
Patofisiologi
Palatum dibentuk oleh palatine shelves
(bilah-bilah palatum). Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah,
membentuk lidah. Bersamaan dengan pertumbuhan mandibula, palatine shelves
terproyeksi pada bidang horizontal; mengalami fusi di medial dengan septum nasi
(minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk palatum bagian anterior
sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median
memungkinkan proses penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis
tengah, membentuk palatum secara utuh.(13)
Pembentukan bibir atas
melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral bibir atas, dibentuk
oleh prominensi maksila kiri dan kanan sedangkan sisi medial (filtrum) dibentuk
oleh fusi dari prominensi nasal mediana kiri dan kanan. Kedua prominensi ini
kemudian mengalami kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan
yang terjadi pada rangkaian proses sebagaimana diuraikan diatas akan
menyebabkan adanya celah baik pada bibir (jaringan lunak) maupun gnatum,
palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka tulang).(13)
c.
Klasifikasi
1)
Golongan 1- Cacat
hanya pada palatum mole (Gambar A)
2)
Golongan 2- Celah
pada palatum mole dan palatum duru sejauh foramen insisivus (Gambar B)
3)
Golongan 3- Celah alveolar unilateral lengkap, biasanya
mengenai bibir (Gambar C)
4)
Golongan 4- Celah
alveolar unilateral lengkap, biasanya berkaitan dengan celah bilateral pada
gigi. (Gambar D)(14)
d.
Manifestasi Klinis
Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai
dari takik kecil pada batas yang merah terang sampai celah yang sempurna meluas
ke dasar hidung. Celah ini mungkin unilateral (lebih sering pada sisi kiri)
atau bilateral, dan biasanya melibatkan rigi-rigi alveolus. Biasanya disertai
dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan tidak tumbuh gigi.
Celah kartilago cuping hidung-bibir seringkali disertai dengan defisiensi sekat
hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan tonjolan keluar bagian anterior
celah prosesus maksilaris. Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan
dapat melibatkan hanya uvula saja, atau dapat meluas ke dalam atau melalui
palatum molle dan palatum durum sampai ke foramen insisvus. Apabila celah
palatum ini terjadi bersamaan dengan celah bibir (sumbing), cacat ini dapat
melibatkan linea mediana palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada
satu atau kedua sisi, memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai celah
palatum unilateral atau bilateral.(15)
e.
Diagnosis
Penegakan diagnosis Labiognatopalatoschisis
tidak sukar dilakukan karena pada pemeriksaan fisik jelas dan spesifik
menunjukkan kelainan yang mengarah kepada labiognatopalatoschisis. Namun, alur
diagnosis yang tepat dan benar harus dilakukan dengan tepat yang berupa
anamnesis dan pemeriksaan fisik.(16)
1)
Anamnesis
Anamnesa dilakukan pada kedua orang tua bayi
tersebut – aloanamnesa. Setelah ditanya mengenai identitas, kemudian
dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai kasus yang dialami oleh anak.
Pertanyaannya bisa seperti berikut ini;
·
Apakah ada anggota
keluarga yang mengalami kelainan yang sama.
·
Menanyakan riwayat
kehamilan sang bayi.
·
Menanyakan kebiasaan ibu
sewaktu mengandung anak tersebut.
·
Obat-obat yang pernah
diminum oleh ibu tersebut.
·
Menanyakan keluhan ataupun
kesulitan yang dialami oleh bayi karena kelainan tersebut.
·
Menanyakan keluhan ataupun
kesulitan dari orang tua karena kelainan tersebut.(16)
2)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat berperan penting
dalam kasus seperti ini. Dokter harus melihat dan memeriksa bagian facial bayi
tersebut serta memeriksa juga rongga mulutnya. Bagian-bagian mana yang tidak
menyatu dengan sempurna harus dapat ditentukan dengan tepat. Sehubungan dengan
kasus di atas, didapatkan data pemeriksaan fisik seperti berikut :
·
Sumbing bibir kanan dan
kiri.
·
Celah rahang kanan dan kiri.
·
Pemisahan dari bibir dan
palatum
·
Variasi distorsi dari
hidung
·
Infeksi telinga yang
berulang
·
Regurgitasi nasal karena
menggunakan botol susu
·
Retardasi pertumbuhan
·
Kegagalan penyusunan gigi
secara merata
·
Cara bicara yang kurang
baik
·
Kesulitan memakan makanan
oral
·
Sumbing langit-langit.
·
Selain itu diperiksa juga
karakter dan struktur dari jaringan lunak, otot-otot laring, ada tidak infeksi
pada otitis media dan sebagainya.(16)
f.
Tatalaksana
Upaya pencegahan bibir sumbing pada bayi yang akan dilahirkan, secara teori
dapat dilakukan dengan terapi genetik. Tapi secara praktek belum dapat
dilaksanakan. Sebetulnya dalam usia kehamilan lewat 6 bulan cacat bibir sumbing
sudah dapat dideteksi. Secara teori, penanganan atau operasi intra uterine
dapat dilakukan dengan segala kerumitannya. Diharapkan hasil operasinya akan
bagus sekali. Sayang, dalam praktek belum dapat diterapkan karena tingkat
kerumitan dan risikonya sangat tinggi.
Dengan demikian pencegahan baru dilakukan pada tahap genetic counselling,
berupa penerangan kepada pasangan yang akan membentuk rumah tangga. Inipun baru
dalam tahap anjuran. Sampai saat ini pemeriksaan genetik memang dilakukan
dengan konseling, meneliti sejauh mana turunan ke atasnya, karena itu akan
memungkinkan terjadinya cacat bawaan yang kita pun tak bisa tahu. Jadi, lebih
untuk kesiapan mental bila suatu kemungkinan terjadi. Di sini konseling belum
memasyarakat, tak seperti di luar negeri yang sudah biasa.
Sedangkan terapi penanganannya hanya bisa dilakukan dengan cara operasi.
Kendati, tak seluruh wilayah Indonesia memiliki kemampuan dan fasilitas sama
untuk melakukan operasi bibir sumbing. Fasilitas yang ada sekarang tak
sebanding dengan jumlah penderita.Jadi, misalnya dilahirkan seribu pasien bibir
sumbing, yang dapat ditangani kurang lebih 300-400 setahun. Tahun depan begitu
lagi, sehingga banyak di masyarakat terutama di daerah yang jauh dari jangkauan
fasilitas yang memadai untuk yang sulit dilakukan operasi bibir sumbing.
Tujuan operasi, untuk membuat bibir sumbing jadi nearly normal looking.
Tentu sebagai manusia biasa dokter berusaha semaksimal mungkin, tapi tentu saja
tidak akan dapat menyamai kesempurnaan ciptaan Sang Pencipta. Untuk berusaha
mendekati yang normal pun banyak kendalanya. Misalnya, bila dioperasi pada
waktu bayi biasanya luka operasinya atau parutnya makin tidak jelas atau tipis.
Sedangkan bentuknya diusahakan mendekati normal, baik bibir, hidung, ataupun
secara keseluruhan. Baik dalam posisi diam atau sewaktu bibir bergerak,
berbicara, tersenyum, bersiul dan lain-lain.Tapi, tentu saja tujuan utamanya
lebih pada mengembalikan fungsi, selain sisi estetik dan kosmetik.
Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan. Prioritas pertama antara lain
pada tekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah komplikasi,
fasilitas pertumbuhan dan perkembangan.
Penanganan : bedah plastik yang bertujuan menutupi kelainan, mencegah
kelainan, meningkatkantumbuh kembang anak. Labio plasty dilakukan apabila sudah
tercapai ”rules of overten” yaitu : umur diatas 10 minggu, BB diatas 10 ponds
(± 5 kg), tidak ada infeksi mulut, saluran pernafasan unutk mendapatkan bibir
dan hidung yang baik, koreksi hidung dilakukan pada operasi yang pertama.
Palato plasty dilakukan pada umur 12-18 bulan, pada usia 15 tahun dilakukan
terapi dengan koreksi-koreksi bedah plastik. Pada usia 7-8 tahun dilakukan
”bone skingraft”, dan koreksi dengan flap pharing. Bila terlalu awal
sulit karena rongga mulut kecil. Terlambat, proses bicara terganggu, tidak
lanjutnya adalah pengaturan diet. Diet minum susu sesuai dengan kebutuhan
klien.
Proses kehamilan (gestasi) berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari
dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir. Usia janin sendiri adalah 38
minggu, karena dihitung mulai dari tanggal konsepsi (tanggal bersatunya sperma
dengan telur), yang terjadi dua minggu setelahnya.
Dalam dunia kedokteran, proses kehamilan dibagi menjadi tiga fase sesuai
dengan pertumbuhan fisik bayi. Masing-masing fase tersebut disebut trimester.
Berikut adalah perkembangan janin pada tiap-tiap trimester menurut usia janin,
yaitu sejak konsepsi sampai kelahiran (38 minggu).(4)
g.
Komplikasi
1.
Masalah
asupan makanan
Masalah asupan makanan
merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita celah bibir. Adanya
celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu
atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat
meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah
refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik
normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara
memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusui
bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu. Bayi yang
hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya
dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan
tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.(17)
2. Masalah dental
Anak yang lahir dengan
celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan
kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari
celah bibir yang terbentuk.(17)
3.
Infeksi
telinga
Anak dengan
labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan
dan penutupan tuba eustachius.(17)
4.
Gangguan
bicara
Pada bayi dengan
labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan
otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas
nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah
dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena
palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama
berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk
menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan
terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.(17)
h.
Edukasi Kepada Orang Tua Bayi Bibir Sumbing
1.
Pre operasi
Pemberian makan dan minum
·
Gunakan dot botol yang
lunak dan besar atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk pemberian
minum.
·
Tempatkan dot pada samping
mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makanan atau minuman ke dalam.
·
Posisi tegak lurus atau
duduk selama makan.
·
Tepuk punggung bayi setiap
15 ml sampai 30 ml minuman yang diminum, tapi jangan angkat dot selama bayi
masih menghisap.
·
Berikan makan pada anak
sesuai jadwal dan kebutuhan, beri posisi yang tepat setelah makan, miring ke
kanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah
aspirasi.
2.
Post operasi
·
Setelah sadar, anak boleh
minum dan makanan cair sampai tiga minggu, dan selanjutnya makan makanan biasa.
·
Jaga kebersihan oral
dengan memberikan air putih setelah makan
·
Pemberian antibiotik
selama tiga hari.
·
Posisi tidur anak
dimiringkan atau tengkurap untuk mencegah aspirasi jika terjadi perdarahan.
·
Jangan makan/minum terlalu
panas atau terlalu dingin yang bisa mengakibatkan vasodilatasi
·
Tidak boleh menghisap /
menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post
operasi.(17)
15.
Hubungan Antara Bibir Sumbing Dengan Riwayat Ibu
Mengonsumsi Jamu
Sejauh ini masih belum ada penelitian mengenai pengaruh jamu yang
dikonsumsi terhadap terjadinya bibir sumbing pada bayi. Tetapi beberapa jenis
jamu dinilai berbahaya karena didalamnya terkandung bahan kimia obat (BKO).
Menurut temuan badan POM, obat tradisional yang sering dicemari BKO adalah
sebagai berikut(18)
Kegunaan Obat Tradisional
|
BKO yang sering digunakan
|
Pegal Linu
|
Fenilbutazon, metampiron,
diklofenak sodium, piroksikam, parasetamol, prednisone atau deksametason
|
Pelangsing
|
Sibutramin hidroklorida
|
Kencing manis
|
Glibenklamid
|
Asma
|
Teofilin
|
16.
Penyebab Turunnya Berat Badan Bayi
Penyebab berat badan bayi turun
adalah karena kurangnya asupan makanan. Hal ini dikarenakan reflex hisap dan
reflex menelan pada bayi dengan bibir sumbing tidak sebaik bayi normal, dan
bayi juga lebih banyak menghisap udara ketimbang ASI, yang mana menyebabkan
bayi tersedak sehingga asupan yang dibutuhkan oleh bayi tidak terpenuhi.(13)
Ada juga kemungkinan bahwa
penurunan berat badan bayi tersebut normal, dikarenakan pada minggu pertama
sampai kedua pasca kelahiran, bayi akan mengalami penurunan berat badan yang
berkisar antara 5-10%.(15) Namun, dalam kasus ini, bayi tersebut mengalami
penurunan berat badan melebihi kisaran yang ada diatas, sehingga menutup
kemungkinan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Cacat bawaan pada bayi perempuan disebabkan oleh
multifaktor yang terjadi pada masa intrauterin sehingga diperlukan tindakan
khusus untuk memperbaiki asupan nutrisi seperti pemberian dot khusus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. 31st ed. Jakarta: EGC;
2010.
2. Sadler TW. Langman’s
Medical Embriology. 12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2012.
3. Puja IK. Embriologi Modern.
Denpasar: Udayana University Press; 2010.
4. Suryo. Genetika Manusia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2010.
5. Soetjiningsih. Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta: EGC; 2012.
6. Matondang, Wahidiyat,
Sastroasmoro. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: CV.Sagung Seto; 2003.
7. Depkes RI. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
8. Effendi SH, Indrasanto E.
Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
9. Maryunani A, Nurhayati.
Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyakit pada Neonatus. Jakarta: Trans Info Media;
2009.
10. Kumar V, Abbas AK, Fausto N,
Mitchell R. Robbins Basic Pathology. Elsevier Health Sciences; 2012. 925 p.
11. Abdul S. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka; 2008.
12. Vinod K. Cleft lips and
cleft palate. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. New Delhi:
Arya Publishers House; 2009.
13. Balaji SM. Textbook of Oral
& Maxillofacial Surgery. New Delhi: Elsevier; 2007.
14. Rudolph AM. Buku Ajar
Pediatri Rudolph. 20th ed. Jakarta: EGC; 2006.
15. Behrman, Kliegman, Arvin.
Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.
16. Sullivan A, Kean L, Cryer A.
Panduan Pemeriksaan Antenatal. Jakarta: EGC; 2009.
17. Sudiono J. Gangguan Tumbuh
Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: EGC; 2007.
18. Yuliarti N. Tips Cerdas
Mengkonsumsi Jamu. Yogyakarta: Banyu Media; 2008.
0 comments Blogger 0 Facebook
Post a Comment