BAB I
PENDAHULUAN

Pemicu 2
Seorang bayi perempuan berusia 6 bulan dibawa ibunya ke praktek dokter karena belum bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan, berat lahir 2100 g. Kenaikan berat badan selama ini cukup baik. Lingkar kepala 39 cm (mikrosefali). Pada pemeriksaan mata didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi terhadap toksoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan makanan yang dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate.

1.      Klarifikasi dan Definisi
·         Mikrosefali:
Kelainan otak dengan ukuran kepala kurang dari ukuran normal. Biasanya ukuran kepala kurang dari 42 cm. mikrosefali merupakan cacat pertumbuhan otak pada masa janin dan awal janin(1).
·         Khorioretinitis:
Suatu proses peradangan yang melibatkan traktus uvealis bagian posterior, yaitu koroid(2).
·         Titer antibodi:
Tes laboratorium yang mengukur keberadaan dan jumlah antibody dalam darah(1).
·         Toxoplasma:
Genus sporozoa yang merupakan parasit intraselular pada banyak organ dan jaringan burung dan mamalia, termasuk manusia(1).

2.      Kata Kunci
·         Bayi perempuan berusia 6 bulan
·         Belum bisa tengkurap
·         Belum bisa mengangkat kepala
·         Mikrosefali
·         Lahir cukup bulan BBLR
·         Toxoplasma positif
·         Khorioretinitis
·         Riwayat makan selama kehamilan

3.      Rumusan Masalah
Bayi perempuan berusia 6 bulan dengan BBLR belum bisa tengkurap dan mengangkat kepala mengalami mikrosefali, khorioretinitis, dengan titer antibodi toxoplasma positif.

4.      Analisis Masalah
Bayi perempuan, 6 bulan
Anamnesis
Pemeriksaan
Riwayat ibu makan makanan yang dimasak tidak sempurna
Belum bisa tengkurap dan mengangkat kepala
Lahir cukup bulan
Berat badan lahir rendah (BBLR)
Mikrosefali
Toxoplasma positif
Khorioretinitis
Pertumbuhan
Perkembangan
Gangguan pertumbuhan
Gangguan perkembangan
 






















5.      Hipotesis
Adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada bayi 6 bulan tersebut disebabkan oleh Toxoplasma gondii pada saat kehamilan dengan riwayat ibu sering makan makanan yang dimasak tidak sempurna.

6.      Pertanyaan Diskusi
1.      Apa definisi dari pertumbuhan dan perkembangan?
2.      Jelaskan tentang milestone perkembangan bayi umur 0-12 bulan!
3.      Bagaimana penilaian pertumbuhan pada anak?
4.      Bagaimana penilaian perkembangan pada anak?
5.      Apa saja gangguan perkembangan pada anak?
6.      Apa penyebab dari berat badan lahir rendah (BBLR)?
7.      Bagaimana penanganan anak dengan BBLR?
8.      Toxoplasmosis:
a.       Etiologi
b.      Epidemiologi
c.       Patogenesis
d.      Diagnosis
e.       Komplikasi
f.       Pencegahan
g.      Tatalaksana
9.      Bagaimana hubungan toksoplasmosis dengan konsumsi makanan saat kehamilan?
10.  Bagaimana hubungan toksoplasmosis dengan pertumbuhan dan perkembangan anak?
11.  Bagaimana perkembangan penglihatan bayi normal?
12.  Apa itu TORCH?
13.  Apa saja infeksi intrauterine yang dapat menyebabkan khorioretinitis?
14.  Bagaimana hubungan mikrosefali dengan gangguan perkembangan pada anak?
15.  Apa saja penyebab gangguan perkembangan motorik pada anak?
16.  Bagaimana habilitasi pada bayi dengan gangguan perkembangan?

BAB II
PEMBAHASAN

1.        Pertumbuhan dan Perkembangan
a.       Definisi
Pertumbuhan adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada tingkat sel, organ maupun individu. Sedangkan perkembangan adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dimana menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ dan sistem organ(3).

b.      Faktor yang memengaruhi tumbuh kembang
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang adalah sebagai berikut(3):
1)      Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetic yang terkandung di dalam sel telur yan telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara postif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
2)      Faktor lingkungan
a)      Lingkungan biologis
Lingkungan biologis yang dimaksud adalah ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon.


b)      Faktor fisik
Yang termasuk dalam faktor fisik itu antara lain yaitu cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi, keadaan rumah baik dari struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan hunian, serta radiasi.
c)      Faktor psikososial
Stimulasi merupakan hal penting dalam tumbuh kembang anak, selain itu motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, ganjaran atau hukuman yang wajar merupakan hal yang dapat menimbulkan motivasi yang kuat dalam perkembangan kepribadian anak kelak di kemudian hari, Dalam proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya, stres juga sangat berpengaruh terhadap anak, selain sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak orangtua dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak.
d)     Faktor keluarga dan adat istiadat
Faktor keluarga yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu pekerjaan/pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder, pendidikan ayah/ibu yang baik dapat menerima informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan, dan pendidikan yang baik pula, jumlah saudara yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak, jenis kelamin dalam keluarga seperti apad masyarakat tradisonal masih banyak wanita yang mengalami malnutrisi sehingga dapat menyebabkan angka kematian bayi meningkat, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat, norma-norma, tabu-tabu, agama, urbanisasi yang banyak menyebabkan kemiskinan dengan segala permasalahannya, serta kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, anggaran dan lain-lain.
c.       Milestone perkembangan 0-12 bulan
Milestone perkembangan normal bayi pada tahun pertama dapat dilihat pada tabel 1(4).
Tabel 1. Milestone perkembangan normal bayi 0-12 tahun(4).
Milestone
Usia Rata-Rata
Motorik Kasar
Duduk dengan kepala tegak
2
Ditarik untuk duduk, kepala tidak tertinggal
3
Menggerakkan kedua tangan ke garis tengah tubuh
3
Refleks tonus leher asimetrik menghilang
4
Duduk tanpa bantuan
6
Tengkurap
6,5
Berjalan sendiri
12
Motorik Halus
Menggenggam mainan
3,5
Menggapai benda
4
Melepas genggaman
4
Memindahkan benda dari tangan ke tangan
5,5
Menggenggam ibu jari
8
Membalikkan halaman buku
12



Komunikasi dan Bahasa
Respon senyum terhadap wajah dan suara
1,5
Mengoceh satu suku kata
6
Mengikuti satu perintah dengan gerakan
7
Mengikuti satu perintah tanpa gerakan
(misalnya: “Berikan itu padaku”)
10
Mengatakan kata “mama” atau “dada”
10
Menunjuk benda
10
Berbicara kata yang sesungguhnya untuk pertama kali
12
Kognitif
Menatap sebentar di titik dimana objek menghilang
(Misalnya: Bola jatuh)
2
Menatap tangannya sendiri
4
Membanting dua kubus
8
Menemukan mainan (setelah melihatnya disembunyikan)
8
Bermain simbolik egosentris
(Misalnya: berpura-pura minum dari gelas)
12

d.      Penilaian pertumbuhan anak
Penilaian pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri. Mengukur antropometri dalam prakteknya yang bermanfaat dan sering digunakan adalah: berat badan, tinggi (panjang) badan, lingkaran kepala, lingkaran lengan atas, tebal lipatan kulit. Disamping itu masih ada ukuran antropometrik yang lain, tetapi hanya dipakai untuk keperluan khusus misalnya pada kasus-kasus dengan kelainan bawaan atau untuk menentukan jenis kelamin perawakan (somatotype). Beberapa penilaian dan cara pengukurannya adalah sebagai berikut(5):

1)      Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antopometrik yang paling penting, di Indonesia pengukuran berat badan telah memasyarakat dengan digunakannya kartu menuju sehat (KMS) untuk monitoring pertumbuhan.
Cara Mengukur :
Menggunakan Timbangan Elektronik dimana bayi dalam keadaan telanjang atau tidak menggunakan pakaian apapun.
2)      Tinggi (Panjang) Badan
Tinggi badan merupakan ukuran antopometrik kedua yang penting, pertumbuhan tinggi badan terus meningkat dan berubah, dari pesat pada masa bayi muda kemudian melambat dan menjadi pesat lagi (growth spurt) pada masa remaja, selanjutnya melambat lagi dengan cepatnya kemudian berhenti dengan nilai tinggi maksimal pada usia 18 – 20 tahun.
Cara Mengukur :
a)      Pada anak sampai usia 2 tahun diukur dengan menggunakan infantometer dimana sang anak dibaringkan dan kemudian diukur.
b)      Untuk anak usia diatas 2 tahun diukur dengan cara berdiri menggunakan alat stadiometer, microtoise.
3)      Lingkar Kepala
Lingkaran kepala mencerminkan volume intracranial (didalam tulang tengkorak) dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak. Ukuran lingkar kepala bayi tumbuh pesat pada 6 bulan pertama dimulai dari 35 cm saat lahir menjadi 43 cm pada 6 bulan. Laju tumbuh kemudian berkurang, hanya 46,5 pada usia 1 tahun dan 49 cm pada usia 2 tahun. Selanjutnya berkurang drastis, hanya bertambah 1 cm sampai 3 tahun dan bertambah lagi kira- kira 5 cm sampai usia remaja/dewasa.


Cara Mengukur(6) :
a)          Bebaskan kepala bayi/anak dari topi, ikat rambut dan sebagainya
b)         Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang paling menonjol, tarik agak kencang
c)          Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
d)         Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak
e)          Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan jenis kelamin anak/bayi
f)          Buat garis yang menghubungkan antara ukuran lalu dengan ukuran sekarang
g)         Penilaian lingkaran kepala anak berada dilakukan dengan menandai ukuran lingkar kepala bayi/anak sesuai umur dan jenis kelamin pada kurva lingkar kepala Nellhaus.
4)      Lingkar Lengan
Lingkaran lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. Dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/keadaan tumbuh kembang pada kelompok usia prasekolah. Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16 cm pada usia 1 tahun. Selanjutnya tidak banyak berubah selama 1 -3 tahun.
Cara Mengukur :
Menggunakan meteran biasa dengan batas ukur adalah pertengahan antara acromron dan olecranon pada lengan yang dibengkokkan 90°
5)      Lipatan Kulit
Tebalnya lipatan kulit pada daerah tricep dan subskapuler merupakan refleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit, yang mencerminkan kecukupan energi. Dalam keadaan defisiensi lipatan kulit menipis dan sebaliknya menebal jika dimasukkan energi berlebih. Dimanfaatkan untuk menilai terdapatnya keadaan gizi lebih, khususnya pada kasus obesitas.
Cara Mengukur :
Menggunakan Herpenden Skinfold Caliper yang dilakukan pada daerah biceps, triceps, subscapula dan daerah panggul.
e.       Penilaian perkembangan anak
Skrining perkembangan merupakan evaluasi perkembangan pada anak untuk mengetahui apakah anak mempunyai kecurigaan keterlambatan perkembangan agar penilaian diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan(8). Ada beberapa uji skrining terstandardisasi yang dapat digunakan untuk mengestimasi beberapa subskills yang terlibat di beberapa domain perkembangan(9). Sementara itu, surveilans perkembangan adalah proses informal, bersifat kontinu yang bisa melibatkan pengunaan ukuran-ukuran formal dan bisa tidak. Skrining perkembangan atau kombinasi antara skrining perkembangan dan surveilans perkembangan merupakan pilihan utama bagi dokter karena terbukti bahwa penilaian informal oleh dokter di poliklinik tidak akurat. Uji skrining idealnya harus sensitif, maksudnya adalah dapat mendeteksi hampir semua anak dengan masalah, dan sangat spesifik, maksudnya adalah tidak salah menandai. Skrining juga harus dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dan tidak mahal(8).
Dibawah ini merupakan campuran pengukuran perkembangan, terdiri atas beberapa deretan uji, observasi, dan tugas yang dibuat untuk mengukur kemampuan fungsi motorik, kemampuan berbicara, personal, sosial, dan daerah persepsi. Uji dibawah ini meruapakan uji yang umumnya digunakan oleh professional (pediatrics, health visitors)(9).
1)      Denver Developmental Screening Test, 2nd edition
Uji ini (DDST-II; Frankenberg, Dodds and Archer 1992) adalah uji skrining yang berasal dari Amerika Utara untuk mengidentifikasi anak-anak dengan faktor risiko keterlambatan perkembangan yang mencakup anak dari baru lahir sampai anak umur 6 tahun. Uji ini mencakup 4 domain dari perkembangan: personal-sosial, motorik halus, motorik kasar, dan bahasa. Uji ini memakan waktu 20 menit untuk dilakukan(9).
2)      Griffiths Mental Developmental Scales (Griffiths 1984)
Uji ini adalah uji yang berasal dari British yang paling dikenal untuk menilai perkembangan secara umum. Ini dibuat untuk anak yang berusia 0 sampai 8 tahun dan terdiri dari dua modul berbeda, satu modul untuk anak berusia 0 sampai 2 tahun dan yang lainnya untuk anak berusia 2 sampa 8 tahun. Di edisi yang kedua(10) dibagi menjadi 6 subskala: (1) lokomotor, (2) personal-sosial, (3) koordinasi mata-tangan, (4) bahasa, (5) performance (visuospatial) dan (6) practical reasoning. Uji ini menyediakan skor untuk setiap area dari perkembangan sesuai dengan umur. Hasil bagi dari perkembangan keseluruhan dihitung dari masing-masing skor individual.
3)      The Schedule of Growing Skills (SGS II; Bellman, Lingam and Aukett 1996)
Dibawah ini merupakan prosedur skrining yang sangat populer yang digunakan sebagai bagian dari program surveilans kesehatan anak. Uji ini menggunakan informasi tentang anak dari usia 0 sampai 5 tahun. Ini digunakan untuk menilai bagian-bagian: postur, motor, bahasa dan berbicara, interaktif sosial dan kemampuan menjaga diri sendiri. Skor kognitif yang berbeda dapat diturunkan dari hal-hal yang berbeda yang relevant untuk menarik kesimpulan. Profil perkembangan anak ditunjukan di grafik yang jelas memungkinkan surveilans dalam jangka waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan sekitar 20 menit dan tidak dibutuhkan pelatihan formal.
Adapun tahap-tahap penilaian perkembangan pada anak adalah sebagai berikut(11):
1)      Anamnesis
Tahap pertama adalah melakukan anamnesis lengkap, karena kelainan perkembangan dapat disebabkan berbagai faktor. Dengan anamnesis yang teliti maka salah satu penyebabnya dapat diketahui.
2)      Skrining gangguan perkembangan anak
Pada tahap ini dianjurkan digunakan instrumen-instrumen untuk skrinning guna mengetahui kelainan perkembangan anak, misalnya dengan menggunakan DDST (Denver Developemental Screening Questioneer).
3)      Evaluasi lingkungan anak
Tumbuh kembang anak adalah hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan bio-fisiko-psikososial. Oleh karena itu deteksi dini, kita juga harus melakukan evaluasi lingkungan anak tersebut. Misalnya dapat digunakan HSQ (Home Screening Questionnaire).
4)      Evaluasi penglihatan dan pendengaran anak
Tes penglihatan misalny untuk anak umur <3 tahun dengan tes fiksasi, umur 2½ -3 tahun dengan kartu gambar dari allen dan >3 tahun dengan huruf E. Juga diperiksa apakah ada strabismus dan selanjutnya periksa kornea dan retinanya.
Sedangkan skrining pendengaran anak, melalui anamnesi atau audiometri kalau ada alatnya. Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan bentuk telinga, hidung, mulut, dan tenggorokan untuk mengetahui adanya kelainan bawaan.
5)      Evaluasi bahasa dan bicara anak
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan anak berbicara masih dalam batas-batas normal atau tidak. Karena kemampuan berbicara menggambarkan kemampuan SSP, endokrin, ada/tidaknya kelainan bawaan pada hidung, mulut, dan pendengaran, stimulasi yang diberikan, emosi anak, dan sebagainya.
6)      Pemeriksaan fisik
Untuk melengkapi anamnesis diperlukan pemeriksaan fisik, agar diketahui apabila terdapat kelainan fisik yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Misalnya berbagai sindrom, penyakit jantung bawaan, tanda-tanda penyakit defisiensi dan lain-lain.
7)      Pemeriksaan neurologi.
Dimulai dengan anamnesis masalah neurologi dan keadaan-keadaan yang diduga dapat mengakibatkan gangguan neurologi, seperti trauma lahir, persalinan yang lama, asfiksia berat dan sebagainya. Kemudian dilakukan tes/pemeriksaan neurologi yang teliti, maka dapat membantu dalam diagnosis suatu kelainan, misalnya kalau ada lesi intrakranial, palsi serebralis, neuropati perifer, penyakit-penyakit degeneratif dan sebagainya.
Untuk mengetahui secara dini adanya palsi serebralis dianjurkan menggunakan pemeriksaan neurologi menurut milani comparetti, yang merupakan cara untuk mengevaluasi perkembangan motorik dari lahir sampai umur 2 tahun.
8)      Evaluasi penyakit-penyakit metabolik.
Salah satu penyebab gangguan perkembangan pada anak adalah disebabkan oleh penyakit metabolik. Dari anamnesis dapat dicurigai adanya penyakit metabolik, apabila ada anggota keluarga lainnya yang terkena penyakit yang sama. Adanya tanda-tanda klinis seperti rambut pirang dicurigai PKU (phneylketonuria), ataksia yang intermiten dicurgai adanya hiperamonemia dan sebagainya. Disamping itu diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya yang sesuai dengan kecurigaan kita.
9)      Integrasi dari hasil penemuan
Berdasarkan anamnesis dan semua pemeriksaan tersebut diatas, dibuat suatu kesimpulan diagnosis dari gangguan perkembangan tersebut. Kemudian ditetapkan penatalaksanaannya, konsultasi kemana dan prognosisnya.
f.       Gangguan perkembangan pada anak
Macam-macam gangguan perkembangan pada anak antara lain:
1)      Gangguan Perkembangan motorik
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh hal-hal tertentu seperti faktor keturunan dan faktor lingkungan. Faktor keturunan dimana pada keluarganya rata-rata perkembangan motorik lambat dan faktor lingkungan pula seperti anak tidak mempunyai kesempatan untuk belajar karena terlalu dimanjakan, selalu digendong atau diletakkan di babywalker terlalu lama dan juga anak yang mengalami deprivasi maternal. Disamping itu, faktor kepribadian anak misalnya anak sangat penakut, gangguan retardasi mental juga adalah penyebab perkembangan motorik yang lambat.Selain itu, kelainan tonus otot, obesitas, penyakit neuromuskular seperti penyakit duchenne muscular dystrophydan buta juga merupakan antara gangguan perkembangan motorik(11).
2)      Gangguan Perkembangan bahasa
Gangguan perkembangan bahasa dapat diakibatkan oleh berbagai faktor. termasuk faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensi yang rendah, kurang pergaulan dan kurang interaksi dengan lingkungan sekitarnya, maturasi yang lambat, gangguan lateralisasi dan juga masalah yang dialami oleh diseleksia dan afasia(11).
3)      Retardasi Mental
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah (IQ<70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntunan masyarakat atas kemampuan yang dianggap  normal(12).
4)      Cerebral Palsy
Cerebral Palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, dan disebabkan oleh karena kerusakan atau gangguan di sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang dalam proses pertumbuhan(12).
5)      Gangguan Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu intervensi khusus apabila mempengaruhi interaksi sosial dan perkembangan anak. Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah, kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma(13).

2.        Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
a.       Penyebab
Penyebab berat badan lahir rendah (BBLR) pada neonatus adalah sebagai berikut(14):
1)      Pertambahan berat badan ibu hamil
Berat badan absolut kurang dari 45 kg dipastikan terdapat kelainan tumbuh kembang janin dalam uterus. Bila kalori harian sekitar 600 kal/hari dipastikan BBLR.
2)      Kehidupan sosial ibu (ketergantungan rokok diatas 10 batang/hari, alkohol) menimbulkan gangguan sirkulasi retro-plasenter sehingga cenderung menimbulkan BBLR.
3)      Infeksi ibu hamil (Rubella, Sitomegalovirus, hepatitis A, B)
4)      Kelainan kromosom 21 dan 18
5)      Hipoksia ibu hamil
6)      Terjadi gangguan retro-plasenter sirkulasi sehingga menimbulkan kekurangan nutrisi, O2, vitamin dan lainnya.
7)      Dismaturitas
Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang mengganggu pertukaran zat antara ibu dan janin (gangguan suplai makanan pada janin). Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medis yang mengganggu sirkulasi dan insufisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi ibu.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir secara umum adalah sebagai berikut:
1)      Faktor Lingkungan Internal yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.
2)      Faktor Lingkungan Eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan, asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.
3)      Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).
Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir antara lain sebagai berikut:
1)      Usia Ibu hamil
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur 16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka akan terjadi bahaya bayi lahir kurang bulan, perdarahan dan bayi lahir ringan. Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan karena sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, organ kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku. Kesulitan dan bahaya yang akan terjadi pada kehamilan diatas usia 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan,  persalinan tidak lancar dan berat bayi lahir rendah(15).
2)      Jarak Kehamilan/Kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun(15).
3)      Paritas
Paritas secara luas mencakup gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang ataupun melintang(15).
4)      Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl. Data Depkes RI (2008) diketahui bahwa 24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin(16,17).
5)      Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai status gizi ibu hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling sering digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar lengan atas (LLA) selama kehamilan. Sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi kecukupan gizi ibu hamil bisa di lihat dari kenaikan berat badannya. Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai penambahan berat badan yang rendah atau turun sampai 10 kg, mempunyai resiko paling tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat badan sebelum hamil. Sedang Lingkar Lengan Atas (LLA) adalah antropometri yang dapat menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi kurang. Ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR. Pengukuran LLA lebih praktis untuk mengetahui status gizi ibu hamil karena alat ukurnya sederhana dan mudah dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan berat badan yang ekstrim(17).
6)      Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan(17).
7)      Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes melitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). Penyakit DM adalah suatu penyakit dimana badan tidak sanggup menggunakan gula sebagaimana mestinya, penyebabnya adalah pankreas tidak cukup memproduksi insulin/tidak dapat menggunakan insulin yang ada. Bahaya yang timbul akibat DM diantaranya adalah bagi ibu hamil bisa mengalami keguguran, persalinan prematur, bayi lahir mati, bayi mati setelah lahir (kematian perinatal) karena bayi yang dilahirkan terlalu besar lebih dari 4000 gram dan kelainan bawaan pada bayi (Poedji Rochjati, 2003). Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu janin yang dikandungnya. Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli, Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya(16).
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara tidak langsung/eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Faktor lingkungan yang meliputi kebersihan dan kesehatan lingkungan serta ketinggian tempat tinggal.
2)      Faktor ekonomi dan sosial meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu hamil.
b.      Penanganan
Penanganan bayi dengan BBLR adalah melalui perbaikan gizinya, yakni dengan pemberian ASI. Bayi prematur atau BBLR biasanya mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperah dan diberikan pada bayi dengan sonde lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. Beberapa kategori penting untuk penanganan bayi dengan BBLR adalah sebagai berikut(18):
1)      Bayi dengan berat lahir di atas 1800 gram dengan masa kelahiran >34 minggu dapat langsung diajarkan menyusu dari ibu.
2)      Bayi dengan berat lahir antara 1500-1800 gram dengan masa kehamilan 32-34 minggu dapat dicoba menyusu tetapi kebutuhannya perlu ditambahkan secara pemberian dengan cangkir/sendok.
3)      Bayi dengan berat lahir antara 1250-1500 gram dengan masa kehamilan 30-32 minggu perlu diberi makanan melalui pipa nasogastril.


3.        Toksoplasmosis
a.       Etiologi
Adapun penyebab terjadinya toksoplasmosis, yaitu:
1)      Infeksi melalui oral apabila manusia mengonsumsi makanan atau minuman yang terinfeksi oleh agen penyebab toksoplasmosis seperti susu sapi segar, atau daging yang belum sempurna dimasak dari hewan yang terinfeksi toksoplasmosis(19).
2)      Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak mulut-tangan atau dari peralatan masak lainya setelah mengolah daging mentah(19).
3)      Toksoplasma juga dapat ditularkan dari ibu hamil yang menderita toksoplasmosis ke bayi yang dikandungnya. Transmisi kepada janin terjadi in utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil(19,20).
4)      Tranfusi darah dari individu yang terinfeksi toksoplasmosis(19).
5)      Infeksi dari transplantasi organ atau produk organ yang telah terkontaminasi dengan parasit toksoplasma(19).
6)      Infeksi juga dapat terjadi di laboraturium pada orang yang bekerja dengan binatang percobaan yang diinfeksi T. Gondii, melalui jarum suntik dan alat laboraturium yang terkontaminasi dengan T. Gondii. Ibu hamil tidak dianjurkan bekerja dengan T. Gondii yang hidup. Infeksi dengan T. Gondii juga pernah terjadi waktu mengerjakan otopsi(19).
7)      Minum air yang terkontaminasi ookista(21).
b.      Epidemiologi
25-30% populasi manusia di dunia terinfeksi oleh toxoplasma. Negara-negara tropis dengan iklim hangat dan lembab memiliki tingkat kejadian infeksi toxoplasma yang lebih tinggi dibandingkan Negara-negara yang kering atau suhu yang lebih dingin. Tingkat kejadian infeksi toxoplasma yang rendah ada di Negara-negara amerika utara, asia tenggara, eropa utara dengan persentase kejadian sekitar 10-30%. Negara-negara eropa tengah dan selatan dikategorikan ke dalam tingkat kejadian sedang dengan persentase 30-50%. Sedangkan amerika latin dan Negara-negara tropis di afrika masuk ke dalam kategori tinggi(22).
c.       Patogenesis
Toxopasma gondii yang menginfeksi anak-anak atau orang dewasa berasal dari makanan yang mengandung cysts atau terkontaminasi oleh oocysts. Oocysts biasanya berasal dari kucing yang terinfeksi dan dibawa oleh lalat atau kecoa. Ketika parasit itu tercerna, cysts akan melepaskan bradyzoites atau oocysts  melepaskan sporozoites. Parasit tersebut akan masuk ke dalam sel di saluran pencernaan, memperbanyak diri, menghancurkan sel, menginfeksi sel di sekitarnya, masuk ke limpa, dan menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Tachyzoites berproliferasi dan menyebabkan nekrosis di sekitarnya(4).
Ketikan seorang ibu terinfeksi selama kehamilan, parasit tersebut akan menyebar melalui aliran darah ke plasenta. Infeksi dapat berpindah ke fetus melalui plasenta atau selama kelahiran melalui vagina. 17% fetus terinfeksi selama trimester pertama dan 65% fetus terinfeksi selama trimester ketiga(4).
d.      Diagnosis
Diagnosis toksoplasmosis akut ditegakkan bila ditemukan parasit dalam darah atau cairan tubuh, ditemukan kista dalam plasenta atau jaringan lain pada neonatus, adanya antigen atau dan organisme dalam potongan preparat jaringan atau cairan tubuh, didapatkannya antigen dalam serum dan cairan tubuh atau tes serologik positif. Tetapi oleh karena tekhnik isolasi tidak selamanya dapat dikerjakan, maka dibawah ini akan dibicarakan beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis(23):
1)      Pemeriksaan laboratorium
a)      Cairan serebrosinal
Callaghan dkk. sejak tiga puluh tahun yang lalu, telah mengemukakan bahwa kelainan dalam cairan serebrospinal pada toksoplasmosis kongenital selalu dijumpai. Cairan serebropinal berwarna santokrom, terdapat pleositosis mononuclear, dan peningkatan kadar protein. Kelainan ini juga terdapat pada cairan ventrikel. Bila ditemukan IgM dalam cairan serebrospinal berarti infeksi masih aktif.
b)      Gambaran darah tepi
Baik leukopenia maupun leukositosis dapat terjadi pada toksoplasmosis. Pada fase awal infeksi, dapat ditemukan limfositosis dan monositosis. Tetapi bila terdapat leukositosis yang tinggi harus dipikirkan terjadinya super infeksi. Trombositopenia dapat menimbulkan peteki dan ekimosis, merupakan tanda penting untuk diagnosis. Eosinofilia sering terjadi, dapat mencapai 30% dari jumlah leukosit.
2)      Pemeriksaan histologik
Bila ditemukan takizoid dalam jaringan (misal pada biopsi otak, aspirasi sumsum tulang) atau cairan tubuh (cairan ventricular atau serebrospinal, akua-humor, sputum) maka diagnosis dapat ditegakkan. Hanya disayangkan parasit ini akan terlihat hanya dengan pewarnaan khusus (fluorescent antibody technique atau peroxidase antiperoxidase technique). Sedangkan bila di dalam jaringan di temukan kista, belum memastikan adanya infeksi akut. Pada biopsi kelenjar getah bening pada toksoplasmosis akuisita, didapatkan gambaran kista dikelilingi baik oleh jaringan sehat ataupun daerah nekrosis. Gambaran ini tidak khas, kecuali bila ditemukan parasit di dalam jaringan.
3)      Pemeriksaan serologik
Diantara pemeriksaan penunjang diatas, pemeriksaan serologik merupakan pemeriksaan yang terpenting untuk membantu diagnosis. Pada tes serologik dapat diukur titer zat anti IgM dan IgG. Zat anti IgM dapat dideteksi pada 2 minggu setelah infeksi, mencapai puncak dalam waktu 1 bulan, kemudian menurun dan tidak dapat terdeteksi setelah 6-9 bulan kemudian. Sedangkan zat anti IgG mencapai konsentrasi tertinggi pada 1-2 bulan setelah infeksi terjadi, titer tertinggi dapat ditemukan selama berbulan-bulan sampai setahun atau lebih, kemudian menurun dan dapat ditemukan seumur hidup dengan titer rendah. Dijumpainya serokonservasi atau kenaikan 4 kali titer zat anti IgG (serum kedua diambil setelah 2-4 minggu dari pemeriksaan serum pertama), diduga telah terjadi infeksi yang baru terjadi. Tes serologik yang lazim dipergunakan ialah:
v  Tes pewarnaan Sabin-Fieldman (dye test)
v  Tes hemaglutinasi indirek (tes IHA)
v  Tes komplemen fiksasi (complement fixation test)
v  Tes aglutinasi
v  Tes fluoresen antibodi indirek (IFA)
v  IgM-ELISA (double sandwich IgM ELISA)
4)      Diagnosis Serologik pada Neonatus
Untuk tes serologi sebaiknya diambil dari ibu dan bayi bersamaan. Pada bayi diambil dari darah tali pusat dan darah tepi. Zat anti IgG yang ditemukan pada darah bayi didapatkan pasif secara tranplasenta dari ibu yang mendapat infeksi akut atau laten. Sedangkan infeksi akut pada bayi dibuktikan dengan ditemukan IgM pada darah bayi. Hal ini oleh karena IgM mempunyai berat molekul besar (950.000) sehingga tidak dapat melalui plasenta, maka bila ditemukan IgM maka berarti berasal dari bayi. Pada toksoplasmosis kongenital, biasanya dijumpai titer antibodi IgG yang tinggi dan titer antibodi IgM positif bila diperiksa dengan tes yang cukup sensitif, misalnya tes ELISA. Namun bila IgM tidak dijumpai belum menyingkirkan diagnosis terutama bila IgG diperiksa dengan tes IFA. Pemeriksaan antibodi dianjurkan diperiksa bersamaan bayi dan ibu, oleh karena IgG ibu dapat melewati plasenta, sehingga akan tetap dapat ditemukan pada neonatus yang terinfeksi atau tidak terinfeksi. Pada bayi yang terinfeksi titer IgG akan tetap tinggi, sedangkan pada bayi yang tidak terinfeksi titer IgG lambat laun akan menurun dan tidak dijumpai antibody IgM. Sedangkan pada neonatus tersangka penderita toksoplasmosis, tetapi IgM tidak ditemukan maka perlu pemeriksaan serologik berkala. Zat anti IgG dari ibu lambat laun akan menghilang (tiap bulan menurun separuhnya), kemudian pada umur 2-3 bulan bayi dapat membentuk zat anti IgG sendiri. Maka diagnosis toksoplasmosis kongenital ditegakkan bila dapat dideteksi IgM spesifik atau IgG spesifik yang menetap setelah IgG dari ibu menghilang.
5)      Diagnosis Serologik pada Toksoplasma Okular
Pada kelainan ini dapat dijumpai peningkatan kadar zat anti IgM (hanya pada sebagian kecil kasus) dan IgG. Dilaporkan bahwa terdapat korelasi antara peningkatan kadar IgG dengan re-aktivasi infeksi pada mata.
6)      Foto Kepala
Pada foto kepala ditemukan kalsifikasi multiple diameter 1-3 mm menyebar di daerah periventrikular, oksitoparietal dan temporal atau berbentuk linier pada basal ganglia
7)      Elektroensefalografi
Tampak aktivitas yang menurun, fokal, fokus iritatif, paroksismalitas umum atau normal.
8)      Computed Tomografi Scanning dan USG Kepala
Pada CT-scanning kepala, kalsifikasi intra serebral akan lebih jelas terlihat. Lokasi kalsifikasi biasanya periventrikular atau tersebar, kadang-kadang terlihat kalsifikasi ganglia basalis. CT-scanning kepala dapat pula dipergunakan untuk menilai luas kerusakan jaringan otak. Bila ubun-ubun besar masih terbuka, kalsifikasi kerusakan jaringan otak dapat dilihat pada pemeriksaan ultrasonografi.
e.       Komplikasi
Pada penderita dengan keadaan immunocompromised (kekebalan tubuh sangat rendah) misalkan akibat pemberian obat imunosupresan dan juga pada penderita AIDS, infeksi dapat meluas yang ditandai dengan proliferasi takhisoit di dalam otak, mata, paru, hati, jantung dan organ lain sehingga dapat berakibat fatal(24).
Apabila tidak diobati dengan baik dan penderita tetap hidup, penyakit akan memasuki fase kronik yang ditandai dengan terbentuknya kista bradisoit terutama di otak yang kadang tidak memberikan gejala klinik. Fase kronik dapat berlangsung bertahun-tahun bahkan seumur hidup. Pada toxoplasmosis kongenital, kelainan dapat dibagi menjadi 2 kelompok(24):
1)      Kelainan jelas terlihat saat lahir berupa tetrase sabin: hidosefalus atau mikrosefalus, khorioretinitis, kejang-kejang dan perkapuran otak. keempat kelainan tersebut didapat pada bayi kasus berat atau kombinasi dari beberapa kelainan. Pada umumnya bayi akana mati akibat kerusakan syaraf yang berat.
2)      Bayi lahir tampak normal akan tetapi akan terjadi kelainan dikemudian hari. Walaupun tampak tanpa tanda-tanda akan kelainan (asimtomatis) waktu lahir, di kemudian hari akan timbul kelainan berupa khorioretinitis, strabismus, hidrosefalus atau mikrosefalus, kejang, retardasi mental atau gangguan pendengaran (tuli).
Ada beberapa penelitian yang memperkirakan bahwa toxoplasmosis sebagai salah satu faktor penyebab gangguan jiwa termasuk skizoprenia. ini dibuktikan bahwa tikus yanng diinfeksi toxoplasma akan menunjukkan perubahan tingkah laku diantaranya adalah hilangnya perasaan takut terhadap kucing(24).
f.       Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap toksoplasmosis, yaitu(20,21,25):
1)      Mengurangi Risiko dari Makanan
Untuk mencegah risiko toksoplasmosis dan infeksi lain dari makanan:
a)      Masak makanan hingga matang. Jangan mencoba daging yang belum matang
b)      Bekukan daging selama beberapa hari di bawah suhu nol (0°F) sebelum dimasak untuk mengurangi kemungkinan infeksi.
c)      Kupas atau cuci buah dan sayuran sampai bersih sebelum dimakan.
d)     Cuci talenan, piring, counter, dan peralatan masak lainnya. Cuci tangan dengan air hangat dan sabun  setelah kontak dengan daging mentah, unggas, seafood, atau buah-buahan atau sayuran yang belum dicuci.
2)      Mengurangi Risiko dari Lingkungan
Untuk mencegah risiko toksoplasmosis dari lingkungan:
a)      Hindari minum air yang berpotensi terkontaminasi dengan ookista.
b)      Kenakan sarung tangan saat berkebun dan selama kontak dengan tanah atau pasir karena mungkin terkontaminasi dengan kotoran kucing yang mengandung toksoplasma. Cuci tangan dengan sabun dan air hangat setelah berkebun atau kontak dengan tanah atau pasir.
b)Ajarkan anak-anak pentingnya mencuci tangan untuk mencegah infeksi.
c)      Berikan kucing makanan kaleng atau makanan kering atau yang dimasak dengan baik, tidak mentah atau kurang matang dagingnya.
d)     Hindari membersihkan kotoran kucing jika memungkinkan. Jika tidak ada orang lain yang bisa melakukan tugas, gunakan sarung tangan sekali pakai dan mencuci tangan dengan sabun dan air hangat setelahnya.
e)      Jangan biarkan kucing bermain diluar.
Wanita hamil yang terinfeksi T. Gondii beresiko untuk menularkan terhadap janin di dalam kandungannya. Oleh karena itu penting untuk memberikan penyuluhan terhadap wanita tentang metode menghindari penularan toksoplasma gondii. Skrining serologi, pemantauan ultrasonografi dan pengobatan wanita hamil selama kehamilan dapat mengurangi insiden dan mungkin manifestasi infeksi toksoplasma(6).
g.      Tatalaksana
Tatalaksana toksoplasmosis dibedakanatas 2 subyek, antara lain(6,26–28):
1)      Ibu dan fetus yang terinfeksi
Terapi maternal untuk wanita yang memperoleh infeksi toxoplasma selama kehamilan mengurangi peluang terjadinya transmisi kongenital hingga 70%. Skrining sebelum hamil atau pada awal kehamilan diperlukan untuk mendeteksi wanita dengan resiko terinfeksi. Apabila seorang ibu hamil terdeteksi terinfeksi toxoplasma, maka dapat diberikan terapi maternal berupa spiramycine 3 gram per hari. Terapi ini terus dilanjutkan selama kehamilan. Perlu juga dilakukan evaluasi tentang kemungkinan infeksi pada fetus. Ketika infeksi pada fetus sudah dapat ditegakkan, terapi maternal diganti dengan kemoterapi anti-Toxoplasma kombinasi, regiman yang digunakan adalah pyrimethamine 50 mg per hari dan sulfadiazine 3 gram per hari setelah usia kehamilan 24 minggu. Preparat asam folat juga dapat diberikan untuk mencegah timbulnya efek samping akibat pemberian pyrimethamine.
2)      Bayi baru lahir
Pada bayi baru lahir dengan infeksi Toxoplasma, dapat diberikan kemoterapi anti-Toxoplasma kombinasi yang terdiri dari pyrimethamine 1mg/kgBB per hari selama 2 bulan dilanjutkan dengan 1 mg/kgBB tiap 2 hari selama 10 bulan, sulfadiazine 50 mg/kgBB per hari, serta asam folat 5-10 mg 3 kali seminggu untuk mencegah efek samping dari pyrimethamine.Selain pemberian obat-obatan, follow up yang teratur juga diperlukan untuk mendeteksi manifestasi penyakit lebih awal, melakukan terapi tambahan atau modifikasi terapi bila diperlukan, dan menentukan prognosa. Hitung darah lengkap 1-2 kali per minggu untuk pemberian dosis pyrimethamine harian dan 1-2 kali per bulan untuk pemberian dosis pyrimethamine tiap 2 hari dilakukan untuk memonitor efek toksik dari obat. Diperlukan pula pemeriksaan pediatrik yang lengkap, meliputi pemeriksaan perkembangan saraf setiap bulan, pemeriksaan oftalmologi setiap 3 bulan sampai usia 18 bulan kemudian setiap tahun sekali, serta pemeriksaan neurologis tiap 3-6 bulan sampai usia 1 tahun.

4.        Hubungan Toksoplasmosis dengan Konsumsi Makanan Saat Kehamilan
Toxoplasma merupakan genus sporozoa yang merupakan parasit intraselular pada banyak organ dan jaringan burung dan mamalia, termasuk manusia. Toxoplasma gondii  merupakan agen penyebab toksoplasmosis.Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita hamil, mempunyai masa inkubasi 10-23 hari bila penularan melalui makanan (daging yang dimasak kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya melalui kucing. Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kehamilan.Manifestasi klinis yang mungkin terjadi ialah: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, hidrosefalus, kalsifikasi intra-kranial, miokarditis, lesi tulang, pnemonia, dan rash makulopapular. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: memasak daging sampai matang, menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan kotoran kucing, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran kucing(29).
Beberapa kelompok wanita harus dilakukan skrining untuk menilai apakah ada infeksi akut jika diketahui sering terkena paparan benda yang menjadi pemicu seperti daging mentah, tanah, dan feses kucing. Untuk meminimalisir risiko terjadinya taksoplasmosis pada ibu hamil, berikut rekomendasinya (Tabel2)(30).

Tabel2. Rekomendasi untuk menurunkan risiko dari infeksi taksoplasmosis pada ibu hamil
1.      Hindari konsumsi daging yang dimasak kurang matang.
2.      Cuci tangan dan seluruh perkakas dengan bersih setelah mempunyai kontak dengan daging mentah.
3.      Cuci dengan bersih semua jenis sayuran yang tidak dimasak.
4.      Gunakan sarung tangan ketika sedang bercocok tanam atau bekerja yang mempunyai kontak langsung dengan tanah. Cuci tangan dengan bersih setelah kontak langsung dengan tanah.
5.      Letakkan kucing di luar ruangan jika memungkinkan.
6.      Ketika sedang membersihkan kotoran kucing, gunakan sarung tangan atau cuci tangan sesegera mungkin setelah membersihkan.

Pada pemicu dikatakan bahwa ibu senang makan-makanan yang tidak dimasak dengan sempurna seperti sate dan lalapan. Sate yang dikonsumsi ibu bisa saja merupakan sate yang dimasak kurang matang, ditambah lalapan yang mungkin saja tidak dicuci dengan bersih. Hal inilah yang dapat meningkatkan risiko kemungkinan terjadinya infeksi toksoplasmosis(30).

5.        Hubungan Toksoplasmosis dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Toxsoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler obligiat, di dapat per oral, secara transplasental, atau jarang, secara parental pada kecelakaan laboraturium, melalui transfusi, atau dari organ yang di transplantasi. Pada anak dengan imunologis normal, infeksi akut didapat, mungkin tidak bergejala, menyebabkan limfadenopati, atau kerusakan hampir tiap organ. Sekali terkena, organisme berkista laten menetap selama seumur hidup hospes. Pada bayi atau anak dengan gangguan imun, perolehan akut atau rekrudesens organisme laten paling sering menyebabkan tanda-tanda atau gejala-gejala yang di hubungkan dengan system saraf pusat (SSP). Infeksi yang diperoleh secara kongenital, jika tidak diobati, hampir selalu menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala pada masa perinatal atau pada kehidupan dikemudian. Tanda-tanda yang paling sering adalah karena korioretinitis dan lesi SSP. Namun, manifestasi  lain, seperti retardasi intrauterin, demam, limfadenopati, ruam, kehilangan pendengaran, pneumonitis, hepatitis dan trombositopenia, juga terjadi(6).
Kelainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai dengan kalsifikasi. Penyumbatan akuaduktus Sylvii oleh karena ependimitis mengakibatkan hidrosefalus pada bayi. Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada proses penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi(6).
Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplasmosis kongenital, yang telah diobati, tampak berfungsi secara normal pada umur tahun-tahun pertama. Toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan pengurangan banyak fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan perimintamin dan sulfonamide selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonates, walaupun infeksi pada saat lahir subklinis(6).

6.        Perkembangan Penglihatan Bayi Normal
Perkembangan fungsi penglihatan pada anak merupakan faktor penting yang perlu mendapat perhatian khusus. Bila terdapat gangguan pada perkembangan fungsi penglihatan anak akan mengakibatkan gangguan penglihatan anak tersebut untuk selanjutnya. Untuk mencegah terjadinya hal ini, orang tua dan guru perlu mengetahui gejala gangguan perkembangan fungsi penglihatan anak dan segera mendapatkan penanggulangan yang tepat.
Perkembangan fungsi penglihatan normal pada anak adalah sebagai berikut(2):
a.       Pada bayi berumur 0 – 4 minggu, anak baru dapat membedakan terang dan gelap.  Hal ini tampak jelas bila mata anak terkena sinar akan mengedip.
b.      Pada bayi berumur 1 – 3 bulan, anak mulai dapat mengikuti gerakan benda-benda didekatnya.  Kedua mata mulai berfungsi bersamaan.
c.       Pada bayi berumur 3 – 6 bulan, anak mulai memperhatikan benda-benda dalam jarak jangkauannya dan berusaha menyentuh benda tersebut.
d.      Pada bayi berumur 6 bulan – 2 tahun, perkembangan fungsi penglihatan anak makin pesat dan tajam penglihatan anak menuju ke tajam penglihatan optimal.
Untuk mencapai perkembangan fungsi penglihatan normal dibutuhkan persyaratan khusus selain perkembangan fisik/ anatomis mata anak yang normal. Persyaratan tersebut adalah  dibutuhkan rangsangan visual yang terus menerus pada daerah selaput jala mata (retina) tepatnya daerah makula lutea agar fungsi penglihatan mencapai fungsi yang normal dan optimal. Bila persyaratan ini terganggu dan tidak segera diatasi maka anak tidak akan pernah mencapai fungsi penglihatan yang normal seumur hidupnya(31).

7.        TORCH
TORCH adalah kepanjangan dari toksoplasmosis, lain-lain (sifilis, varisela-zoster, parvovirus, dll), rubella, cytomegalovirus, dan herpes simpleks. Banyak manifestasi klinis infeksi TORCH yang serupa, antara lain retardasi pertumbuhan intrauterine, hidrops nonimun, anemia, trombositopenia, ikterus, hepatosplenomegali, korioretinitis dan malformasi konginetal. Beberapa manifestasi yang unik dari infeksi ini dicantumkan ditabel(6).
Tabel 3 Infeksi Konginetal Perinatal(6)
Agen
Tanda-Tanda Neonatus
Toxoplasma gondii
Hidrosefalus, cairan spinal abnormal, kalsifikasi intracranial, korioretinitis, ikterus, hepatosplenomegali
Virus rubella
Retardasi pertumbuhan intrauterine, mikrosefali, mikroftalmia, katarak, glaucoma, korioretinitis, hepatosplenomegali, ketulian, anemia, trombositopenia, leucopenia
Sitomegalovirus
Sepsis, korioretinitis, retardasi pertumbuhan intrauterine, mikrosefali, kalsifikasi periventrikular, anemia, trombositopenia, hepatosplenomegali, ikterus, ketulian, pneumonia
Virus herpes simpleks
Korioretinitis, mikrosefali, ensefalitis, keratokonjungtivitis
Virus varisela-zoster
Mikroftalmia, katarak, korioretinitis, aplasia/ hipoplasia/atrofi kulit dan tulang, parut kulit
Sifilis
Hidrops nonimun, prematuritas, anemia, neutropenia, trombositopenia, pneumonia, hepatosplenomegali
Parvovirus
Hidrops nonimun, anemia janin

8.        Infeksi Intrauterine yang Dapat Menyebabkan Khorioretinitis
Infeksi intrauterine yang dapat menyebabkan khorioretinitis dibedakan berdasarkan organisme yang terlibat(32):
a.      Virus
1)      Cytomegalovirus
Mikrosefali, hidrosefalus, cerebral palsy, kalsifikasi otak, korioretinitis, tuli, retardasi mental dan psikomotor, hepatosplenomegali.
2)      Virus Herpes Simplex
Herpes lokalisata atau generalisata, hidranensefali, ensefalitis, korioretinitis, trombositopenia, petekie, anemia hemolitik, kematian.


3)      Varisela zoster
Cacar air atau herpes zoster, meningkatnya abortus dan lahir mati, hidrosefalus, mikrosefalus, kejang, katarak, mikoftalmia, sindrom horner, atrofi nervus optikus, nistagmus, korioretinitis, retardasi mental, hipoplasia skeletal, kelainan urogenital.
b.     Protozoa
1)      Toksoplasmosis
Khorioretinitis merupakan peradangan pada traktus uveitis posterior juga sering melibatkan retina. Manifestasi dari peradangan ini berupa kehilangan pandang, kebutaan atau pandangan kabur. Salah satu tanda klinis yang sesuai adalah ditandai dengan ada atau tidaknya nekrosis pada retina ; ukuran, bentuk dan orientasi dari lesi tersebut; derajat kegelapan pandang dan konfluensi dan fokaliti dari lesi, bersama dengan warna dan ciri berbatas. Tanda yang berhubungan dengan peradangan seperti arteriola atau selubung vascular, oklusi pembuluh darah dan peradangan pada celah anterior dan vitrous(33). Berikut gambar 1. dari khorioretinits akibat toxoplasmosis.
9.        Hubungan Mikrosefali dengan Gangguan Perkembangan Pada Anak
Mikrosefali merupakan manifestasi beberapa kelainan yang terjadi di dalam otak seperti infeksi TORCH, disgenesis serebral atau anomali otak lainnya yang mengganggu pertumbuhan dan maturasi otak. Berdasarkan penelitian Suwarba dkk di RSCM Jakarta periode Januari 2006 – Juli 2008, didapatkan bahwa karakteristik klinis terbanyak yang ditemukan pada pasien keterlambatan perkembangan global adalah mikrosefali(34).
Mikrosefali (lingkar kepala lebih kecil dari persentil 3) juga mempunyai korelasi kuat dengan gangguan perkembangan kognitif, sedangkan mikrosefali progresif berkaitan dengan degenerasi SSP. Makrosefali (lingkar kepala lebih besar dari persentil 97) dapat disebabkan oleh hidrosefalus, neurofibromatosis dan lain-lain(35,36). Bentuk kepala yang ‘aneh’ sering berkaitan dengan sindrom dengan gangguan tumbuh kembang. Ubun-ubun besar biasanya menutup sebelum 18 bulan (selambat-lambatnya 29 bulan)(35–37). Keterlambatan menutup dapat disebabkan oleh hipotiroidi dan peninggian tekanan intrakranial (hidrosefalus, perdarahan subdural atau pseudotumor serebri)

10.    Penyebab Gangguan Perkembangan Motorik Pada Anak
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah ini, yaitu(5):
a.       Faktor keturunan
Pada keluarga tersebut perkembangan motorik rata-rata lambat
b.      Faktor lingkungan
Anak yang tidak mendapat kesempatan untuk belajar, misalnya anak yang terus digendong atau di taruh di “baby walker” terlalu lama. Juga anak yang mengalami deprivasi maternal sering mengalami keterlambatan motorik.
c.       Faktor kepribadian
Anak yang penakut, takut jatuh.


d.      Retardasi mental
Sebagian anak dengan retardasi mental mengalami keterbatasan gangguan motorik.
e.       Kelainan tonus otot
Anak dengan palsi serebral, sering terjadi keterbatasan perkembangan motorik akibat dari spastisitas, atheotosis, ataksia atau hipotonia. Kelemahan tendon dan kelainan pada sumsum tulang belakang (gross spinal defects), juga disertai dengan keterlambatan motorik.
f.       Obesitas
Walaupun obesitas dapat mengakibatkan gangguan perkembangan motorik, tetapi tidak semua anak obesitas mengalami keterlambatan motorik.
g.      Penyakit neuromuscular
Pada anak yang menderita penyakit Duchenne muscular dystrophy sering terlambat berjalan.
h.      Buta
Anak yang buta sering terlambat berjalan, kemungkinan akibat dari tidak diberikan kesempatan untuk belajar.
Sedangkan gangguan motorik halus lebih sedikit variasinya. Gangguan perkembangan motorik halus sering menyertai retardasi mental dan palsi serebral(5).

11.    Habilitasi Pada Bayi dengan Gangguan Perkembangan
Kejadaian sebelum lahir atau setelah lahir, yang terdeteksi maupun yang tidak, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya abnormalitas perkembangan di perkembangan motoris pada anak. Faktor risiko terjadinya perkembangan yang abnormal yang paling umum adalah: kehamilan yang berisiko, komplikasi persalinan, berat badan lahir rendah, prematur, dan lainnya(38).
Satu dari kebanyakan parameter penting untuk menilai maturitas neurologis, adalah dengan melihat abnormalitas neurologis pada tonus otot, yang mana dapat diubah- diturunkan maupun dinaikan. Perubahan tonus otot sering dilihat pada anak-anak yang sering disebut “anak-anak berisiko” (anak-anak yang mempunyai satu atau lebih faktor risiko abnormalitas perkembangan di riwayat penyakitnya), dan mereka dapat menjadi indikasi dari disorder primer dari sistem saraf pusat (SSP) yaitu pada early brain damage. Perubahan tonus otot baik itu hipotonia maupun hipertonia dapat dianggap menjadi risiko simptomatik dan dibutuhkan habilitasi, meskipun normalisasi secara spontan sering terjadi(39).
Beberapa teknik dan cara digunakan untuk menormalisasikan tonus otot. Yang biasanya digunakan adalah: Vojta’s method dan Bobath’s method(40).
a.       Votja’s method didasari oleh refleks pergerakan ke depan – refleks dari merangkak dan membalikan(40), Metode ini menggunakan teknik penguatan isometris. Pola pergerakan normal didukung melalui aplikasi dari stimulus taktil. Program ini melibatkan sesi terapi setiap hari oleh orangtua yang menerima pelatihan ekstensif(41). Satu penelitian mengatakan bahwa(42) metode Votja lebih efektif ketika diberikan di masa awal pertumbuhan di infant preterm dengan risiko tinggi. Bagaimanapun juga, penelitian tentang keefektifannya pada pasien CP anak-anak yang lebih tua belum terlalu diperhatikan.
b.      Bobath’s method didasari oleh mekanisme yang memfasilitasi postur normal dan inhibisi patologis(40). Metode ini difokuskan untuk mengeliminasi pergerakan abnormal dan pengembalian pergerakan normal. Metode ini sering disebut pengobatan persiapan karena metode ini diarahkan untuk membentuk komponen sensorimotor performance yang menjadi syarat untuk berfungsi selagi meminimalisir perburukan yang mengganggu kelakuan fungsional(43).






BAB III
KESIMPULAN

Adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada bayi 6 bulan tersebut disebabkan oleh infeksi Toxoplasma gondiiyang diakibatkan ibu sering makan makanan yang dimasak tidak sempurna.


























DAFTAR PUSTAKA

1.        Dorland. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, 32e. 32nd edition. Philadelphia, PA: Saunders; 2011. 2176 p.
2.        Ilyas, Sidarta. Korioretinitis dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h. 144-45.
3.        Tanuwidjaya, Suganda. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. In: Narendra, Moersintowarti B, dkk. (eds.) Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung Seto; 2002. p. 8-11.
4.        Kliegman RM, Stanton BF, Geme JS, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
5.        Moersintowati.B et al. Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja Ed.1. Buku Ajar I. Sagung Seto : Jakarta. 2008 pp: 95-99.
6.        Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.
7.        Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak: Beberapa Cara Pengukuran. Edisi 2. Jakarta: PT Sagung  Seto; 2003. h. 180.
8.        MD KM, MD RMK. Nelson Essentials of Pediatrics: With STUDENT CONSULT Online Access, 7e. 7 edition. Philadelphia: Saunders; 2014.
9.        Thambirajah MS. Developmental Assessment of the School-Aged Child with Developmental Disabilities: A Clinician’s Guide. Jessica Kingsley Publishers; 2011.
10.    Griffith R, Luiz D, Development A for R in I and C. Griffiths Mental Development Scales, Extended Revised: GMDS-ER; Two to Eight Years. Hogrefe, the Test People; 2006. book p.
11.    Soetjningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta ; EGC.
12.    Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
13.    Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun.Jakarta: Puspa Swara.
14.    Manuaba, Ida Bagus G, et al. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2007.
15.    Rochjati, Poedji. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga University Press.
16.    Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka  Sarwono Prawirohardjo.
17.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: DEPKES RI.
18.    Nelson, W.E. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 1. Jakarta: EGC. 2012; h.635-643.
19.    Kasper LH. Toxoplasma infection. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 15th ed. McGraw Hill; 2001.p.1222-7.
20.    Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddi  PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2008. h.162-165.
21.    Centers for Disease Control and Prevention. Infections-toxo. Available at: http://www.cdc.gov/pregnancy/infections-toxo.html. Accesed on September 2014.
22.    Gangneux FR, Darde ML. Epidemiology of and Diagnostic Strategies for Toxoplasmosis. Clinical Microbiology Reviews; 2012 April;25(2):264-96.
23.    Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, Gama, Herry, Hadinegoro, Sri Rezeki S. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI; 2010..
24.    Chahaya, I. Epidemiologi Toxoplasma Ghondii. Universitas Sumatra Utara. 2003.h.5-7.
25.    Centers for Disease Control and Prevention. Infections-toxo. Available at: http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/prevent.html. Accesed on September 2014.
26.    Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual of Neonatal Care, 5th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004.
27.    Gomella TL, et al. A Lange Clinical Manual. Neonatology: Management, Procedures, On-Call Problems, Diseasea, and Drugs, 5th edition. New York: McGraw-Hill. 2004.
28.    Taeusch HW, Ballard RA. Avery’s Diseases of The Newborn, 7th edition. Philadelphia: Saunders. 1998.
29.    Kumar Vinay,dkk. 2013. Buku ajar patologi Robbins.Jakarta : EGC, 2007.
30.    Reece EA, Barbieri RL. Obstetrics and Gynecology: The Essentials of Clinical Care. Thieme; 2011.
31.    Perhimpunan Dokter Spesialis Mata. Radang Uvea dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi kedua. Jakarta: CV. Agung Seto; 2002. h. 159-75.
32.    Benson, Ralph C. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi edisi 9. Jakarta: EGC.
33.    Davis JL. Diagnostic dilemmas in retinitis and endophthalmitis. Presented at the Cambridge Ophthalmological Symposium. Miami: University of Miami Miller School of Medicine, Bascom Palmer Eye Institute.  2012; 26, 194–201.
34.    Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri; 2008 Desember;10(4):255-61.
35.    Ismael S. Ciri-ciri kelainan neurologis yang mudah dikenal. Dalam: Pusponegoro HD dkk.,  penyunting.Kelainan neurologis dalam praktek sehari-hari. Naskah lengkap PKB IKA FKUI XXXIV; 21-22 April 1995.Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1995.
36.    Levy SE, Hyman SL. Pediatric assesment of the child with developmental delay. Dalam: Batshaw ML,penyunting. The Child with developmental disabilities. Pediat Clin North Am 1993; 40:465-77.
37.    Sulkes SB. Developmental and behavioral pediatrics.Dalam: Behrman RE, Kliegman, RM, penyunting.Nelson essentials of pediatrics; edisi-3. Tokyo: Saunders,1998. h. 1-55.
38.    Wiles CM. Motor Disorders. Brain. 2000 Jul 1;123(7):1528–30.
39.    Goran G. Physical therapy for treatment of lower extremity fractures in children. Med Danas. 2011;10(10-12).
40.    MD JHM, Sarnat HB, MD BLM. Child Neurology. Seventh edition. Philadelphia: LWW; 2005.
41.    Piek JP. Infant Motor Development. Human Kinetics; 2006.
42.    Kanda T, Pidcock FS, Hayakawa K, Yamori Y, Shikata Y. Motor outcome differences between two groups of children with spastic diplegia who received different intensities of early onset physiotherapy followed for 5 years. Brain Dev. 2004 Mar;26(2):118–26.
43.    Radomski MV, Latham CAT. Occupational Therapy for Physical Dysfunction. Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

0 comments Blogger 0 Facebook

Post a Comment

 
Welcome To My Blog © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top