BAB I
PENDAHULUAN

Pemicu 3
Zelle hobby bermain sepak bola. Saat bertanding, ia terjatuh, kulit dilutut kirinya terkelupas dan sedikit berdarah. Ia mengeluh kesakitan dan menahannya hingga berkeringat. Luka dilututnya tampak merah dan kotor bercampur tanah. Ia lalu membersihkannya dengan air sumur. Saat terkena air, luka tersebut tersa perih. Dua hari kemudian luka menjadi bengkak dan kemerahan. Lutut kiri terasa sakit bila tungkai bawahnya digerakkan sehingga ia berjalan pincang.

1.1    Klarifikasi dan Defenisi
·         Luka
Suatu trauma pada bagian tubuh.
·         Bengkak
Suatu perbesaran abnormal pada bagian tubuh.
·         Pincang
Ketidaknoralan pergerakan.
·         Sedikir berdarah
Pengeluaran darah yang tidak banyak akibat suatu cedera
·         Tungkai
Anggota gerak bawah antara lutut dan pergelangan kaki.
·         Perih
Pedih atau ngilu pada bagian tubuh.
·         Terkelupas
Terlepasnya bagian kulit akibat cedera.

1.2    Kata Kunci
·         Jatuh
·         Kulit terkelupas & sedikit berdarah
·         Tungkai bawah
·         Berkeringat
·         Air sumur
·         Luka bengkak & kemerahan
·         Pincang
 
1.3    Rumusan Masalah
Bagaimana mekanisme pertahanan dan adaptasi yang dilakukan oleh tubuh Zelle saat mendapatkan cedera dilutut kirinya?

1.4    Analisis Masalah



1.5    Hipotesis
Luka cedera pada lutut kiri Zelle mengalami mekanisme pertahanan berupa respon inflamasi dan adaptasi seluler terhadap jejas sehingga mengakibatkan pembengkakan dan kepincangan.

1.6    Pertanyaan Diskusi
1.      Jelaskan mengenai jaringan dasar?
2.      Jelaskan histology kulit?
3.      Apa yang dimaksud dengan jejas seluler ?
4.      Apa saja jenis-jenis jejas sel ?
5.      Apa yang menyebabkan jejas sel ?
6.      Bagaimana mekanisme jejas sel pada luka Zelle ?
7.      Apa saja tipe adaptasi seluler ?
8.      Bagaimana adaptasi seluler terhadap jejas sel yang terjadi pada lutut kiri Zelle ?
9.      Apa yang dimaksud oleh respon inflamasi ?
10.  Apa saja bentuk respon inflamasi ?
11.  Berapa lama waktu yang diperlukan tubuh untuk melakukan respon inflamasi ?
12.  Bagaimana respon tubuh terhadap luka atau cedera yang dialami Zelle ?
13.  Mengapa respon inflamasi tubuh memiliki pengaruh terhadap luka pada Zelle?
14.  Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka ?
15.  Apa perbedaan penyembuhan luka primer dan luka sekunder ?
16.  Bagaimana mekanisme pemulihan jaringan pada luka yang dialami Zelle ?
17.  Apa yang menyebabkan Zelle berkeringat?
18.  Apa yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri?

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Jaringan Dasar
2.1.1        Jaringan Epitel
Jaringan epitel terdiri atas sel-sel polihedral yang berhimpitan, dengan substansi ekstrasel yang berjumlah sangat sedikit. Epitel terdiri atas sel-sel yang berdampingan dan menutupi sebagian besar permukaannya. Jaringan epitel berasal dari dua dari tiga lapis benih primer pada embrio muda, yaitu ectoderm dan endoderm. Ektoderm dan endoderm ini merupakan epitel dan kebanyakan organ epithelial tubuh berasal dari lapis benih ini. Ektoderm menghasilkan epitel kornea dan epidermis kulit, yang bersama-sama menutupi seluruh permukaan tubuh. Invaginasi dan perbanyakan dari epitel penutup ini akan menghasilkan saluran-saluran dan temali padat yang membentuk kelenjar pada kulit, yaitu kelenjar sudorifera, kelenjar sebasea, dan kelenjar mamma. Epitel dari endoderm yang melapisi saluran cerna embrional akan membentuk kelenjar-kelenjar usus, hepar, dan pankreas.
Jaringan epitel memiliki fungsi umum dan paling utama. Jaringan epitel berfungsi untuk :
·         Menutupi, melapisi, dan melindungi permukaan serta jaringan-jaringan yang terdapat dibawahnya. Contohnya pada kulit.
·         Fungsi absorpsi (penyerapan) misalnya pada usus.
·         Fungsi sekresi (pengeluaran) misalnya pada sel epital kelenjar.
·         Fungsi kontraktilitas misalnya pada sel mioepitel.
Jaringan pada epitel ini diklasifikasikan berdasarkan jumlah lapisan pada sel, bentuk dari sel, dan kekhususan pada permukaan bebasnya. Epitel ada yang terdiri atas satu lapis sel yang biasa disebut dengan epitel selapis dan ada yang terdiri dari banyak lapisan yang biasa disebut dengan epitel berlapis. Berdasarkan bentuk dari selnya, jaringan epitel selapis ini digolongkan menjadi epitel gepeng, epitel kuboid, dan epitel silindris. Sedangkan epitel berlapis digolongkan menjadi epitel gepeng, epitel kuboid, epitel silinris, dan epitel transisional. Terdapat juga jenis epitel yang bertingkat dengan lapisan sel memiliki inti di berbagai tingkat dan tidak semua sel mencapai permukaan tetapi semuanya menempel pada lamina basal. Jaringan epitel ini biasa disebut dengan jaringan epitel semu (pseudostratificatum).



1.        Epitel Selapis  Gepeng
Epitel selapis gepeng hanya terdiri dari satu lapis sel yang bentuknya gepeng (pipih) dan berfungsi dalam membantu pergerakan organ visera (mesotel), membantu dalam proses transport aktif, dan berfungsi dalam proses sekresi molekul. Epitel selapis gepeng ini ditemukan melapisi alveolus pada paru-paru, pada lapis parietal kapsula bowman dan segmen tipis Ansa Henle ginjal, pada membrane timpani dalam telinga dalam, dan juga pada endotel pelapis pembuluh darah serta limfa.
2.        Epitel Selapis Kuboid
Epitel selapis kuboid terdiri dari satu lapis sel yang bentuknya seperti kubus atau empat persegi panjang yang ketebalannya sama dengan lebarnya. Fungsinya untuk melapisi permukaan, melindungi jaringan-jaringan yang terdapat di bawahnya, dan juga untuk melakukan fungsi sekresi. Epitel selapis kuboid ini terdapat pada permukaan ovarium, pada pleksus koroid, pada saluran keluar banyak kelenjar, dan juga epitel ini berfungsi sebagai pelapis pada folikel kelenjar tiroid.
3.        Epitel Selapis Kolumnar
Epitel selapis kolumnar terdiri dari satu lapis sel yang bentuknya silindris yang mempunyai bentuk empat persegi panjang dengan sumbu panjangnya tegak lurus terhadap lamina basalis. Tinggi selnya hanya sedikit melebihi sel pada epitel kuboid, tetapi sel ini lebih tinggi dan langsing karenanya berbentuk silindris atau kolumnar.
Epitel selapis kolumnar berfungsi sebagai proteksi atau perlindungan, sebagai fungsi absorpsi (penyerapan), sebagai fungsi sekresi, dan juga berfungsi dalam lubrikasi. Epitel selapis kolumnar ini melapisi saluran pencernaan dari kardia lambungt sampai anus. Ada juga epitel selapis kolumnar bersilia yang dapat ditemukan melapisi uterus dan tuba fallopii, pada sinus paranasal, dan pada kanalis sentralis medulla spinalis.
4.        Epitel Berlapis Gepeng
Epitel berlapis gepeng terdiri dari banyak sel (dua lapisan atau lebih) dan bentuknya pipih (gepeng). Epitel berlapis gepeng ini dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu epitel gepeng berlapis tanduk atau epitel gepeng berkeratin (kering) yang fungsinya sebagai proteksi (perlindungan) dan untuk mencegah terjadinya kehilangan air. Jenis epitel berlapis gepeng yang kedua yaitu epitel gepeng tidak berlapis tanduk atau epitel gepeng tidak berkeratin (basah) yang berfungsi sebagai proteksi, sekresi, dan juga berfungsi untuk mencegah terjadinya kehilangan air.
Epitel berlapis gepeng bertanduk banyak ditemukan pada bagian epidermis, sedangkan epitel berlapis gepeng tidak bertanduk banyak ditemukan pada mulut, esofagus, laring, vagina, dan juga kanal anus.
5.        Epitel Berlapis Kuboid
Epitel berlapis kuboid ini terdiri dari banyak sel yang bentuknya seperti kubus atau empat persegi panjang. Epitel berlapis kuboid berfungsi sebagai perlindungan (proteksi) dan juga berfungsi dalam sekresi. Jaringan epitel berlapis kuboid ini banyak terdapat pada kelenjar keringat, serta folikel ovarium yang sedang berkembang.
6.        Epitel Berlapis Kolumnar
Epitel berlapis kolumnar terdiri dari banyak lapis sel yang bentuknya silindris (kolumnar). Pada epitel berlapis kolumnar, hanya sel-sel lapis paling bawah saja yang berkontak dengan lamina basalis. Epitel berlapis kolumnar ini berfungsi sebagai proteksi (perlindungan). Epitel jenis ini banyak ditemukan di uretra pria dan pada duktus ekskretorius kelenjar parotis, dan pada forniks konjungtiva.
7.        Epitel Transisional
Epitel ini dulunya dianggap sebagai bentuk peralihan antara epitel berlapis gepeng dengan epitel berlapis kolumnar. Epitel transisional terutama terdapat pada kandung kemih yang dapat membesar bila terisi dan mengempis pada waktu kosong. Sel-sel pada epitel ini pada dasarnya berbentuk kuboid atau kolumnar rendah. Epitel ini dapat memipih ataupun menebal tergantung dari kondisi dan situasi dari organ yang bersangkutan. Epitel transisional banyak ditemukan di sepanjang saluran kemih dari kaliks renalis sampai uretra. Istilah uroepitel sebenarnya lebih tepat daripada epitel transisional. Epitel ini fungsinya sebagai proteksi atau perlindungan dan distensibilitas.
8.        Epital Pseudostratificatum
Epitel ini disebut dengan jaringan epitel semu. Jaringan epitel ini disebut sebagai epitel semu karena seolah-olah bentuknya seperti bertingkat, namun sebenarnya tidak bertingkat karena semuanya menempel pada lamina basalis. Epitel ini banyak melapisi bagian trakea, bronkus, dan juga rongga hidung. Epitel ini berfungsi sebagai proteksi (perlindungan) dan juga berfungsi dalam sekresi.
            Sel-sel pada jaringan epitel secara struktural dan fungsional terpolarisasi untuk melakukan fungsi sekresi atau absorpsi, dan untuk mengatur keluar masuknya ion dan zat terlarut melalui epitel yang perlu untuk mempertahankan gradient konsentrasi antara lingkungan luar dan cairan tubuh. Polaritas pada jaringan epitel jelas terlihat pada kekhususan untuk memperluas daerah permukaan. Kepolaritasan pada jaringan epitel ini berfungsi dalam melakukan komunikasi antarsel pada jaringan yang bersangkutan. Polaritas pada epitel banyak ditemukan pada daerah apical dan daerah basolateral pada jaringan.
            Jaringan epitel adalah struktur yang relatif labil dengan sel-selnya yang diperbarui secara kontinu (berkelanjutan) melalui aktivitas mitosis. Epitel pada permukaan tubuh sering menghadapi trauma dan cedera. Pada kulit, sel-sel superficial dari epitel berlapis gepeng sering mengalami keratinisasi dan mati. Lapis sel-sel yang mati itu sedikit banyakj melindungi sel-sel yang hidup di lapisan lebih dalam dari epitel. Sel-sel mati yang seluruhnya sudah menjadi keratin, secara tetap akan terkelupas dan akan diganti oleh sel-sel yang membelah di dasar epitel, yang mengalami keratinisasi sewaktu terdesak ke arah permukaan epitel.
            Epitel normalnya mampu memperbaiki atau mengganti sel yang rusak atau apoptotic.Selama proses pemulihan luka, sel-sel pada tepian luka atau cedera akan menggepang menjadi lembaran tipis yang menyebar menutupi celah dalam epitel. Pembelahan sel dimulai agak belakangan pada tepi luka untuk menyediakan sel yang diperlukan untuk pemulihan epitel sampai tebalnya akan kembali normal.(1)


2.1.2        Jaringan Ikat
Fungsi jaringan ikat adalah  membentuk dan mempertahankan bentuk  organ  dalam tubuh dan fungsi mekanisnya  adalah  menyediakan  matriks  yang menghubungkan  dan  mengikat jaringan  dan sel-sel lain  pada  organ  dan  memberikan  pe-nyangga  metabolik  bagi  sel  sebagai medium  untuk difusi nutrien  dan  produk  limbah.
Secara struktural,  jaringan  ikat  dibentuk  oleh  tiga golongan komponen:  sel,  serat,  dan  substansi dasar. Jaringan ikat  berkembang  dari  mesenkim,  yaitu  jaringan embrional  yang  dibentuk oleh  sel-sel panjang terdiferensiasi, yaitu sel  mesenkim. Sel-sel  ini  ditandai  dengan inti  yang  lonjong  dengan anak inti  (nukleolus)  nyata  dan kromatin  halus.  Sel mesenkim  memiliki  banyak  cabang  sitoplasma  ramping  dan terendam  dalam  sejumlah  besar  substansi ekstrasel  yang  kental  dan  mengandung  sedikit  serat'  Mesenkim terutama  berkembang  dari  lapisan  tengah  embrio, yaitu mesoderm.  Sel-sel  mesodermal  bermigrasi  dari  tempat  asalnya. Selain  menjadi  asal  dari semua  jenis  seljaringan  ikat,  mesenkim  juga  berkembang  menjadi  jenis  sel lain  seperti  sel  darah,  sel endotel,  dan  sel  otot polos.
1.        Sel-sel Jaringan Ikat
Sel penyusun jaringan ikat adalah fibroblast yaitu bersal dari sel mesenkim yang tidak berdeferensiasi dan menghabiskan hidupnya dijaringan ikat. Sel yang lain adlah sel mast, magrofag dan sel plasma yang berasal dari sel hematopoietik berasal dari sumsum tulang, bergerak dalam darah dan bergerak kedalamm jaringan tempat sel-sel itu menetap dann menjalankan fungsinya.
a.       Fibroblast
Fibroblas menyintesis kolagen  elastin,  glikosaminoglikan, proteoglikan  dan  glikoprotein  multiadhesif.  Fibroblas merupakan  sel  yang  paling banyak  terdapat  di  jaringan  ikatdan  bertugas  menyintesis  komponen  matriks ekstrasel.
Kapasitas regenaratif jaringan ikat tampak jelas bila jaringan dirusak oleh peradangan atau cedera traumatik. Pada keadaan tersebut, ruang-ruang yang terbentuk akibat cedera di jaringan dengan sel-sel yang tidak membelah (misalnya otot jantung) akan diisi oleh jaringan ikat, yang membentuk suatu parut.
Bila rangsangan memeadai, seperti selama penyembuhan luka, fibrositt kembali menjadi fibroblast dan aktivitas sintesisnya pulih kembali. Dalam hal ini bentuk dan tampilan selnya kembali seperti fibroblast. Miofibroblas, yaitu sel dengan cirri fibroblast dan otot polos juga ditemukan pada penyembuhan luka. Sel fibroblast memiliki sebagian besar cirri morfologi fibroblast, etapi mengandung mikrofilamen akttin dan me]iosin akan menutup luka setelah terjadinya cidera jaringan yaitu suatu proses kontaraksi luka.
b.      Adiposit
Adiposit (L.  adeps, lemak  + Yun. kytos,  sel)  merupakan  sel jaringan  ikat  yang dikhususkan  untuk  penyimpanan  lemak netral  atau  untuk produksi  panas.  Selain sering  disebut  sel lemak,  se1  tersebut  memiliki  kepentingan metabolic.
c.       Makrofag
Makrofag berasal  dari  sel-sel  prekursor  sumsum  tulang yang  membelah,  dan menghasilkan monosit yang  beredar  didalam  darah. Sel-sel ini  menembus  dinding  venula  dan kapiler ke dalam  jaringan  ikat  tempat  sel  tersebut  menjadi  matang dan memiiiki  ciri  morfoiogis  sebuah  makrofag.  Jadi, monosit dan makrofag adalah sel  yang  sama  dengan  tahap  pematangan yang  berbeda..  Makrofag  terkadang  disebut  sebagai 'histiosit’.
d.      Sel  Mast
Sel mast  merupakan  sel  jaringan  ikat  berbentuk  bulat sampai lonjong,  berdiameter  20-30  µm,  yang sitoplasmanya dipenuhi granul sekretori i  basofilik. lnti  bulatnya  yang  agak  kecil  terletak di tengah  dan  dapat  ditutupi granul sitoplasmanya. Fungsi  utama  sel  mast  adalah  pelepasan  banyak  zat bioaktif  dengan  peran pada resPons  inflamatorik,  imunitas bawaan,  dan  perbaikan jaringan.
Sebagian  daftar molekul  penting yang  dilepaskan  dari  granula ini  mencakup:'
·           Heparin, suatu  glikosaminoglikan  tersulfasi  yang  bekerja setempat  sebagai  antikoagulan.
·           Histamin,  yang  meingkatkan  permeabilitas  vaskular  dan kontraksi  otot  polos.
·           Protease  serin,  yang  mengaktifkan  berbagai  mediator inflamasi.
·           Eosinofil  dan  faktor  kemotaktik  neutrofil  yang  menarik leukosit  tersebut.

e.       Sel  Plasma
SeI  plasma  adalah  sel  lonjong  dan  besar,  dengan  sitoplasma basofilik karena  banyaknya  kandungan  RE  kasar. Inti  sel  plasma umumnya  sferis  dan terletak  eksentris. Banyak inti  tersebut  mengandung  regio  heterokromatin  perifer padat yang  diselingi  daerah  eukromatin yang  lebih  terang' konfigurasi  tersebut  memberi tampilan  inti  sel  plasma  seperti bagian  muka  jam.  Terdapat beberapa sel plasma  di  kebanyakan jaringan  ikat. Jangka hidup  ratanya  berlangsung  singkat, yaitu  10-20  hari.
f.       Leukosit
 Leukosit (Yun'  leukos, putih,  + kytos),  atau  sel  darah  putih, merupakan  sel pengembara di jaringan, ikat.
2.        Jenis Jarinag Ikat
a.       Jariangan Ikat umum
Terdapat  dua golongan  jaringan  ikat  umum:  longgar  dan padat. Jaringan  ikat  longgar  merupakah  tipe  jaringan  ikat  yang sangat  umum dijumpai dan  menunjang  banyak  struktur yang biasanya  mengalami  tekanan  dan gesekan  lemah. Jaringan ikat ini  biasanya menunjang  jaringan  epitel,  membentuk  lapisan yang membungkus  pembuluh  darah  dan limfe,  serta  mengisi ruang  antara  serabut  otot dan  saraf.
b.      Jaringan  Retikular
Setiap jaringan  retikular  membentuk jejaring  tiga-dimensi halus yang menopang sel di jaringan  retikular.  faringan ikat khusus  ini  terdiri  ata s serat  retikular  dari kolagen  tipe  III  yang dihasilkan  oleh  fibroblas  khusus  yang  disebut sel  retikular.  Serat  retikular  yang  mengalami glikosilas membentuk  kerangka  arsitektural  yang  menciptakan  lingkung-an  mikro khusus  bagi organ  hematopoietik  dan  organ  limfoid (sumsum  tuiang,  kelenjar  getah  bening,  dan  limpa).
Selain sel retikular,  sel-sel sistem  fagosit  mononuklear  tersebar secara  strategis  di sepanjang  trabekula.  Sel-sel  tersebut memantau  zat  yang  mengalir lambat  melalui  celah-celah mirip sinus dan  menyingkirkan  benda-benda  asing  melalui  fagositosis.


c.       Jaringan Mukosa
Jaringan mukosa terutama ditemukan  di  tali  pusat  (korda umbilikalis) dan  jaringan 1'anin. jaringan  mukosa memiliki banyak substansi  dasar  yang  terutama  terdiri  atas  asam hialuronat,  yang  membuatnya  menjadi  jaringan  mirip jeli  yang mengandung  sangat  sedikit serat  kolagen dengan sebaran fibroblas .
Jaringan mukosa merupakan komponen  utama tali pusat, yang  disebut Wharton's jelly. Bentuk  jaringan  ikat  serupa  juga  ditemukan  di dalam  pulpa gigi  yang  masih  muda.(1)
2.1.3        Jaringan Otot



Jaringan otot terdiri atas sel-sel yang telah berdiferensiasi untuk penggunaan optimal sifat universal sel yang disebut kontraksi sel. Mikrofilamen dan protein terkait bersama-sama menghasilkan daya yang diperlukan untuk kontraksi sel, yang menghasilkan gerakan dalam organ tertentu dan tubuh secara keseluruhan. Hampir semua sel otot berasal dari mesoderm, dan sel-sel ini terutama mengalami diferensiasi terutama melalui suatu proses pemanjangan sel secara bertahap dengan sintesis protein myofibril secara bersamaan.

Tigas jenis jaringan otot dapat dibedakan berdasarkan cirri morfologis dan fungsional dan struktur setiap jenis jaringan otot disesuaikan dengan peran fisiologisnya.
1.        Otot rangka, terdiri atas berkas-berkas sel multinuclear dan silindris yang sangat panjang, yang  memiliki garis-garis  melintang (lurik).  Kontraksinya  cepat, kuat,  dan biasanya dipengaruhi  kehendak.  Kontraksi  ini  disebabkan oleh  interaksi  antara  filamen  aktin  tipis  dan filamen  myosin tebal, dengan  konfigurasi  molekul yang  memungkinkan  kedua filamen  tersebut  bergeser  saling  tumpang  tindih. Tenaga  yang diperlukan  untuk  bergeser  dibangkitkan  oleh interaksi  lemah di jembatan-jembatan  di  antara  aktin pada  miosin
2.        Otot jantung  juga  memiliki  garis-melintang  dan terdiri  atas  sel-sel panjang  yang  bercabang,  yang terletak  paralel satu  sama lain. Di tempat  kontak  ujung-ke-ujung  terdapat discus intercalaris, suatu  struktur  yang hanya  terdapat  pada  otot  jantung. Kontraksi  otot  jantung  bersifat  involunter,  giat,  dan  ritmis.
3.        Otot polos  terdiri  atas  kumpulan  sel-sel  fusiform  yang  tidak bergaris bila  diamati  dengan  mikroskop  cahaya.  Kontraksinya lambat  dan  tidak  di  bawah  kendali  volunter.(1)
2.1.4        Jaringan Tulang Rawan
Tulang rawan atau kartilago ditandai dengan suatu matriks ekstrasel (ECM) yang banyak mengandung glikosaminoglikan dan proteoglikan, yaitu makromolekul yang berinteraksi dengan serat kolagen dan elastin. Karena permukaan tulang rawan yang licin dan lentur, sehingga tulang rawan berperan sebagai peredam benturan dan daerah pergeseran pada sendi serta memudahkan pergerakan tulang. Tulang rawan juga penting untuk perkembangan dan pertumbuhan tulangt-tulang panjang, baik sebelum dan sesudah lahir.
Tulang rawan terdiri atas sel-sel, yang disebut kondrosit (Yun. Chondros, tulang rawan, + kytos, sel) dan matriks ekstrasel luas, yang terdiri atas serat dan substansi dasar. Kondrosit menyintesis dan menyekresi ECM, dan sel-selnya sendiri terdapat didalam rongga-rongga matriks yang disebut lacuna. Tulang rawan ini diselubungi oleh jaringan ikat padat yang disebut perikondrium.
Tulang rawan ini terbentuk dari mesenkim embrionik pada proses kondrogenesis. Indikasi pertama diferensiasi sel adalah membulatnya sel-sel mesenkim, dengan retraksi cabang-cabangnya, dan membelah dengan cepat serta membentuk kondensasi sel. Sel-sel yang terbentuk melalui deferensiasi langsung dari mesenkim disebut dengan kondroblas, memiliki sitoplasma basofilik yang kaya akan ribosom. Sintesis dan deposisi matriks kemudian mulai memisahkan kondroblast satu sama lain. Selama perkembangan embrionik, diferensiasi tulang rawan berlangsung dari pusat keluar. Sehingga sel-sel yang dekat dengan pusat memiliki ciri cenderung seperti kondrosit, sedangkan sel-sel diperifer merupakan kondroblas yang tipikal. Sedangkan mesenkim superficial berkembang menjadi perikondrium.
Pertumbuhan tulang rawan terjadi karena dua proses pertumbuhan interstisial, yang terjadi akibat pembelahan mitosis kondrosit yang sudah ada dan pertumbuhan aposisional, yang terjadi akibat diferensiasisel-sel perikondrium.
Tulang rawan dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan komponen-komponen penyusunnya.
1.        Tulang rawan hialin
Tulang rawan hialin adalah bentuk tulang rawan yang paling umum dijumpai. Tulang rawan hialin segar berwarna putih kesbiruan dan bening. Pada embrio tulang rawan hialin berfungsi sebagai kerangka sementara, sampai tulang ini berangsur-angsur diganti oleh tuang rawan sejati. Sedangkan pada mamalia dewasa kartilago hialin ini barada pada persendian, di dinding saluran nafas yang berukuran besar seperti hidung, laring, trakea, dan bronkus, pada ujung ventral tulang rusuk tempat persendian tulang rusuk dan sternum, di lepeng epifisis, yang berperan dalam pertumbuhan panjang tulang.
Pada matriks kartilago hialin dalam keadaan kering mengandung sebesar 40% kolagen yang terbenam dalam gel berhidrasi padat dari proteoglikan dan glikoprotein structural. Matriks tulang rawan biasanya bersifat basofilik karena tingginya kandungan glikosaminoglikan (GAG). Dibagian tepi tulang rawan hialin, kondrosit muda memiliki bentuk lonjong, dengan sumbu panjangnya yang paralel terhadap permukaan. Kondrosit mensintesis kolagen dan molekul matriks lainnya. Tulang rawan tidak memiliki kapiler darah sehingga kondrosit bernafas pada tekanan osmosis oksigen rendah. Tulang rawan ini juga termasuk tulang rawan yang dilapisi oleh perikardium.
2.        Tulang rawan elastin
Tulang rawan elastin  sangat serua dengan tulang rawan hialin. Dan sering ditemukan menyatu dengan tulang rawan hialin secara berangsur. Tulang rawan elastin ini sering ditemukan pada arikula telinga, dinding liang telinga luar, tuba auditorius (saluran eustasius), epiglottis, dan kartilago cuneiformis pada laring. Pada bagian luarnya kartilago elastin ini juga dilapisi oleh pericardium.


3.        Fibrokartilago
Fibrokartilago adalah jaringan intermedia antara jaringan ikat padat dan tulang rawan hialin. Jaringan tersebut ditemukan pada diskus intervertebralis, ditempat perlektan ligamen tertentu, dan simfisis pubis. Fibrikartilago mengandung kondrosit, baik satu satu atau agregat isogen, dan umumnya tersusun secra aksial dalam barisan panjang yang dipisahkan oleh serat kolagen tipe I kasar dan lebih sedikit proteoglikan Dari pada kartilago lainnya. Pada fibrokartilago, serta kolagen padat dapat membentuk berkas-berkas ireguler atau parallel diatara agregat aksial kondrosit. Tidak ditemukan lapisan perikardium yang melindungi fibrokartilago ini.
Diskus intervertebralis terletak antara vertebrata dan terikat oleh ligamen. Setiap diskus memiliki dua komponen histologi utama yaitu annulus fibrosus perifer yang kaya akan berkas kolagen tipe I, dan nucleus pulposus sentral dengan matriks mirip gel yang kaya akan asam hialuronat.(1)
2.1.5        Jaringan Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat yang  paling kuat. Diperkirakan 30% matriks tulang tersusun dari materi organik (berupa serat kolagen) dan 70% garam-garam anorganik terutama berupa garam-garam kalsium misalnya kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Oleh karena itu tulang ini menjadi keras sehingga dapat berperan sebagai pelindung. Sementara itu kandungan berupa materi organic menyebabkan tulang bersifat fleksibel dan kuat.       
Sel – sel pada tulang
·         Osteosit adalah sel-sel tulang terdapat di dalam lacuna di dalam matriks
·         Osteoblas adalah sel induk osteosit dan pembentuk materi organic matriks
·         Osteoklas adalah sel-sel berukuran besar dan berinti banyak yang berperan dalam penyerapan dan perombakan jaringan tulang.
1.        Tulang Kompak
Tulang ini terdiri atas lingkaran – lingkaran konsentris tipis yang disebut lamela. Masing-masing lamella mengelilingi suatu pusat kanal yang dikenal sebagai kanal havers. Di dalam kanal havers terdapat pembuluh darah, pembuluh saraf dan jaringan ikat longgar. Satu kanal havers dengan lingkaran lamelanya disebut sistem havers atau osteon. Diantara satu lamella dengan lamella lainnya biasanya diselingi sejumlah lakuna yang mengandung sel-sel tulang. Sel-sel tulang yang berdekatan dapat berhubungan satu sama lain melalui saluran kecil yang disebut kanalikuli yang berfungsi sebagai penyuplai makanan dan oksigen pada sel-sel tulang.
2.        Tulang Spons
Tulang spons terdapat pada ujung tulang pipa. Materi organic tulang spons terutama tersusun oleh serat-serat kolagen. Dikatakan tulang spons karena susunan matriksnya membentuk rongga. Rongga antar ruang diisi oleh jaringan sum sum yang lunak, dapat berupa sum sum kuning atau sum sum merah. Pada tulang spons tidak terdapat sistem havers.(1)
2.1.6        Jaringan Saraf
Sistem  saraf  dibagi:
1.    Sistem saraf Pusat (SSP)
2.    Sistem saraf Tepi (SSP)
Komponen utama jaringan saraf:
1.    Neuron / Sel  Saraf
2.    Neuroglia / Sel Glia




Neuron
 






Struktur  umum  Neuron:
1.    Dendrite
Dendrit mempunyai ciri-ciri:
a.       prosesus  multiple/banyak
b.      menerima rangsang dari lingkungan, epitel sensorik dan neuron lain
c.       1 neuron mempunyai banyak dendrite
d.      banyak, bentuk dan orientasi percabangan bervariasi
e.       ukuran dendrit semakin banyak cabang semakin tipis
f.       komponen penyusun mirip karion tetapi tanpa badan golgi, badan nissle dan mitokondria pada dendrit tipis
2.    Perikarion/badan sel
Perikarion  merupakan pusat trofik dan dapat menerima rangsang.  Perikarion mempunyai  ciri-ciri sebagai berikut:
a.       nucleus terletak di pusat  
b.      terdapat banyak retikulum endoplasma granula dan disebut benda Nissle
c.       badan golgi terletak di dekat inti
d.      ada mitokondria,  neurofilamen (mikrotubulus), inklusi sel (pigmen melanin dan lipofuchsin)


3.    Akson
Akson mempunyai ciri-ciri:
a.      prosesus tunggal
b.      penghantar impuls
c.       panjangnya dapat lebih dari 1 m
d.      berawal dari akson Hillock
e.      Sitoplasma dengan sedikit organel (mitokondria, mikrotubulus dan neurofilamen)
Klasifikasi  neuron
1.        Berdasarkan fungsinya ,  neuron dibagi
a.       neuron motorik :  dari SSP  ke efektor
b.      neuron sensorik :  dari  organ sensorik ke SSP
c.       interneuron :  dari neuron sensorik ke neuron motorik
2.        Berdasarkan ukuran dan bentuk prosesus,  neuron dibagi
a.       neuron multipolar  :  jumlah prosesus lebih dari dua ( pada SSP)
b.      neuron bipolar :  jumlah prosesus dua (di ganglion koklearis dan vestibularis, retina dan olfaktorius)
c.       neuron pseudounipolar :  jumlah prosesus satu tetapi bercabang dua (pada ganglion spinalis yang merupakan ganglion sensorik/ di dorsal)
Neuroglia merupakan
1.            Penyusun jaringan saraf ,  tetapi tidak mampu menghantar impuls
2.            tidak membentuk sinaps dengan sel lain.
3.            Fungsinya  sebagai pemelihara viabilitas neuron dan  pengisi ruang antar neuron yang mengandung sedikit jaringan ikat
Macam neuroglia
·         Makroglia   meliputi astrosit dan oligodendrosit
Astrosit mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a.      sel glia terbesar
b.      prosesus banyak
c.       berperan sebagai makrofag
d.      meliputi astrosit protoplasmic dan fibrosa
Oligodendrosit  mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.      ukuran lebih kecil dari astrosit
b.      prosesus lebih sedikit dan lebih pendek dari astrosit
c.      di substansia grisea terletak dekat dengan perikarion
d.     di substansi alba terletak dekat dengan akson bermielin (merupakan penghasil myelin)
·         Mikroglia
Mikroglia  mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
a.       ukuran badan sel kecil, padat, gepeng dan prosesusnya pendek
b.      banyak di substansia grisea
c.       berubah fungsi menjadi fagosit pada kerusakan jaringan otak
·         Sel ependim
Sel ependim merupakan epitel kolumnar yang melapisi beberapa ventrikel dan kanalis sentralis medulla spinalis,  bagian basal sel berhubungan dengan jaringan saraf.(1)
2.1.7        Jaringan Darah
1.        Eritrosit
Eritrosit ( sel darah merah), yang tidak memiliki inti, dipenuhi oleh protein hemoglobin pembawa O2 . dalam keadaan normal, sel-sel ini tidak pernah keluar dari system sirkulasi.Kebanyakan eritrosit mamalia merupakan cakram bikonkaf tanpa inti. Bila dimasukkan ke dalam medium isotonic, eritrosit manusia bersiameter 7,5 µm, dengan tebal di bagian tepi sebesar 2,6 µm, dan tebal di bagian pusat sebesar 0,8 µm. bentuk bikonkaf ertrosit menyebabkan tingginya rasio luas permukaan terhadap volume, yang mempermudah pertukaran gas.
Konsentrasi eritrosit normal dalam darah kira-kira 3,9-5,5 juta per mikroliter pada wanita dan 4,1-6 juta per mikroliter pada pria. Eritrosit cukup fleksibel, yakni suti cirri yang memungkinkan beradaptasi dengan ketidak-teraturan bentuk kapiler dan diameter kapiler yang kecil. Pengamatan secara in vivo menunjukkan bahwa saat melewati sudut percabangan kapiler, eritrosit dengan hemoglobin dewasa (HbA) berubah bentuk dengan mudah dan sering berbentk mirip mangkuk.
Di bagian dalamnya, eritrosit mengandung 33% larutan hemoglobin, yakn protein pembawa O2 yang menyebabkan eritrosit bersifat asidofilik. Selain itu terdapat enzim glikolisis dan jalur heksosa-monofosfat-shunt pada metabolism glukosa.Hemoglobin berturut-turut membentuk oksihemoglobin atau karbaminohemoglobin bila bergabung dengan O2 atau CO2. Reversibilitas kombinasi ini merupakan dasar bagi kemampuan pengangkutan gas dari hemoglobin. Akan tetapi, kombinasi hemoglobin dengan karbon monoksida (karboksi-hemoglobin)tidak reversible dan berakibat penurunan kapasitas pengankutan O2.
Eritrosit yang baru dilepaskan olehsumsum tulang ke dalam sirkulasi darah sering mengandung residu RNA ribosom, dan dapat diendapkan dan terpulas dengan adanya pewarna supravital ( misalnya brilliant cresyl blue ). Pada keadaan tersebut, eritrosit yang lebih muda, yang disebut retikulosit, terlihat memiliki beberapa granul atau struktur mirip-jala di dalam sitoplasmanya.Retikulosit biasanya dijumpai lebih kurang sebanyak 1% dari total eritrosit yang beredar; inilah kecepatan penggantian eritrosit perharinya oleh sumsum tulang. Peningkatan jumlah retikulosit menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan akan pengankutan O2 oleh factor-faktor seperti perdarahan atau keberadaan di tempat tinggi.
Eritrosit kehilangan mitokondria, ribosom, dan banyak enzim sitoplasma selama proses pematangannya. Sumber energy bagi eritrosit adalah glukosa yang didegradasi menjadi laktat secara anaerob. Karena eritrosit tidak memiliki inti atau organel lain yang diperlukan untuk sintesis protein, eritrosit tidak menyintesa hemoglobin.Eritrosit manusia dapat bertahan dalam sirkulasi lebih kurang selama 120 hari. Eritrosit tua akan dikeluarkan dari sirkulasi terutama oleh makrofag limpa dan sumsum tulang.
2.        Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 5000-9000/mm3, bilajumlahnya lebih dari 10.000/mm3, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000/mm3 disebut leukopenia.
Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil).
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.
Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 5000-9000/mm3, waktu lahir 15000-25000/mm3, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal.
Jenis Sel Darah Putih
a.       Neutrofil
Neutrofil (Polimorf), sel ini berdiameter 12–15 μm memilliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu (azuropilik) atau merah lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam lain, yang sekunder mengandung fosfatase lindi dan lisosom.
b.      Eosinofil
Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutropil. Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan.
c.       Basofil
Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 μm. Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi “mast cells”. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya dikaitan dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam respon alergi.
d.      Monosit
Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih besar daripada leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 μm dan memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma yang melimpah berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi rupa seperti kaca. Granula sitoplasma juga sering ada. Prekursor monosit dalam sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari mieloblas dan monosit.
e.       Limfosit
Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan sel kecil yang berdiameter kecil dari 10μm. Intinya yang gelap berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas. Nukleoli normal terlihat. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12-16μm dengan sitoplasma yang banyak yang mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya telah dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau protein asing.
3.      Platelet
Platelet ( trombosit) adalah fragmen sel mirip cakram, dan tak berinti, dengan garis tengah 2-4 µm. trombosit berasal dari fragmentasi megakriosit poliploid raksasa yang ada di sumsum tulang. Trombosit mempermudah pembekuan darah dan membantu memperbaiki celah dalam dinding pembuluh darah, yang mencegah kehilangan darah. Nilai normal trombosit berkisar dari 200.000 sampai 400.000 per mikroliter darah. Jangka hidup trombosit dalam darah lebih kurang 10 hari.
Pada sediaan apus darah, trombosit sering tambak berkelompok. Setiap trombosit memiliki daerah perifer yang transparan berwarna biru muda, yaitu hialomer, dan daerah pusat padat yang mengandung granul ungu, yang disebut granulomer.Trombosit mengandung suatu system saluran, yaitu system kanalikuli terbuka, yang berhubungan dengan invaginasi membrane plasma trombosit. Di sekitar tepian trombosit, terdapat berkas marginal mikrotubulus, yang membantu mempertahankan bentuk trombosit yang lonjong. Pada hialomer terdapat jua sejumlah tabung berbentuk tak teratur yang padat-elektron, dan dikenal sebagai system tubular padat. Molekul aktin dan myosin dalam hialomer dapat menyusun suatu system kontraktil yang berfungsi menimbulka pergerakan dan agregasi trombosit.
sentral memiliki berbagai granul berbatas-membran dan sedikit mitokondria dan partikel glikogen. Badan padat( granula delta) mengandung ion kalsium, pirofosfat, ADP, dan ATP. Granula alfa sedikit lebih besar dan mengandung fibrinogen, plateled-deriverd growth factor, dan beberapa protein-spesifik lainnya. Granula lambda adalah vesikel kecil yang hanya mengandung enzim lisosom.
Fungsi trombosit
a.         Agregasi primer  - diskontinuitas endotel, yang diakibatkan cedera, diiikuti oleh agregasi trombosit pada kolagen yang terpapar, melalui protein- pengikat-kolagen pada membrane trombosit. Jadi, terbentuk sumbatan trombosit sebagai langkah pertama untuk menghentikan perdarahan
b.        Agregasi sekunder – trombosit pada sumbatan tersebut, melepaskan suatu glikoprotein adhesive dan ADP. Keduanya adalah pemicu agregasi trombosit yang kuat, yang akan menambah ukuran sumbatan trombosit.
c.         Koagulasi darah – selama agregasi trombosit terjadi, factor dari plasma  darah, pembuluh darah yang rusak, dan trombosit memudahkan terjadinya rentetan interaksi dari sekitar 13 protein palasma, yang menghasilkan suatu polimer, yakni fibrin, yang membentuk jalinan serat 3-dimensi yang menjerat sel-sel darah merah, leukosit, dan trombosit untuk membentuk suatu bekuan darah, atau thrombus.
d.        Retraksi bekuan – bekuan darah yang tadinya menonjol ke dalam lumen pembulu darah berkerut karena adanya interaksi dari aktin, myosin trombosit, dan ATP.
e.         Penghancuran bekuan – ketika dilindungi oleh bekuan, dinding pembuluh darah yang rusak mengalami restorasi melalui pembenukan jaringan baru. Bekuan tersebut kemudan dihancurkan, terutama oleh enzim proteolitik plasmin, yang dibentuk oleh aktivasi proenzim plasma plasminogen yang diproduksi oleh endotel penghasil activator plasminogen. Enzim yang dibebaskan dari granula lambda trombosit juga ikut menghancurkan bekuan.(1)

2.2    Histologi Kulit
Kulit merupakan organ tunggal yang terberat di tubuh, yang biasanya membentuk 15-20% berat badan total dan pada orang dewasa, memiliki luas permukaan sebesar 1,5 – 2 m2 yang terpapar dengan dunia luar. Kulit terdiri atas epidermis, yaitu lapisan epitel yang berasal dari ectoderm, dan dermis, suatu lapisan jaringan ikat yang berasal dari mesoderm.
1.       



Epidermis
Epidermis terutama terdiri atas epitel berlapis gepeng berkeratin yang disebut keratinosit. Tigas jenis sel epidermis yang jumlahnya lebih sedikit juga ditemukan; melanosit, sel Langerhans penyaji-antigen, dan sel Merkel atau sel taktil epithelial.

Dari dermis ke atas, epidermis terdiri atas lima lapisan keratinosit, kelima lapisan di kulit tebal.
·         Lapisan basal (stratum basale) terdiri atas selapis sel kuboid atau kolumnar basofilik yang terletak di atas membrane basal pada perbatasan epidermis-dermis.
·         Lapisan spinosa (stratum spinosum), yang normalnya lapisan epidermis paling tebal, terdiri atas sel-sel kuboid atau agak gepeng dengan inti di tengah dengan nucleus dan sitoplasma yang aktif menyintesis filament keratin.
·         Lapisan glanular (stratum glanulosum) terdiri atas 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang mengalami diferensiasi terminal. Sitoplasmanya berisikan massa basofilik intens yang disebut granul keratohialin.
·         Stratum lusidum hanya dijumpai pada kulit tebal, dan terdiri atas lapisan tipis translusen sel eosinofilik yang sangat pipih.
·         Stratum korneum terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin filamentosa birefringen.
2.        Dermis
Dermis adalah jaringan ikat yang menunjang epidermis dan mengikatnya pada jaringan subkutan (hypodermis). Ketebalan dermis bervariasi, bergantung pada daerah tubuh, dan mencapai tebal maksimum 4 mm di daerah punggung. Permukaan dermis sangat irregular dan memiliki banyak tonjolan (papilla dermis) yang saling mengunci dengan juluran-juluran epidermis (rabung epidermis).
3.        Jaringan Subkutan
Lapisan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-organ dibawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser di atasnya. Lapisan tersebut, yang juga disebut hypodermis atau fascia superficialis, sering mengandung sel-sel lemak yang jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan status gizi.
4.        Pembuluh dan Reseptor Sensorik Kulit
Jaringan ikat kulit mengandung jalinan yang kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pembuluh darah yang member makan pada kulit membentuk dua pleksus utama: di dalam pada pertemuan antara hypodermis dan dermis, serta di antara lapisan dermis papilar dan retikular di permukaan. Pleksus subpapilar mengirimkan cabang ke dalam papilla dermis dan menyuplai suatu jalinan kapiler nutrisi tepat di bawah epidermis.
Varietas reseptor sensorik terdapat di kulit, termasuk ujung saraf tanpa lapisan kolagenosa atau glia dan lebih banyak struktur kompleks dengan serabut sensorik yang dilapisi oleh glia dan simpai jaringan ikat halus. Reseptor yang tidak bersimpai mencakup struktur berikut.(1)
·         Cakram taktil berfungsi sebagai reseptor untuk sentuhan ringan.
·         Ujung saraf bebas di dermis papilar dan terjulur ke dalam lapisan epidermis bawah, yang terutama berespons terhadap suhu tinggi dan rendah, nyeri dan gatal, tetapi juga berfungsi sebagai reseptor taktil.
·         Pleksus akar rambut yang mendeteksi gerakan rambut.
Reseptor bersimpai berikut merupakan mekanoreseptor taktil:
·         Korpus taktil (juga disebut korpuskel Meissner). Reseptor ini mendeteksi sentuhan ringan.
·         Korpus (Pacini) lamelar, dikhususkan untuk mendeteksi sentuhan kasar, tekanan (sentuhan bersinambungan), dan getar.
·         Korpuskel Krause dan korpuskel Ruffini adalah mekanoreseptor bersimpai lain yang mendeteksi tekanan di dermis, tetapi strukturnya tidak terlalu khas.

2.3    Jejas Sel
2.3.1        Pengertian
Jejas sel (kerusakan sel) merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya, sehingga sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal.(2)
2.3.2        Jenis-Jenis Jejas Sel
1.        Ireversibel : jejas yang persisten atau berlebihan menyebabkan sel melewati ambang batas dan tidak dapat kembali .
Yang menandai keadaan  ireversibel adalah
·         Ketidakmampuan meredakan disfungsi mitokondria ( berkurangnya pembentukan ATP ) walaupun jejas awal telah kembali.
·         Timbuknya gangguan berat pada funsi membran.
2.      Reversibel : jejas pada sel dapat kembali menjadi normal setelah jejasnya mereda. 
Yang menandai keadaan reversibel adalah :
·         Pembengkakan sel terlihat ketika sel tidak dapat mempertahankan homeostasis ionic dan cairan (terutam disebabkan oleh aktivitas pompa ion bergantung pada energy pada membran plasma )
·         Perubahan pelemakan dengan manifestasi berupa vakuola lipid pada sitoplasma , ditemukan dalam sel yang terlibat atau bergantung pada metabolisme lemak ( sel hepatosit miokardium ).(2)
2.3.3        Penyebab Jejas Sel
Stres yang  dapat  menginduksi jejas  sel  berkisar dari trauma  fisik menyeluruh akibat  kecelakaan motor sampai  defek  gen tunggal  yang menghasilkan  enziin rusak  yang  menjadi  penyebab  penyakit  metabolic spesifik.  Sebagian  besar  penyebab  dapat  digolongkan menjadi  kategori  luas  berikut  ini.
1.        Deprivasi  Oksigen
Hipoksia, atau defisiensi oksigen, mengganggu respirasi oksidatif aerobik dan merupakan  penyebab cedera se1 tersering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. Hipoksia harus dibedakan dengan iskemia, yang merupakan terhentinya suplai darah dalam jaringan akibat  gangguan aliran darah arteri atau berkurangnya drainase vena. Iskemia merupakan  penyebab tersering hipoksia, defisiensi oksigen dapat juga disebabkan oleh oksigenasi darah  yang tidak adekuat, seperti pada pneumonia, atau berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen darah, seperti pada anemia atau keracunan karbon monoksida (CO) (CO membentuk ikatan kompleks yang stabil dengan hemoglobin sehingga menghalangi  pengikatan oksigen).
2.        Bahan Kimia
Sebenarnya, semua bahan kimia dapat menyebabkan jejas; bahkan, zat tak berbahaya, seperti glukosa atau garam, jika terkonsentrasi cukup banyak, akan merusak keseimbangan  lingkungan osmotik sehingga mencederai atau menyebabkan kematian sel. Oksigen dalam tekanan yang cukup tinggi juga bersifat toksik. Bahan yang sering dikenal sebagai ractu  menyebabkan kerusakan serius pada tingkat selular dengan mengubah permeabilitas  membran, homeostasis osmotik, atau keutuhan enzim atau kofaktor, dan dapat berakhir  dengan kematian seluruh organ. Bahan berpotensi toksik lainnya ditemukan setiap hari di lingkungan kita; bahan tersebut meliputi polusi udara, insektisida, karbon monoksida, asbes, dan "stimulan" sosial, seperti etanol. Bahkan, obat terapeutik dapat menyebabkan jejas sel  atau jaringan pada pasien yang rentan atau pada pemakaian yang tepat.
3.        Agen Infeksius
Berkisar dari virus submikroskopik sampai cacing pita yang panjangnya beberapa meter; di  antara rentang  itti  terdapat  riketsia,  bakteri, fungi,  dan  protozoa.
4.        Reaksi Imunologi
Walaupun sistern imun melindungi tubuh dalam melawan benda asing, reaksi imun yang  disengaja atau tidak disengaja dapat menyebabkan  jejas  sel  dan jaringan.  Annfilnksis terhadap  protein  asing  atau  suaLu obat  merupakan contoh  klasik.
5.        Defek Genetik
Defek genetik dapat menyebabkan perubahan patologis yang menyolok, seperti malformasi  kongenital yang disebabkan oleh sindrom Down Beberapa kesalahan metabolisme saat  lahir akibat defisiensi enzimatik kongenital merupakan contoh kerusakan sel dan jaringan  yang disebabkan oleh perubahan '"sepele" yang sering kali terjadi pada asam deoksiribonukleat (DNA).
6.        Ketidakseimbangan Nutrisi
Bahkan di zaman berkembangnya kemakmuran global sekarang ini, defisiensi  nutrisi  masih  merupakan penyebab utama jejas sel. Insufisiensi (ketidakcukupan) kalori-protein pada  masyarakat yang serba kekurangan merupakan contoh  nyata;  defisiensi  rritamin  tertentu  sering terjadi, bahkan di negara industrialis dengan standar hidup relatif tinggi (Bab 8).  Ironisnya, nutrisi yang berlebihan juga merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas; misalnya, obesitas jelas meningkatkan risiko penyaklt disbetes melitus tipe 2 (dahulu disebut tidak dependen insnlin, onset dewasa). Selain itu, diet kaya lemak hewani  sangat bersangkut-paut pada perkembangan aterosklerosis serta kerentanan terhadap banyak gangguan, termasuk kanker.
7.        Agen Fisik
Trauma, temperatur yang ekstrem, radiasi, syok elektrik, dan perubahan mendadak pada tekanan atmosfer, semuanya mempunyai efek dengan kisaran luas pada sel.
8.      Penuaan
Trauma berulang juga dapat menimbulkan  degenerasi jaringan, meskipun tanpa kematian se1 sama sekali. Selain itu, proses penuaan sel (senescence) intrinsik menimbulkan perubahan kemampuan perbaikan dan replikasi sel dan  jaringan. Semua perubahan itu menyebabkan penurunan kemampuan berespons terhadap rangsang dan cedera eksogen dan, akhirnya menyebabkan kematian organisme.(2)
2.3.4        Mekanisme Jejas Sel
Mekanisme jejas sel pada luka Zelle diawali dengan adanya agen fisik yaitu trauma akibat terjatuh saat bermain sepakbola. Akibat adanya trauma tadi terjadi beberapa mekanisme jejas sel pada jaringan kulit Zelle. Mekanisme Biokimia pada Jejas Sel ikut berperan dalam hal ini. Beberapa mekanisme biokimia yang terganggu akibat jejas antara lain :
1.      Deplesi ATP
Deplesi ATP dan berkurangnya sintesis ATP sering ditemukan pada jejas hipoksia dan kimia (toksik). Deplesi ATP hingga <5-10% dari kadar normal berefek :
Berkurangnya aktivitas pompa natrium pada membran plasma yangg sangat tergantung kepada energi .
2.      Kerusakan mitokondria
3.      Influx kalsium intraseluler dan hilangnya homeostasis kalsium
Normalnya konsentrasi kalsium sitosol sangat rendah (<0,1µmol) dibandingkan dengan kadar ekstrasel (1,3 mmol). kebanyakan kalsium intrasel diasingkan dalam mitokondria dan RE. Iskemia dan toksin tertentu juga dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium sitosol.
4.      Akumulasi radikal bebas yang berasal dari oksigen (stress oksidatif)
Diketahui bahwa radikal bebas dapat merusak lipid, protein & asam nukleat.
5.      Defek pada permeabilitas membran melalui mekanisme : disfungsi mitokondria, hilangnya fosfolipid membran, abnormalitas sitoskeletal, spesies oksigen reaktif, produk dari pemecahan lemak.(3)
2.3.5        Adaptasi Seluler
·         Atrofi, pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel.
·         Hipertrofi, penambahan ukuran sel dan menyebabkan penambahan ukuran organ.
·         Hiperplasia, peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.
·         Metaplasia, perubahan reversible; pada perubahan tersebut satu jenis sel dewasa (epithelial atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa lain.(2)
2.3.6        Bagaimana adaptasi seluler terhadap jejas sel yang terjadi pada luka kiri
Zelle?
Adaptasi seluler terhadap jejas sel yang terjadi pada luka kiri Zelle  adalah hiperplasia. Hiperplasia berperan penting dalam respon penyembuhan luka. Terjadi proliferasi fibroblas dan pembuluh darah pada mekanisme penyembuhannya. Selain itu, faktor pertumbuhan juga sangat berpengaruh pada hiperplasia.(3)

18.4Respon Inflamasi
2.4.1        Pengertian
Respon Inflamasi adalah suatu respons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab  awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal.
Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar.
·         Inflamasi akut adalah radang yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai  beberapa hari, dan ditandan dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol.
·         Inflamasi kronik berlangsnng lebih lama (berhari-hari sampai bertahun-tahun) dan ditandai  khas dengan influks Iimfosit dan makrofag disertai dengan proliferasi pembuluh darah dan  pembentukan jaringan parut.(2)
2.4.2        Bentuk-Bentuk Respon Inflamasi
Bentuk-bentuk ataupun tanda-tanda dari adanya respons inflamasi ini mencakup kemerahan (Rubor), panas (Kalor), nyeri (Dolor), pembengkakan (Tumor), dan adanya perubahan fungsi (fungsio laesa).


1.      Rubor (Kemerahan)
Hal pertama kali terlihat di daerah yang mengalami respons inflamasi pasti munculnya kemerahan atau rubor pada daerah peradangan tersebut. Reaksi peradangan akan dimulai ketika arteriol yang memasok daerah yang mengalami peradangan tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan darah mengalir lebih banyak ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat akan terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang disebut dengan hiperemia atau kongesti yang menyebabkan kemerahan lokal pada saat tubuh mengalami respons inflamasi tadi.
2.      Kalor (Panas)
Kalor atau panas akan terjadi bersamaan dengan kemerahan (rubor) pada respons inflamasi tadi. Daerah yang mengalami peradangan di kulit menjadi lebih hangat daripada di sekelilingnya karena lebih banyak darah yang memiliki suhu 37 derajat celcius akan dialirkan dari dalam tubuh ke daerah permukaan yang terkena peradangan dibandingkan ke daerah yang normal atau tidak mengalami inflamasi atau cedera.
3.      Dolor (Nyeri)
Dalam respons inflamasi, timbulnya bentuk respons berupa nyeri (dolor) dapat ditimbulkan dalam berbagai cara. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti histamine atau zat-zat kimia bioaktif lain juga dapat merangsang saraf tadi. Selain itu, adanya pembengkakan (edema) pada jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang sudah dipastikan akan menimbulkan rasa nyeri tersebut.
4.      Tumor (Pembengkakan)
Salah satu bentuk dari adanya respons inflamasi yang paling mencolok adalah tumor atau pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel yang tertimbun pada daerah peradangan ini disebut sebagai eksudat.
5.      Fungsio Laesa (Perubahan Fungsi)
Adanya perubahan fungsi atau yang biasa dikenal dengan sebutan fungsio laesa merupakan suatu hal yang tidak asing lagi pada respons inflamasi. Maksudnya disini adalah fungsi dari suatu jaringan yang mengalami cedera atau peradangan itu terganggu dan tidak dapat dipakai secara maksimal.(4)
2.4.3        Lama Respon Inflamasi
Lama proses inflamasi tergantung dari besarnya jejas yang dihasilkan,
1.      Inflamasi akut : onset dini (dari hitungan detik hingga menit), jangka pendek (dari hitungan menit hingga hari).
2.      Inflamasi kronis : Dalam hitungan hari, dapat juga lebih lama dari hitungan minggu hingga tahun.(2)
2.4.4        Respon tubuh terhadap luka yang dialami zelle
Respons tubuh yang dialami oleh zelle berdasarkan pemicu yang kita dapat adalah:
1.      Rubor (kemerahan) saat terjatuh dan setelah 2 hari dari insiden
2.      Dolor (rasa nyeri) saat terjatuh dan saat dibersihkan
3.      Tumor (pembengkakan) setelah 2 hari dari insiden
4.      Fungsio laesa (perubahan fungsi) lutut kiri terasa sakit saat tungkai bawahnya digerakan sehingga ia berjalan pincang
2.4.5        Pengaruh Respon Inflamasi terhadap Luka pada Lutut Kiri Zelle
Sebelumnya telah dibahas mengenai respons inflamasi lebih dalam. Respons inflamasi ini akan mengalami suatu perubahan vaskular. Perubahan vaskular merupakan suatu perubahan dalam pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktur pada loksi peradangan yang memungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular). Hal inilah yang nantinya akan berkaitan erat dengan luka yang dialami oleh Zelle pada bagian lutut kirinya.
 Respons inflamasi ini nantinya dapat memberikan pertanda berupa hilangnya fungsi dari alat yang terkena cedera atau peradangan ini. Pada tahap paling awal dalam suatu respon inflamasi akan ditemukannya vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah akan meningkatkan tekanan hidrostatik intravascular dan pergerakan cairan dari kapiler. Cairan inilah yang dinamakan dengan transudat. Namun transudasi ini nantinya akan menghilang seiring dengan terjadinya peningkatan permeabilitas vascular yang memungkinkan adanya pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam interstisium (eksudat). Hilangnya cairan yang kaya akan protein tadi ke dalam ruang perivaskular akan menurunkan tekanan osmotik intravascular dan akan meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisial. Pada akhirnya hasil dari proses tersebut akan mengakibatkan mengalirnya air dari ion ke dalam jaringan ekstravaskular, sehingga jika diakumulasikan akan menyebabkan timbulnya edema (pembengkakan).
Selain itu, warna kemerahan yang timbul dapat terjadi karena setelah vasokonstriksi sementara, terjadi vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hyperemia) pada aliran darah kapiler, sehingga melebarnya pembuluh darah inilah yang menjadi penyebab timbulnya warna kemerahan (eritema) pada luka lutut kiri Zelle.(2)

2.5    Penyembuhan Luka
2.5.1        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1.      Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan karena jaringan sudah tidak mampe melakukan fungsinya dengan maksimal.
2.      Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3.      Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4.      Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5.      Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan leukosit, yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah.
6.      Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7.      Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
(5)
2.5.2        Perbedaan Penyembuhan Luka Primer dan Sekunder
Penyembuhan  sekunder berbeda  dengan  penyembuhan  primer  dalam beberapa  hal:
1.      Secara intrinsik,  kerusakon jaringnn  yang  luas mempunyai  jumlah  debris  nekrotik,  eksudat,  dan fibrin yang  lebih  besnr  yang harus  disingkirkan. Akibatnya, reaksi  radang  menjadi  lebih  hebat,  dan berpotensi  lebih  besar mengalami  cedera  sekunder yang  diperantarai radang.
2.      Jaringan granulasi akan terbentuk  dalam  jumlah yang  jauh  lebih  besar. Kerusakan  yang  lebih  luas meningkatkan jumlah  jaringan  granulasi yang  lebih besar untuk  mengisi  kekosongan  dalam  arsitektur stroma  dan menyediakan  kerangka  pertumbuhan kembali  epitel  jaringan  yang  mendasari. Pada umumnya,  jaringan  granulasi  yang  lebihbesar  akan menghasilkan  suatu  massa jaringan  parut yang lebih  besar.
3.      Penyembuhan  sekunder  menunjukkan  fenomena kontraksi  luka.  Sebagai contoh,  dalam  waktu 6 minggu  kerusakan  kulit yang luas  dapatberkurang menjadi  5%-10% dari  ukuran semula,  terutama melalui kontraksi.  Proses  ini  dianggap  berasal  dari adanya miofibroblas,  yaitu  fibroblas  yang  diubah yang  menunjukkan berbagai  gambaran  ultra-struktural  dan  fungsional  sel  otot polos  kontraktil.(2)


2.6    Mekanisme Pemulihan Jaringan
Mekanisme pemulihan jaringan pada luka yang dialami Zelle mengalami beberapa proses. Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau katabolik dan proses pembentukan atau anabolik. Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
1.        Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah  menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang  yang akan menutup pembuluh darah. Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF b1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag. Adanya TGF b1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen.
Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.
Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.
Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:
a.       Sintesa kolagen
b.      Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblast
c.       Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d.      Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2.        Fase Proliferasi
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia.
Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:
a.       Proliferasi
b.      Migrasi
c.       Deposit jaringan matriks
d.      Kontraksi luka
Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferaswi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan “keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3.        Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. . Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari ajringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).(3)

2.7    Penyebab tubuh Zelle Berkeringat
Proses yang mengawali tubuh zelle yang berkeringat adalah terjadinya inflamasi pada luka zelle. Panas atau kalor yang terbentuk di dalam tubuh zelle membuat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Sehingga membuat tubuh zelle melakukan mekanisme hemostasis untuk mengeluarkan panas yang berlebihan tersebut. Salah satu yang digunakan dalam mekanisme ini adalah kelenjar-kelenjar keringat yang terdapat di tubuh Zelle.

2.8    Penyebab Timbulnya Rasa Nyeri
Rasa nyeri yang diraksakan oleh zelle merupakan salah satu bentuk respon tubuh terhadap inflamasi yaitu Dolor (Nyeri). Dolor atau nyeri, pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan dalam berbagai cara. Perubahan pH local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti histamine atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan local yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri.(6)
BAB III
KESIMPULAN

Luka cedera pada lutut kiri Zelle mengalami mekanisme pertahanan berupa respon inflamasi dan adaptasi seluler terhadap jejas sehingga mengakibatkan pembengkakan dan kepincangan.























Daftar Pustaka

1.         Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas. 12th ed. Jakarta: EGC; 2012.
2.         Robbins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2010.
3.         Kumar, Abbas, Fausto. Dasar Patologis Penyakit. 7th ed. Jakarta: EGC; 2010.
4.         Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006.
5.         Walton RL. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda. Jakarta: EGC; 1990.
6.         Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2011.

0 comments Blogger 0 Facebook

Post a Comment

 
Welcome To My Blog © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top