BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Pemicu
Hariyanto berumur 28 tahun adalah seorang yang
berpenghasilan cukup besar. Hariyanto merupakan anak tertua dari 5 bersaudara,
kedua orangtuanya tampak sehat-sehat saja, ayahnya berusia 55 tahun dan ibunya
berusia 53 tahun. Adik bungsu Hariyanto yang berumur 12 tahun bernama Farel
memiliki penampilkan tubuh yang berbeda dengan saudara-saudaranya. Wajahnya
khas dengan kedua matanya terkesan berjauhan serta lidah tampak lebih besar
dari kebanyakan teman sebayanya. Farel juga mengalami kesulitan belajar. Pada
suatu kesempatan Hariyanto menjalani test kesehatan di Klinik Pelayanan
KesehatanTenaga Kerja dan pada saat yang bersamaan, secara tidak sengaja ia
bertemu Endang Lestari, gadis yang selama ini menjadi kekasihnya. Dari
kesimpulan pemeriksaan ternyata Hariyanto dinyatakan sehat sedangkan Endang
Lestari, pada lembaran hasil pemeriksaan laboratorium darah tertulis: kadar
hemoglobin 10 gr % dan gambaran darah tepi ditemukan sel target positif.
Hariyanto ingin sekali mengetahui interpretasi dari kadar hemoglobin 10 gr %
dan gambaran darah tepi ditemukan sel target positif, untuk itu ia
berkonsultasi dengan dokter keluarga apakah bila ia menikah dengan gadis Melayu
ini akan mendapat keturunan yang sehta, tidak seperti kelainan yang dialami
oleh adiknya maupun kekasihnya itu.
1.2
Klarifikasi dan Definisi
·
Hemoglobin
Pigmen merah
pembawa oksigen pada eritrosit dan dibentuk pada eritrosit yang berkembang pada
sumsum tulang.(1)
·
Darah tepi
Darah muda
yang seharusnya masih ada pada sumsum tulang.
·
Sel target positif
Eritrosit
tipis abnormal yang bila diwarnai menunjukkan bagian tengah gelap yang
dikelilingi oleh cincin pucat tak berwarna dan cincin hemoglobin di perifer.(1)
·
Konsultasi
Perundingan
antara pemberi dan penerima layanan kesehata yang bertujuan untuk mencari
penyebab timbulnya penyakit dan cara pengobatannya.
·
Kesulitan belajar
Suatu keadaan
sulit menangkap pelajaran/ilmu
·
Interpretasi
Taksiran,
gambaran atau penjelasan dari seorag ahli terapi kepada penderita mengenai apa
yang dialami oleh penderita tersebut.
1.3
Kata Kunci
·
Kadar hemoglobin 10
gr %
·
Umur
·
Kelainan
·
Kedua orang tua
Hariyanto sehat
·
Darah tepi
·
Sel target positif
·
Wajah khas
·
Letak kedua mata
berjauhan
·
Ukuran llidah lebih
besar
·
Kesulitan belajar
1.4
Rumusan Masalah
Kelainan apa yang terjadi pada keluarga Hariyanto dan
pada Endang, serta pengaruhnya terhadap kemungkinan keturunan saat mereka
menikah?
1.5
Ayah (55 th)
|
Ibu (53 th)
|
Sehat
|
Sehat
|
Hariyanto (28 th)
|
Farel (12 th)
|
Endang
|
Konseling Genetik
|
Pengertian
|
Tujuan
|
Manfaat
|
Tahapan
|
Mendapatkan Keturunan yang Sehat
|
Kelainan Genetik
|
Ayah (55 th)
|
Ibu (53 th)
|
Sehat
|
Sehat
|
Hariyanto (28 th)
|
Farel (12 th)
|
Endang
|
Konseling Genetik
|
Pengertian
|
Tujuan
|
Manfaat
|
Tahapan
|
Mendapatkan Keturunan yang Sehat
|
Kelainan Genetik
|
Analisis Masalah
1.6
Hipotesis
Kelainan yang terjadi pada keluarga Hariyanto dan pada Endang adalah
kelainan genetik sehingga berpengaruh terhadap kemungkinan keturunan yang akan
mereka miliki.
1.7
Pertanyaan Diskusi
1.
Apa pengertian dari
kromosom?
2.
Bagaimana struktur
kromosom?
3.
Apakah yang dimaksud
dengan kelainan genetika?
4.
Apa saja
jenis-jenis kelainan genetik?
5.
Bagaimana cara
mengetahui kelainan yang terjadi pada kromosom?
6.
Bagaimana mekanisme
terbentuknya Hb pada manusia?
7.
Berapa kadar normal
Hb pada tubuh manusia?
8.
Bagaimana penurunan
sifat orang tua terhadap anaknya?
9.
Kelainan apa yang
dialami Farel? Jelaskan?
10. Apakah kelainan yang dialami farel sifatnya diturunkan?
11. Apakah pengaruh dari umur ibu farel pada saat melahirkan
terhadap kelainan genetic yang dideritanya?
12. Bagaimana hubungan kelainan genetic dengan kesulitan
belajar yang dialami oleh Farel?
13. Kelainan apa yang dialami oleh Endang?
14. Apakah terdapat hubungan antara ditemukannya sel target
(+) dengan kelainan genetic yang dialami oleh Endang?
15. Apakah terdapat hubungan antara penyakit yang dialami
Endang terhadap ras Melayu yang dimilikinya?
16. Defenisi Konseling Genetik?
17. Tujuan dari Konseling Genetik?
18. Manfaat dari konseling genetik?
19. Tahapan dari konseling genetik?
20. Bagaimana kemungkinan keturunan yang akan Hariyanto dan
Endang miliki jika mereka menikah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kromosom
2.1.1
Pengertian
Kromososm adalah benda-benda halus berbentuk batangg panjang atau pendek,
dan lurus atau bengkok yang terdapat di dalam nukleus (inti sel).
Sebuah kromosom (dalam bahasa Yunani chroma=
warna dan soma= badan) adalah seberkas
DNA yang sangat panjang dan berkelanjutan, yang terdapat banyak gen unsur
regulator dan sekuens nukleotidalainnya. Dalam kromosom eukariota, DNA yang
tidak terkondensasi berada dalam struktur orderquasi dalam nukleus, dimana ia
membungkus histon(proteinstruktural), dan di mana material komposit ini disebut
chromatin. Selama mitosis (pembelahan sel), kromosom terkondensasi dan disebut
kromosom metafase. Hal ini menyebabkan masing-masing kromosom dapat diamati
melalui mikroskopoptik. Setiap kromosom memiliki dua lengan, yang pendek
disebut lengan p(dari bahasa Perancis petityang berarti kecil) dan lengan yang
panjang lengan q (q mengikuti p dalam alfabet).
Prokariota tidak memiliki histon atau nukleus. Dalam keadaan santainya, DNA
dapat diakses untuk transkripsi, regulasi, dan replikasi.
Kromosom pertama kali diamati oleh Karl Wilhelm von Nägelipada 1842dan
ciri-cirinya dijelaskan dengan detil oleh Walther Flemmingpada 1882. Pada 1910,
Thomas Hunt Morgan membuktikan bahwa kromosom merupakan pembawa gen.(2)
2.1.2
Stuktur Kromosom
Kromosom memiliki bagian-bagian antara lain;
a.
Kromonema, yaitu
pita-pita bebentuk spiral di dalam kromosom.
b.
Kromomer, yaitu
penebalan dari kromonema pada beberapa tempat.
c.
Sentromer, yang
menentukan bentuk kromosomantara lain metasentris, submetasentris, akrosentris
dan telosentris.
d.
Lekukaan sekunder,
yang merupakan tempat pembentukkan nukleolus.
e.
Telomere, yaitu
ujung kromosom yang menghalangi bersambungnya kromosom satu dan kromosom
lainnya.
f.
Satelit, yaitu bagian
tambahan pada ujung kromosom.
2.1.3
Kelainan Kromosom
Kelainan genetik merupakan penyimpangan dari rata-rata fenotip. atau kondisi yang disebabkan oleh kelainan
oleh satu atau lebih gen yang menyebabkan sebuah kondisi fenotipe klinis.
Kelainan kromosom yang terjadi bila ada bagian kromosom yang hilang atau
ditambahkan yang disebut trisomi, atau karena struktur kromosom yang berubah.
Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan autosom, kelainannya pun macam-macam,
antara lain:
a.
Trisomi 21
Pada kelainan ini, kromosom nomor 21 ada 3 buah, bukan 2
buah seperti seharusnya. Itulah mengapa, kelainan ini sering dikatakan trisomi
21. Dampaknya, bayi yang dilahirkan mengalami mongoloid atau Sindrom Down.
b.
Trisomi 18
Kromosom nomor 18 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami Sindrom Edward,
biasanya akan meninggal sesaat setelah lahir.
c.
Trisomi 17
Kromosom 17 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan akan meninggal setelah lahir.
d.
Trisomi 13
Kromosom 13 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami
Sindrom Patau, juga meninggal sesaat setelah lahir.
e.
At eye syndrome
Pada kasus ini, kromosom 22 hilang sebagian. Bayi yang dilahirkan akan mempunyai
kelainan pada bentuk muka dan jantungnya.
Kelainan kromosom seks lebih sedikit dibanding kelainan autosom, yaitu:
a.
Sindrom Turner
Biasanya terjadi
pada wanita, yaitu jumlah kromosomnya ada 45 buah dengan kromosom seksnya cuma
1 X, bukan XX seperti umumnya. Otomatis, anak perempuan yang mengalami sindrom
ini tak bisa mentruasi.
b.
Sindrom poli-X atau
superfemale
Terjadi pada
wanita. Jumlah kromosomnya 47 XXX. Biasanya anak dengan sindrom ini jadi kurang
IQ-nya atau retardasi mental ringan.
c.
Sindrom
kleinefelter
Biasanya terjadi
pada lelaki, yaitu jumlah kromosomnya 47 XXY. Padahal, kromosom lelaki harusnya
XY. Jadi, dalam kelainan ini, meski kromosomnya lelaki tapi fisiknya perempuan.
Soalnya, ia tak punya uterus atau rahim, hingga ia tak akan bisa mengalami
menstruasi apalagi punya anak. Hal ini disebabkan pertumbuhan hormon yang tak
bisa ke testis, hingga larinya ke payudara. Jadi, testis biasanya ada tapi
kecil. Pun vaginanya sangat kecil dan cetek.(3)
2.1.3
Jenis-Jenis Kelainan Kromosom
Kelainan genetik dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a.
Perubahan jumlah
kromosom
Idealnya, benang-benang gelendong meiotik
mendistribusikan kromosom pada sel-sel anak tanpa kesalahn. Tetapi ada kalanya
terjadi kecelakaan, disebut nondisjungsi, dimana bagian-bagian dari sepasang
kromosom yang homolog tidak bergerak memisahkan diri sebagaimana mestinya pada
waktu meiosis I, atau dimana kromatid saudara gagal berpisah selama meiosis II.
Pada kasus-kasis ini, satu gamet menerima 2 jenis kromosom yang sama dan satu
gamet lainnya tidak mendapat salinan sama sekali. Kromosom-kromosom lainnya
biasanya terdistribusi secara normal. Jika salah satu dari antara gamet-gamet
yang menyimpang ini bersatu dengan gamet normal pada waktu pembuahan,
keturunannya akan memilki jumlah kromosom yang tidak normal, disebut aneuploid.
Jika kromosom hadir dalam bentuk triplikat (rangkap 3) didalam telur yang telah
dibuahi (sehingga selnya mempunyai jumlah total kromosom 2n+1), sel aneuploidnya disebut trisomik. Jika satu kromosom hilang
(sehingga sel memiliki jumlah kromosom 2n-1),
maka sel aneuploidnya disebut sel monosomik untuk kromosom itu.
Beberapa organisme memiliki lebih dari 2 set kromosom
yang lengkap. Istilah umum untuk perubahan kromosom ini adalah poliploid,
dengan istilah spesifik triploid (3n)
dan tetraploid (4n) yang
masing-masing menujukkan 3 atau 4 set kromosom. Satu cara suatu sel tripoid
dapat dihasilkan adalah dengan fertilisasi dari telur diploid abnormal yang
dihasilkan oleh nondisjungsi dari kromosomnya. Satu contoh keelakaan yang akan
mengahsilka tetraploid adalah kegagalan zigot 2n membelah diri setelah mereplikasi kromosom-kromosomnya. Nitosis
berikutnya, akan menghasilkan sebuah embrio 4n.
b.
Perubahan struktur
kromosom
Pecahnya sebuah kromosom dapat menyebabkan terjadinya
empat macam perubahan pada struktur kromosom. Delesi dapat terjadi ketika
sebuah fragmen kromosom yang tidak memiliki sentromer hilang pada saat
pembelahan sel. Kromosom tempat fragmen tersebut berasal kemudian akan
kehilangan gen-gen tertentu. Namun, dalam beberapa kasus, fragmen tersebut
dapat berikatan dengan kromosom homolog, menghasilkan duplikasi. Fragmen
tersebut juga dapat meelekat kembali pada kromosom asalnya tetapi arahnya
terbalik, menghasilkan inversi. Hasil keempat yang bisa terjadi akibat pecahnya
kromosom adalah fragmen tersebtu bergabung dengan suatu kromosom nonhomolog,
suatu penyusunan ulang yang disebut translokasi.
Delesi dan duplikasi terutama cenderung terjadi selama
meiosis. Kromatid-kromatid homolog (bukan saudara) kadang-kadang berpisah dan
bergabung kembali di temapt yang “tidak tepat”, sehingga salah satu pasangan
akan melepaskan gen yang lebih banyak dibandingkan dengan yang didapatkan oleh
kromatid itu. Hasil dari persilangan yag tidak timbal balik itu adalah salah satu
kromosom dengan delesi dan satu kromosom dengan duplikasi.(4)
2.1.4
Cara
Mengetahui Kelainan yang Terjadi pada Kromosom
a.
Pemeriksaan janin
Untuk mengetahui kelainan kromosom, dapat dilakukan pemeriksaan dengan
sebuah teknik yang disebut amniosentesis. Pemeriksaan ini dapat menetukan
kelainan sejak kehamilan mecapai minggu keempat belas, hingga keenambelas.
Untuk me;akkan prosedur ini, seorang dokter memasukkan jarum ke dalam rahim
(uterus) dan mengambil kira-kira 10 milimeter air ketuban (amniotic fluid), cairan yang melingkupi janin tersebut. Sejumlah
kelainan genetik dapat dideteksi dari keberadaan zat-zat kimiawi tertentu dalam
air ketuban itu.
Dalam suatu teknik alternatif yang disebut penyampelan vilus korionik (CVS-
chorionic villus sampling), dokter
menyedot sedikit jaringan janin dari plasentanya. Karena sel dari villus-villus
korionik ini berkembang bia secara cepat, sel dalam jumlah yang cukup banyak
mul;ai mengalami mitosis untuk memungkinkan dilakukannya kariotipe dengan
segera, yang akan memberikan hasil dalam waktu 24 jam. Ini merupakan suatu
keunggulan dibandingkan dengan amniosentesis, dimana ada amniosentesis sel
harus dikultur selama beberap minggu sebelum kariotiping keunggulan lain CVS
ialah teknik ini dapat dilakukan pada minggu kedelapan hingga kesepuluh
kehamilan.
Teknik-teknik lain
memungkinkan seorang dokter memeriksa janin secara langsung untuk mengetahui
abnormalitas utama. Salah satu teknik tersebut ialah ultrabunyi (ultrasound), yang menggunakan gelombang
bunyi untuk menghasilkan gambar janin dengan menggunakan prosedur yang
sederhana tanpa memasukkan sesuatu. Prosedur ini tidak memberikan resiko kepada
janin atau ibunya. Dengan teknik lain, fetoskopi, sebuah pipa setipis jarum
yang berisi lensa penglihat dan serat optik (untuk merambatkan cahaya)
dimasukkan kedalam rahim. Fetoskopi memungkiknkan seorang dokter untuk
mengetahui kesalahan-kesalahan anatomis tertentu.
b.
Pemeriksaan bayi
yang baru lahir
Sebagian kelainan genetik dapat dideteksi pada saat
kelahiran dengan sejumlah pemeriksaan sederhana yang sekarang telah dilakukan
secara rutin di sebagian besar rumah sakit di Amerika Serikat. Satu program
pemeriksaan tersebut ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan warisan
resesif yang disebut fenilketonuria (PKU – phenylketonuria)
Melakukan pemeriksaan kromosom dapat juga
melalui:
1.
Amniocentesis (Amniocentesis biasanya dilakukan saat kehamilan memasuki trimester kedua
(antara minggu ke-15 hingga minggu ke-20) atau menjelang kelahiran saat
paru-paru bayi sudah terbentuk sempurna.Pada tes ini dokter akan memasukkan
jarum yang sangat kecil ke bagian dinding perut sampai masuk ke bagian rahim
untuk mengambil contoh cairan ketuban dari kantong yang menyelimuti janin.
Cairan ini kemudian dianalisa di laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan genetik atau kromosom.)
2.
Chorionic villus sampling Cara ini lebih
akurat untuk mendeteksi ketidaknormalan kromosom, Pertama adalah dengan
menyuntikkan jarum yang sangat pipih dan kecil ke bagian perut ibu hamil untuk
mengambil contoh sel dari plasenta yang disebut chorionic villi.
3.
Pemeriksaan darah
Paling gampang lewat darah karena dalam darah ada sel-sel limposit atau sel
darah putih. Sel-sel inilah yang dikembangkan hingga mengalami pembelahan jadi
2 dan didapat kromosomnya. “Darah diambil sebanyak 3 ml, lalu ditaruh dalam
botol dan dicampur dengan media tertentu. Selanjutnya, ditaruh dalam inkubator
dengan temperatur 37 derajat celcius. Setelah 3-4 hari, sel darah merah
dihancurkan hingga tinggal sel darah putih yang kita pecah dengan hykotonic
atau garam sampai menggembung, yang setelah kering akan pecah. Saat itulah keluar
kromosom.
Bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down
syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak
dengan Down syndrome lebih tinggi.(4)
2.2
Hemoglobin
2.2.1
Pembentukan Hemoglobin
Hb (Haemoglobin) terdapat pada sel
darah merah (eritrosit). Proses pembentukan Hb berkaitan dengan proses
pembuatan sel darah merah. Sel darah merah diganti/diproduksi oleh sumsum
tulang. Prosesnya pembntukan sel darah merah disebut Eritropoesis. Dalam proses
ini, ketka mencapai tahap persiapan eritrosit untuk meninggalkan sumsum tulang
terdiri dari beberapa tahap, termasuk didalamnya sintesis Hb (haemoglobin).(5)
2.2.2
Kadar Normal Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl yang artinya adalah banyaknya
gram hemoglobin setiap 100 mililiter darah. Kadar dari hemoglobin ini sendiri
bergantung pada umur dan jenis kelamin dari pasien. Berikut adalah daftar kadar
normal hemoglobin pada masing-masing tingkat usia dan jenis kelamin.
1. Bayi baru lahir :
17-22 gram/dl
2. Bayi berumur 1 minggu :
15-20 gram/dl
3. Bayi berumur 1 bulan :
11-15 gram/dl
4. Anak-anak :
11-13 gram/dl
5. Lelaki dewasa :
14-18 gram/dl
6. Perempuan dewasa :
12-16 gram/dl
7. Laki-laki tua :
12,4-14,9 gram/dl
8. Perempuan tua :
11,7-13,8 gram/dl
Apabila kadar hemoglobin dalam darah pada tubuh manusia berkurang atau jika
diukur kadarnya rendah dan jauh dari kadar normal maka dikenal dengan istilah
gejala anemia. Ada banyak penyebab dari anemia tersebut, diantaranya adalah
pendarahan, kurang gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi, dan
abnormalitas hemoglobin bawaan dalam tubuh.
Apabila kadar hemoglobin dalam darahnya tinggi atau melebihi dari kadar
yang seharusnya maka dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti radang
paru-paru, tumor, dan gangguan sumsum tulang yang juga bias meningkatkan kadar
dari hemoglobin tersebut. Kadar dari hemoglobin yang tinggi banyak terdapat
pada masyarakat yang bermukim di daerah dataran tinggi dan pada perokok aktif.
2.3
Prinsip Hereditas dalam Mekanisme Pewarisan Sifat
George Mendel merumuskan suatu teori partikulat tentang penurunan sifat
yang di dasarkan pada percobaan menggunakan kacang ercis, yang dilakukan pada
tahun 1860-an. Ia menunjukkan bahwa orang tua meneruskan gen diskret ke
keturunannya dimana gen diskret ini mempertahankan identitasnya dari generasi
ke generasi.
Berdasarkan hokum segresi, kedua alel untuk suatu karakter dikemas ke dalam
gamet yang terpisah. Mendel sampai pada hokum ini dengan membuat keturunan
hybrid dan membiarkannya melakukan penyerbukan sendiri. Hibrid (F1)
memperlihatkan perilaku dominan. Dalam generasi berikutnya (F2), 75%
keurunannya memiliki perilaku dominan dan 25% memiliki perilaku resesif,
membentuk rasio 31. Penjelasan Mendel ialah bahwa gen memiliki alternative
(alel) dan bahwa setiap organisme mewarisi satu alel untuk setiap gen dari
masing-masing orang tuanya. Alel-alel ini berpisah saat pembentukan gamet,
sehingga sperma dan sel te;ur hanya membawa satu alel. Setelah pembuahan, jika
kedua alel suatu gen berbeda, salah satunya (alel dominan) diekspresikan dalam
keturunannya dan yang lain (alel resesif) ditutupi.
Berdasarkan hokum pemilihan independen, tiap-tiap pasang alel akan memisah
kedalam gamet secara independen. Mendel mengusulkan hokum ini berdasarkan pada
persilangan dihibrid antara tumbuhan yang berbeda dalam dua karakter atau lebih
(misalnya warna bunga dan bentuk biji). Alel untuk setiap karakter berpisah
kedalam gamet secara independen terhadap alel untuk karakter lain. Generasi F2
dari suatu persilangan dihibrid memiliki empat kemungkinan fenotip dengan rasio
9:3:3:1.(4)
1.
Persilangan
Monohibrid
P : Tinggi (dominan) Rendah (resesif)
TT tt
Gamet : T,
T t, t
F1 : Tt, Tt, Tt, Tt
Persilangan sesame F1 : Tt Tt
Gamet : T,
t T, t
F2 :
|
T
|
T
|
T
|
TT
|
Tt
|
t
|
Tt
|
tt
|
Rasio Fenotip : 3 (Tinggi) : 1 (Rendah)
Rasio Genotip : 1 (TT) : 2 (Tt) : 1 (tt)
2.
Persilangan Dihibrid
P : Bulat, Kuning >< Kisut, Hijau
BBKK bbkk
Gamet : BK bk
F1 : BkBk (
Bulat kuning)
Persilangan sesame F1
BkBk >< BkBk
Gamet : BK, Bk,bK, bk BK, Bk, bK, bk
F2 :
|
BK
|
Bk
|
bK
|
bk
|
BK
|
BBKK
|
BBKk
|
BbKK
|
BbKk
|
Bk
|
BBKk
|
BBkk
|
BbKk
|
Bbkk
|
bK
|
BbKK
|
Bbkk
|
bbKK
|
bbKk
|
bk
|
BbKk
|
Bbkk
|
bbKk
|
Bbkk
|
Rasio Fenotip : 9 (Bulat, kuning) : 3 (Bulat, hijau) : 3
(Kisut, Kuning) : 1 (Kisut, hijau )
Rasio Genotip : 1 (BBKK) : 2 (BBKk) : 2 (BbKK) : 4 (BbKk)
: 1 (BBkk) : 2
(BbKK) : 1 (bbKK) : 2 (bbKk) : 1 (bbkk)
2.4
Pewarisan Sifat Pada manusia
Pewarisan
sifat pada manusia terbagi atas 2 yaitu : pewarisan sifat autosomal dan
gonosomal.
1.
Pewarisan Sifat
Autosomal
Yang dimaksud dengan
pewarisan sifat autosomal
adalah sifat keturunan
yang ditentukan oleh gen pada
autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada yang resesif. Karena lakilaki dan
perempuan mempunyai autosom yang sama, jadi sifat keturunan yang
ditentukan oleh gen autosomal dapat
dijumpai pada keturunan laki-laki maupun perempuan.
a.
Pewarisan Gen
Autosomal Dominan
Suatu penyakit atau
kelainan dikatakan menurun
melalui autosom dominan
apabila kelainan atau
penyakit tersebut timbul
meskipun hanya terdapat
satu gen yang
cacat dari salah
satu orang tuanya.
Sebagai perbandingan, penyakit
autosom resesif akan
muncul saat seorang
individu memiliki dua kopi gen mutan.
1)
Polidaktil (jari
lebih)
Polidaktil adalah
suatu kelainan yang
diwariskan oleh gen
autosomal dominan P,
sehingga orang mempunyai tambahan jari pada satu atau dua tangan
dan/atau pada kakinya. Yang umum
dijumpai ialah terdapatnya jari tambahan pada satu atau kedua tangan. Tempat
jari tambahan itu berbeda-beda, ada yang
terdapat di dekat ibu jari dan ada pula yang terletak di dekat jari kelingking.
2)
Kemampuan mengecap
phenylthiocarbamide (PTC)
Phenylthiocarbamide (disingkat
PTC) atau phenylthiouracil merupakan
suatu zat kimia
dengan rumus C7H8N2S.
Bagi sebagian orang
zat ini terasa
pahit, sehingga mereka
disebut pengecap (taster).
Orang lain yang
tidak dapat merasakan
apa-apa disebut buta
kecap (nontaster). Blakeslee pada
tahun 1932 berhasil membuktikan bahwa kemampuan untuk mengecap PTC itu herediter
(keturunan) yang diturunkan oleh gen
dominan autosomal yaitu T,
sehingga seorang tester memiliki
kemungkinan genotipe TT atau Tt, sedangkan yang non tester memiliki genotype
tt.
3)
Thalasemia
Thalasemia merupakan
penyakit darah bawaan
(keturunan) yang menyebabkan
sel darah merah
(eritrosit) pecah (hemolisa).
Penyakit ini sangatlah
berbahaya dan biasanya menyerang bayi dan anak-anak. Thalasemia merupakan kelainan genetik yang ditandai
dengan berkurangnya atau
tidak ada sama-sekali
sintesa rantai hemoglobin
dalam darah. Sehingga hanya mempunyai kemampuan sedikit untuk
mengikat oksigen. Thalasemia dibedakan menjadi 3 yaitu thalasemia α, thalasemia β dan
thalasemia δβ.
4)
Dentinogenesis
imperfeca (gigi opalesen)
Dentinogenesis
imperfeca merupakan kelainan yang
terdapat pada gigi manusia. Dentin berwarna putih
susu (opalesen). Penyebabnya gen
dominan D, sedangkan alelnya resesip “d” bila
homozigotik menyebabkan gigi normal.
5)
Anonychia
Merupakan suatu
kelainan bahwa kuku
dari beberapa jari
tangan atau kaki
tidak ada atau tidak baik pertumbuhannya. Penyebabnya adalah gen
dominan “An” pada autosom. Kita yang mempunya jari yang normal, mempunyai
genotipe “anan”.
6)
Retinal aplasia
Merupakan kelainan
pada mata yang
menyebabkan orang lahir
dalam keadaan buta. Ditemukan
oleh para dokter di Swedia tahun 1957. Penyebab penyakit ini adalah adanya gen dominan Ra.
b.
Pewarisan Gen
Autosomal Resesif
Orang tua dari anak yang terinfeksi penyakit akibat
kelainan gen resesif pada autosom, mungkin tidak
menampakkan penyakit. Anak
yang memiliki gejala
kelainan menandakan adanya pewarisan gen resesif dari kedua orang tua.
Karena kelainan resesif jarang ditemukan, seorang anak memiliki resiko yang lebih tinggi bila
orang tua mereka memiliki hubungan saudara. Hal tersebut disebabkan
seringnya individu –
individu yang memiliki
hubungan saudara mewarisi gen yang sama dari nenek moyang mereka.
Berikut ini adalah contoh penyakit yang ditimbulkan oleh
pewarisan gen autosomal resesif:
1)
Kelainan Albino
Albino merupakan suatu
kelainan karena tidak
adanya pigmen di
kulit, rambut dan mata,
yang memberikan kombinasi rambut putih, mata kemerahan dan kulit yang sangat
cerah. Penyebabnya adalah alel “a” yang menyebabkan albino.
Contohnya adalah jika orang tua seorang anak meruapak carrier albino (Aa),
maka anaknya akan memiliki kemungkiinan sebagai berikut.
Aa
(Carrier) >< Aa (Carrier)
|
A
|
a
|
A
|
Aa (Carrier)
|
Aa (Carrier)
|
a
|
Aa (Carrier)
|
Aa (Albino)
|
Sehingga kemungkinan keturunannya adalah 75% Carrier dan
25% Albino.
2)
Cystic fibrosis
Cystic fibrosis merupakan penyakit kelainan metabolisme protein. Penderita penyakit ini mengalami
penumpukan fibrosis dan
pembentukan kista pada
kelenjar pankreas, saluran pernapasan
dan pencernaan. Penumpukan
mukus menyebabkan bakteri
lebih mudah berkembang biak sehingga infeksi bakteri,
seperti pneumonia dapat terjadi. Penyakit ini bersifat resesif, sehingga apabila kedua orang tua
merupakan carier (pembawa) gen penyakit ini, maka satu dari empat anak mereka kemungkinan dapat
menderita cystic fibrosis. Penyakit ini timbul karena
mutasi pada satu
gen yang menyandikan
protein pengatur perpindahan
klorida dan natrium melalui selaput sel.
Akibatnya, terjadi dehidrasi
dan pengentalan sekresi
yang menyerang hampir
seluruh kelenjar endokrin
(kelenjar yang mengeluarkan cairan ke dalam saluran tertentu dalam tubuh).
3)
Penyakit Tay-Sachs
Penyakit Tay-Sachs adalah
kelainan genetik yang
jarang ditemukan, dimana
terjadi pembentukan lemak di
dalam sel, terutama
pada otak dan
sel saraf (neuron).
Sehingga menyebabkan
retardasi mental dan
hambatan perkembangan fisik
normal disertai kejang, kebutaan, kelumpuhan dan kematian. Tidak ada
pengobatan yang khusus untuk kelainan ini.
2.
Pewarisan Sifat
Gonosomal
a.
Pewarisan Gen
Resesif Terpaut Kromosom X
Saat fertilisasi, ibu menyumbangkan
satu kromosom X untuk anaknya, sementara ayah
menyumbangkan satu kromosom
X untuk anak
perempuannya dan satu
kromosom Y untuk anak
laki-lakinya.
Adapun Contoh penyakit akibat pewarisan gen resesif terpaut kromosom X
adalah :
1)
Buta Warna
Buta warna yaitu
merupakan suatu keadaan
dimana indera penglihatan
tidak bisa membedakan
terutama warna merah
dan hijau. Penurunan
sifat ini terjadi
secara criss cross iheritange
atau penurunannya secara silang yaitu buta warna pada ibu menurun pada anak
laki-laki dan buta warna pada bapak menurun pada anak perempuan.
Penyebabnya adalah gen resesif c yang terpaut pada kromosom X. Sehingga
kromosom Y tidak membawa faktor buta warna. Contohnya adalah apabilah ayah
seorang anak memiliki genotip XCY (Normal) dan Ibunya memiliki genotip
XCXc (Carrier). Maka kemungkinan keturunannya adalah
sebagai berikut.
XCY
(Normal) >< XCXc (Carrier)
|
XC
|
Y
|
XC
|
XCXC
(Normal)
|
XCY (Normal)
|
Xc
|
XCXc
(Carrier)
|
XcY (Buta Warna)
|
Sehingga kemungkinan keturunannya adalah 50% anak
perempuannya normal, 50 % anak perempuannya carrier dan 50% anak laki-lakinya
normal, 50% anak laki-lakinya buta warna.
2)
Hemofilia
Hemofillia merupakan suatu
kelainan dimana darah
sukar sekali membeku
jika terjadi luka. Pewarisan sifat
ini juga terjadi
secara silang dan dalam
keadaan homozigot akan
terjadi kematian.
3)
Anodontia
Merupakan kelainan genetis
yaitu penderitanya tidak
memiliki gigi. Kelainan
ini disebabkan karena pewarisan
gen resesif.
b.
Pewarisan Gen
Dominan Terpaut Kromosom X
Adapun
Contoh penyakit akibat pewarisan gen dominan terpaut kromosom X dalah :
1)
Anenamel, gigi
tidak beremail
Merupakan kelainan genetis
yang diwariskan melalui
gen dominan yang
terpaut pada kromosom X. Ciri-ciri penyakit ini adalah
tidak adanya email pada gigi, sehingga membuat gigi berwarna
coklat dan lebh
cepat rusak. Gen
“g” menentukan gigi
normal dan gen
“G” menentukan Anenamel.
2)
Penyakit Hutington
Penyakit Huntington, chorea Hunting atau chore mairo adalah penyakit yang
menyerang saraf. penyakit ini disebabkan oleh
faktor genetika, sehingga dapat diwariskan dari
orang tua kepada anaknya.
Nama penyakit ini
diambil dari George
Huntington yang pertama
kali yang pertama
kali menjelaskannya pada
tahun 1872. Gen
penyakit ini bersifat
dominan sehingga anak-anak
dari orang tua
yang menderita penyakit
ini berpeluang besar
menderita penyakit “Huntington” yakni 50%.
c.
Pewarisan Gen
Terpaut Kromosom Y
Gen-gen yang terpaut
pada kromosom Y
hanya diwariskan pada
anak laki-laki, oleh karena
itu sering disebut sebagai gen
holandrik. Adapun contoh penyakit akibat pewarisan gen terpaut kromosom Y dalah
:
1)
Hypertrichosis
Gen ht yang
terdapat pada kromosom Y menyebabkan tumbuhnya rambut di tepi daun telinga. Kelainan seperti ini banyak dijumpai
pada para pria Pakistan.
2)
Hystrixgraviour
Kelainan ini
disebabkan oleh gen hg yang
menyebabkan tumbuhnya rambut
panjang dan kaku di seluruh tubuh
(penyakit bulu landak). Sifat normal dikendalikan gen Hg.
3)
Webbedtoes
Merupakan
kelainan dimana pada jari terutama kaki tumbuh selaput seperti kaki katak. Penyebabnya adalah gen wt, sedangkan sifat
normal dikendalikan gen Wt.(4)
2.5
Kelainan yang dialami Farel
·
Mata terkesan
berjauhan
·
Lidah tampak lebih
besar
·
Kesulitan belajar
Kelainan diatas merupakan gejala dari penyakit down syndrome. Kelainan
tersebut dapat terjadi karena terjadinya kelainan kromosom (non-dusjuntion)
pada kromosom 21 sehingga kromosom nya berlebih 1 atau disebut juga trisomi 21.
Pada anak dengan Syndrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih (3
kromosom) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan
kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis.
Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari
kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu
perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan
fisik (kelainan tulang), SSP (penglihatan, pendengaran) dan kecerdasan yang
terbatas. Kelainan yang dialami
Farel Down syndrome dapat diturunkan secara genetik.
2.6 Hubungan antara Umur Ibu
dan Kelainan Farel
Melahirkan pada usia tua (> 35 tahun) beresiko terjadi
kelainan yakni Sindrome Down, karena pada saat wanita menjadi tua kondisi sel
telur menjadi kurang baik dan pada saat dibuahi, sel telur ini mengalami
pembelahan yang kurang sempurna sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada
kromosom.
2.7
Hubungan antara Kesulitan Belajar dengan Kelainan Genetik
Menurut
Hamill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata
dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau
dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga
karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi
bersamaan dengan gangguan lain misalnya, gangguan sensoris, hambatan sosial,
dan emosional. Dan pengaruh lingkungan misalnya, perbedaan budaya atau proses
pembelajaran yang tidak sesuai. Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak
menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang
memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.(6)
Menurut
Cruickshank (1980) gangguan yang dapat dialami dalam kesulitan berpikir
meliputi gangguan pada latarfigure, visual-motor, visual-perceptual,
pendengaran, intersensory, berpikir konseptual dan abstrak, bahasa,
sosio-emosional, body image, dan konsep diri.(7)
Ada beberapa
penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset(8), yaitu :
1.
Faktor
keturunan/bawaan
2.
Gangguan semasa
kehamilan misalnya umur ibu yang terlalu lanjut, atau saat dilahirkan dalam
keadaan premature.
3.
Kondisi janin yang
tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok,
menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa
kehamilan.
4.
Trauma pasca
kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.
5.
Infeksi telinga
yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya
mempunyai sistem imun yang lemah.
6.
Awal masa
kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa,
dan neurotoksin lainnya.
Sementara faktor penyebab kesulitan belajar sebagai
berikut.(9)
1.
Faktor Disfungsi Otak
2.
Faktor Genetik
3.
Faktor Lingkungan dan Malnutrisi
4.
Faktor Biokimia
Dari beberapa
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kelainan genetic dapat menjadi salah
satu penyebab kesulitan belajar. Dalam belajar otak mengalami proses berpikir
yang membutuhkan impuls atau rangsangan, kemudian rangsangan tersebut akan
diteruskan menuju otak dengan bantuan peran sistem saraf atau jaringan saraf.
Jaringan saraf ini memiliki sel-sel saraf yang mengandunga materi genetic.
Sehingga jika dihubungkan dengan kelainan genetic yang dialami oleh farel maka
materi genetic untuk penyampaian informasi berupa rangsangan menuju otak juga
mengalami gangguan. Selain itu penderita down syndrome juga memiliki IQ yang
rendah dari rata-rata orang normal yaitu keterbelekangan ringan rentang angka IQ
antara 50-70, sedangkan keterbelakangan sedang memiliki IQ dengan rentang
antara 35-50. Hal ini juga sanagat berpengaruh terhadap kesulitan belajar yang
dialami oleh farel.
2.8
Kelainan pada Endang
Berdasarkan dari pemeriksaan hasil laboratorium yang terdapat dalam pemicu,
maka dapat dikatakan bahwa Endang menderita kelainan Thalasemia. Disebutkan
dalam pemeriksaan hasil laboratorium bahwa kadar hemoglobin yang terdapat dalam
tubuh Endang kurang dari batas kadar normal yang seharusnya dimiliki oleh perempuan dewasa yang mana kadar hemoglobin
yang seharusnya dimiliki oleh Endang yaitu berkisar antar 12-16 gram/dl. Selain
itu juga yang semakin menguatkan bahwa memang benar Endang menderita thalasemia
karena pada gambaran darah tepi ditemukannya sel target positif yang sel target
positif ini merupakan menjadi penyebab dan bukti kuat dari terjadinya kelainan
Thalasemia (hemoglobinopathy) ini.
Thalasemia merupakan penyakit
genetik yang dapat diturunkan secara autosomal resesif menurut hokum Mendel
dari orang tua kepada anak-anaknya melalui gen yang disebut gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Thalasemia dapat terjadi karena adanya
ketidakseimbangan produksi rantai alpha dan beta yang disebabkan oleh mutasi
atau perubahan yang terjadi pada gen. Mutasi pada gen alpha menyebabkan
produksi rantai alpha menurun sehingga menyebabkan alpha thalasemia, sedangkan
mutasi pada gen beta menyebabkan produksi rantai beta menurun sehingga
menyebabkan beta thalasemia.
Penyakit
thalasemia ini meliputi suatu keadaan penyakit dimulai dari gejala klinis yang
paling ringan (bentuk heterozigot) yang biasa disebut dengan thalasemia minor
atau thalasemia trait (carrier = pembawa sifat) sampai pada gejala yang paling
berat (bentuk homozigot) yang biasa disebut dengan thalasemia mayor. Thalasemia
mayor merupakan jenis dari thalasemia yang sangat parah karena dapat
menimbulkan kematian pada saat baru lahir atau ketika seseorang masih berumur
3-6 bulan. Bentuk heterozigot (Th th) diturunkan oleh hanya salah satu orang
tuanya yang mengidap kelainan thalasemia, sedangkan bentuk homozigot (Th Th)
diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalasemia.
2.9
Hubungan Sel Target (+) dengan Kelainan Genetik dialami
Endang
Terdapat hubungan antara di
temukannya sel target (+) dengan kelainan genetik yang di alami Endang. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya sel target (fragmentasi dan banyak
sel normoblas). Pada Thalasemia dimana eritrosit memiliki gambaran : microcytic
(kecil), leptocytic (lonjong) dan polycytemik (banyak) bercampur baur membentuk
apa yang di sebut “sel target” (10)
2.10
Hubungan Kelainan Genetik dialami Endang dan Ras Melayu
Lanni et al., (2004) telah melaporkan prevalensi carrier
thalassemia-β dan Hb-E untuk masyarakat Batak sebesar 1,5% dan 0%, Melayu 5,2%
dan 4,3%, Jawa 3,2% dan 4,8%. Dari penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa
prevalensi carrier thalassemia-β dan Hb-E merupakan yang paling besar dibandingkan
dengan ras yang lainnya, yaitu 5,2%. Tetapi penelitian ini tidak dapat
membuktikan adanya hubungan antara penyakit Thalasemia dengan ras Melayu.(11)
2.11
Konseling Genetik
2.11.1 Pengertian
National Society of Genetic Counselors (NSGC)
mendefinisikan konseling genetika sebagai proses komunikasi yang berkaitan
dengan masalah kesehatan manusia yang berhubungan dengan kejadian atau resiko
kekambuhan dari penyakit genetik dalam suatu keluarga. Proses ini melibatkan brbagai upaya oleh satu
atau beberapa orang terlatih untuk membantu keluarga atau individu dalam hal :
a.
Memahami fakta
medis termasuk diagnosa, prognostik dari penyakit dan manajemen yang tersedia.
b.
Memahami jalur dan
penyebab dari penyakit tersebut dan resiko penurunan dalam keluarga.
c.
Memberikan
penjelasan terkait dengan resiko kambuh.
d.
Pemilihan tindakan
yang optimal dalam menghadapi penyakit atau resiko terjadinya penyakit, sesuai
dengan tujuan keluarga, etika agama, dan standar nilai yang berlaku, serta
menuntun bertindak arif sesuai dengan keputusan yang diambil terhadap keluarga
yang terkena atau beresiko terkena.(12)
2.11.2 Tujuan
Konseling Genetik
1.
Memahami fakta medis termasuk diagnosa, prognostik dari
penyakit dan manajemen yang tersedia,
2.
Memahami jalur dan penyebab dari penyakit tersebut dan
resiko penurunan dalam keluarga,
3.
Memberikan penjelasan terkait dengan risiko kambuh,
4.
Pemilihan tindakan yang optimal dalam menghadapi penyakit
atau resiko terjadinya penyakit, sesuai dengan tujuan keluarga, etika agama dan
standarstandar nilai yang berlaku, serta menuntun bertindak arif sesuai dengan
keputusan yang diambil terhadap keluarga yang terkena atau yang beresiko
terkena.
2.11.3 Manfaat Konseling Genetik
Konseling Genetik bagi prenatal bermanfaat untuk memberikan edukasi tentang
segala sesuatu mengenai penyakit genetik yang diderita oleh anggota keluarga
pasangan, kemudian kemungkinan pola pewarisan terhadap anak yang dikandung,
pemilihan cara diagnose dan waktu yang optimal, serta pengambilan keputusan
hasil tes terhadap kelainan genetik yang diderita oleh salah satu anggota
keluarga tersebut. Selain itu, konseling genetik bagi kalangan prenatal ini
juga bermanfaat karena melalui konseling genetik tersebut nantinya akan dibantu
untuk membuat keputusan sendiri tentang kemungkinan mengakhiri kehamilan jika
hasil tes yang diterima nantinya mengarah kepada penyakit kelainan genetik yang
berat,
Konseling Genetik bagi kalangan
Pediatrik (anak-anak) bermanfaat untuk membantu anak-anak yang telah lahir
dengan bawaan anomaly, ataupun dicurigai menderita anomali. Dalam hal ini,
anak-anak tersebut merasakan bahwa dirinya dianggap berbeda dari anak-anak
lainnya, sehingga segala tindak lanjut yang akan diberikan melalui konseling
genetik ini nantinya akan berperan besar terhadap keputusan yang optimal untuk
perkembangan anak selanjutnya.
Konseling Genetik bagi kalangan
dewas juga memberikan banyak manfaat dalam memberikan edukasi seberapa besar
potensi terkena penyakit genetik pada anak-anak mereka, edukasi mengenai
berbagai macam penyakit kelainan genetik agar dapat mencegah terjadinya
kelainan genetik tersebut, serta melalui konseling genetik juga diberikan
eduksi mengenai isu-isu seperti manajemen medis, asuransi, kepemilikan anak
(paterity test), dan konseling yang sifatnya berkelanjutan.
2.11.4 Tahapan
Konseling Genetik
a.
Tahapan Konseling Genetik
Secara
berurutan konseling genetik
melalui berbagai tahapan
seperti tersebut di bawah ini :
1) Riwayat penyakit.
Menggali secara mendalam
tentang riwayat prenatal, perinatal,
postnatal, dan riwayat
keluarga. Riwayat ini
penting untuk mengarahkan
konselor memilah, memilih
dan menentukan apakah
penyakit tersebut berkaitan
dengan proses genetik
atau lingkungan. Terkadang
para dokter secara
mudah mendiagnosa kelainan
seperti club foot,
atau digital amputations,
sebagai masalah genetik,
tanpa mempertimbangkan hal
lain seperti adanya
amniotic band, atau
stres karena oligohidramnion. Sering
juga kasus-kasus kematian
bayi baru lahir
tidak terdiagnosis dengan baik,
atau kasus abortus berulang yang
‘hanya’ dikelola sebagai
kelainan TORCH, tanpa
melihat kelainan kromosom.
2) Pemeriksaan fisik.
Konselor akan memeriksa
fisik penderita secara
keseluruhan baik pemeriksaan
fisik dalam maupun
fisik luar. Adalah
umum konselor akan
mengumpulkan informasi dismorfologi
secara mendalam terkait
typologi sindrom-sindrom yang
khas. Konselor akan
memeriksa kemungkinan short stature, wide span, hypertelorisme,
up slanting, simian crease, dll.
3) Pemeriksaan endokrine
Pada kasus-kasus
yang mengarah ke
arah nkelainan endokrin
seperti Congenital Adrenal
Hiperplasia (CAH), Complete/Parsial Androgen
Insuficiensi Syndrome (CAIS/PAIS),
konselor akan memeriksa
hormon tertentu untuk
mengkonfirmasikan diagnosa.
4)
Pemeriksaan Sitogenetik.
Sitogenetik akan
sangat penting terutama
pada kasus yang memerlukan pertimbangan
keputusan jenis kelamin,
sindrom Turner dan
Klenifeleter, ataupun Sindrom
down. Sitogenetik juga
merupakan pemeriksaan rutin pada kasus-kasus retardasi mental
yang tidak khas
untuk menilai kemungkinan
kelainan kromosom.
5) Pemeriksaan molekuler.
Pemeriksaan molekuler
merupakan gold standar
untuk mendiagnosa penyakitpenyakit genetik.
Sampai saat ini
sekitar 3000 gen jenis penyakit
genetik telah dapar diidentifikasi, sehingga
arah untuk menentukan
diagnosa dapat ditentukan
dengan baik. Walaupun
begitu dengan adanya
mutasi mutasi baru
atau polimorfisme baru,
tidak 100% penyakit
genetik dapat dipastikan dengan teknik ini.
Dalam prakteknya seorang
konselor genetik biasanya menerima
pasien dari para kolega seperti
ahli pediatrik, ahli
obsgyn, bidan, dan
dokter umum. Konselor
genetik bekerja sebagai
anggota dari tim
kesehatan dengan memberikan
informasi secara benar
dan memberi dukungan
bagi keluarga yang
memiliki anggota dengan
cacat lahir atau
penyakit genetik serta
keluarga yang mungkin
beresiko untuk mewarisi
penyakit genetik. Seorang
konselor akan mengidentifikasi keluarga
beresiko, menyelidiki masalah
yang ada dalam
keluarga, menafsirkan informasi tentang hal tersebut,
menganalisa pola risiko
kekambuhan, dan meninjau
pilihan penanganan yang tersedia
kepada keluarga.(12)
2.12
Kemungkinan Keturunan Hariyanto dan Endang
Diketahui di pemicu bahwa Endang
menderita Thalasemia minor, sehingga genotipnya adalah Th th. Sedangkan di
pemicu dikatakan bahwa Hariyanto normal, sehingga genotipnya adalah th th.
Hariyanto
(Pria) Endang
(Wanita)
Normal Thalasemia
minor
th
th Th
th
Wanita
|
Pria
|
|
th
|
th
|
|
Th
|
Th th (Thalasemia minor)
|
Th th (Thalasemia minor)
|
th
|
th th (Normal)
|
th th (Normal)
|
Ayah Hariyanto
|
Ibu Hariyanto
|
Ayah Endang
|
Ibu Endang
|
Hariyanto
|
Endang
|
Sehingga, kemungkinan keturunan yang didapat Hariyanto dan Endang apabila mereka menikah adalah 50% menderita Thalasemia minor dan 50% normal.
Keterangan:
: Normal
: Thalasemia Minor
BAB III
KESIMPULAN
Kelainan yang terjadi pada keluarga Hariyanto dan Endang adalah kelainan
kromosom, yaitu kelaiinan resesif autosomal sehingga diperlukan konseling genetik untuk
mengetahui kemungkinan keturunan dari Hariyanto dan Endang.
Daftar Pustaka
1. Dorland.
Kamus Kedokteran Dorland. 31st ed. Jakarta: EGC; 2010.
2.
Nugroho heri santoso W. Memahami genetika dengan
mudah. Yogyakarta: Nuha Medika; 2009.
3.
Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, Edisi 9. 9th ed. Jakarta: EGC; 2000.
4.
cambell NA, Reece JB, urry LA,
wasserman SA, Minorsky P, jackson R. campbell. 8th ed. Erlangga; 2008.
5.
Sherwood L. FisiologiManusia.
Jakarta: EGC; 2011.
6.
Hammill. A new definition of
learning disabilities. Boston: Houghton mifllin company.; 1981.
7.
Cruickshank, WM. Cruickshank, W.M.
(1980). Psychology of Exceptional Children and Youth. Englewood Cliffs:
Prentice-hall inc. Englewood Cliffs: Prentice-hall inc.; 1980.
8.
Harwell JM. Information &
Materials for LD. New York: The Center of Applied Research in Education; 2000.
9.
Krik, S.A, Gallagher,J.J.
Educating Exceptional Children 5th ed. Houghton Mifflin Company. Boston:
Houghton Mifflin Company.; 1986.
10.
Soeparman SW. Ilmu Penyakit Dalam,
jilid II, Jakarta FKUI). 1996.
11.
lanni F, sofro A, Ismadi M, Marzuki
S. The most Commom β-thalassemia mutation found in the Island of Sumatera.
Indonesian Journal of Biotechnology 6: 571-577. 2004.
12.
Rujito L. Konseling Genetik,
Strategi Mengontrol Penyakit Genetik Di Indonesia. Mandala Health 4; 2010.
0 comments Blogger 0 Facebook
Post a Comment