BAB I
PENDAHULUAN

1.1           Pemicu
Seorang bayi laki-laki usia 7 hari dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan terdapat benjolan di daerah tulang belakang. Benjolan ada sejak bayi lahir, bila di tekan akan mengempis dan bila dilepas akan menonjol lagi. Dokter menduga bayi tersebut menderita spina bifida. Kelainan tersebut terjadi karena tidak sempurnanya penutupan tabung saraf saat perkembangan janin. Ibu pasien khawatir penyebab benjolan pada anaknya tersebut dikarenakan jumlah asupan makanan saat hamil kurang?

1.2        Klarifikasi dan Definisi
1.      Spina Bifida
Kondisi yang terjadi ketika janin yang berkembang di dalam rahim tulang belakangnya tidak terbentuk dengan benar (cacat tabung saraf) (Behrmen dkk, 2000).
2.      Tabung Saraf
Struktur pada embrio dimana otak dan sumsum tulang belakang berkembang. (Kamus Kedokteran Black, 2005).
3.      Janin
Bakal bayi (masih dalam kandungan), embrio setelah melebihi umur 2 bulan (Muda, 2003).

1.3        Kata Kunci
1.      Bayi laki-laki usia 7 hari
2.      Benjolan di daerah tulang belakang
3.      Sejak bayi lahir
4.      Spina bifida
5.      Penutupan tabung saraf
6.      Asupan makanan saat hamil

1.4        Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh dari neuroembriogenesis dan kurangnya asupan gizi pada ibu hamil terhadap benjolan di tulang belakang yang diduga spina bifida?


1.5        Analisis Masalah
Normal
Neuropatologi
Kelainan Kongenital
Spina Bifida
Neuro
embriogenesis
Patologi
Etiologi
Patogenesis
Gejala
Klinis
Pencegahan dan Pengobatan
 










1.6    Hipotesis
Kesalahan pada neuroembriogenesis, yaitu kegagalan penutupan tabung saraf dan kekurangan asam folat maternal yang menyebabkan spina bifida pada bayi.

1.7        Pertanyaan Diskusi
1.      Sel saraf
a.       Mikroskopik
b.      Jenis-jenis
2.      Sel penyokong
a.       Jenis-jenis
b.      Kelainan
3.      Neurohistogenesis jaringan saraf
4.      Anatomi dari sistem saraf pusat
a.       Otak
b.      Medulla Spinalis
5.      Neuroembriogenesis normal
6.      Kelainan kongenital:
c.       Definisi
d.      Etiologi
e.       Pengelompokkan
f.       Contoh
g.      Deteksi dini (Neuroimaging)
h.      Terapi Janin
7.     Spina Bifida
a.       Faktor Penyebab
b.      Klasifikasi
c.       Pencegahan
d.      Pengobatan
8.      Asupan gizi pada ibu hamil yang mempengaruhi neuroembriogenesis













BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Sel Saraf
2.1.1 Mikroskopik
Struktur
Bentuk
Penampilan
Lokasi
Fungsi
Badan sel saraf terutama terdiri dari massa sitoplasma dengan nukleus di dalamnya; dibagian luar dibatasi oleh membran plasma.
Nukleus
Besar, bundar
Pucat, kromatin tersebar luas, nukleoulus tunggal yang mencolok; terdapat Badan Barr pada perempuan. Memiliki selubung inti dan pori-pori int
Terletak sentral; bergeser ke perifer bila terjadi cedera sel
Mengontrol aktivitas sel
Organel-organel sitoplasmik
Substantia Nissl
Granula retikulum endoplasmik kasar
Sistema lebar, ribosom bersifat basofilik
Seluruh sitoplasma dan bagian proksimal dendrit; tidak terdapat pada akson Hillock dan akson; kelelahan dan cedera organel ini terkonsentrasi di perifer
Sintesi protein
Appartus Golgi
Benang bergelombang; kelompok-kelompok sisterna gepeng dan vesikel-vesikel kecil
Retikulum endoplasmik halus
Dekat nukleus
Menambahkan karbohidrat ke molekul protein, mempersiapkan produk untuk dibawa ke terminal saraf
Mitokondria
Berbentuk bulat, batang
Membran ganda dengan krista
Menyebar
Menghasilkan energi kimia
Neurofibril
Serabut-serabut halus
Berjalan paralel terhadap yang lain, membentuk berkas mikrofilamen, masing-masing berdiameter 10nm
Berjalan dari dendrit melalui badan sel ke akson
Menentukan bentuk neuron
Mikrofilamen
Serabut-serabut lurus
Filamen berdiameter 3-5 nm
Membentuk anyaman padat di bawah membran plasma
Berperan dalam pembentukan dan retraksi prosesus sel dan transportasi sel
Mikrotubulus
Tabung lurus
Berjalan di antara neurofibril-neurofibril, diameter 25 nm
Berjalan dari dendrit melalui badan sel ke akson
Transpor sel
Lisosom
Vesikel-vesikel
Diameter 8 nm; ada tiga bentuk: primer, sekunder, da badan-badan residual
Seluruh sel
Pembersih sel
Sentriol
Silinder berongga yang berpasangan
Dinding terbuat dari mikrotubulus
Terbatas pada sitoplasma badan sel
Berperan dalam pembelahan sel; memelihara mikrotubulus
Lipofusin
Granula
Coklat kekuningan
Tersebar di sitoplasma
Produk metabolisme
Melanin
Granula
Coklat kekuningan
Substantia nigra mesencephali
Berhubungan dengan pembentukan dopamin
Membran plasma membentuk batas luar badan sel yang menyambung sampai ke prosesusnya dan pada neuron merupakan tempat inisiasi dan konduksi impuls saraf. Tebal membran sekitar 8 nm. Membran plasma dan selubung sel bersama-sama membentuk membran semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya.
Eksitasi Membran Plasma Badan Sel Saraf, bila sel saraf distimulasi oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dan cairan jaringan ke dalam sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya depolarisasi yang cepat pada membran, influks cepat dari ion Na+yang diikuti oleh perubahan polaritas menimbulkan potensial aksi, besarnya sekitar +40 mV.
(Snell, 2010)







2.1.2 Jenis-jenis
Klasifikasi Neuron
Klasifikasi Morfologi: Jumlah, Panjang, dan Bentuk Percabangan Neurit
Susunan Neurit
Lokasi
Unipolar
Neurit tunggal yang bercabang tidak jauh dari badan sel
Ganglion radix posterior
Bipolar
Neurit tunggal yang timbul dari masing-masing ujung badan sel
Retina, kokhle sensorik, dan ganglia vestibularis
Multipolar
Banyak dendrit dan sebuah akson panjang
Serabut-serabut traktus otak dan medulla spinalis, saraf tepi, dan sel-sel motorik medulla spinalis
Ukuran Neuron
Golgi tipe I
Akson tunggal dan panjang
Serabut-serabut traktus otak dan medulla spinalis, saraf tepi, dan sel-sel motorik medulla spinalis
Golgi tipe II
Akson pendek dengan dendrit-dendrit membentuk bintang
Cortex cerebri dan cerebelli

Ada tiga jenis neuron berdasarkan fungsinya, yaitu:
1.      Neuron Sensorik (Afferent). Neuron ini berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada kulit, organ, indera, atau saraf organ internal ke Central Nervous System (CNS).
2.      Neuron Motorik (Efferent). Neuron ini berfungsi untuk menyampaikan impuls dari CNS ke efektor.
3.      Interneuron. Neuron ini berfungsi menghubungkan neuron sensorik dan motorik. (Snell, 2010).

2.2        Sel Penyokong
2.2.1 Jenis-jenis
Ada beberapa jenis neuroglia, diantaranya:
1.      Astrosit
Seperti namanya, sel ini berbentuk seperti bintang sehingga memiliki banyak percabangan. Astrosit berfungsi untuk mengatur ekstraseluler neuron.
2.      Mikroglia
Mikroglia merupakan sel pendukung yang ukurannya paling kecil namun jumlahnya melimpah di CNS. Sel ini bersifat fagosit yang memakan mikroorganisme penggganggu dan sel-sel saraf yang telah mati.
3.      Ependima
Ependima terdapat pada ventrikel otak dan spinal cord (sum-sum tulang belakang).
4.      Oligodendrit
Oligodendrit memiliki bentuk seperti Astrosit, namun dengan percabangan yang lebih sedikit. Oligodendrit berfungsi untuk membentuk selubung mielin (myelin sheaths) pada susunan saraf tepi (peripheral nervous system = PNS).
5.      Sel Satelit
Merupakan sel pendukung yang berada di sekeliling badan sel pada susunan saraf tepi.
6.      Sel Schwann
Sel Schwann membentuk selubung mielin (myelin sheaths) pada susunan saraf pusat (central nervous system = CNS). Fungsi selubung mielin adalah untuk mempercepat penghantaran sinyal pada akson. Sambungan antara dua sel schwann (mielin) disebut nodus ranvier. (Marieb, 2007)


2.2.2 Kelainan
Ada beberapa jenis kelainan pada sel-sel penyokong, antara lain :
1.      Astrositoma
Astrositoma adalah kelompok tumor SSP primer yang tersering. Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangan ganas seperti glioblasto multiforme. Tumor astrositik dibagi menjadi dua, yaitu :
-          Neoplasma Astrositik Fibrilar
Neoplasma astrositik fibrilar, kadang-kadang disebut astrositoma difus, ditandai dengan pola pertumbuhan infiltratif. Meskipun paling sering di temukan pada orang dewasa, tumor ini dapat timbul pada semua usia. Tumor tipe ini paling sering ditemukan di hemisfarium serebri meskipun dapat di temukan dimana saja pada SSP. Neoplasma ini di bagi lagi menjadi berbagai derajat histologis berdasarkan derajat diferensiasinya. Seperti banyak neoplasma lainnya, derajat histologik merupakan faktor penting untuk memperkirakan perilaku biologis. Sejumlah skema penentuan derajat telah diajukan, berdasarkan  berbagai gambaran seperti pleomorfisme nukleus, aktivitas mitotik, proliferasi vaskular, dan nekrosis. Salah satu sistem yang umum di pakai adalah skema tiga tingkat yang digunakan pada sistem penentuan derajat World Health Organization, yang membagi tumor ini menjadi tiga derajat : lesi berdiferensiasi baik, yang di sebut astrositoma; tumor derajat menengah, yang di sebut astrositoma anaplastik; dan lesi paling agresif, yang di sebut glioblastoma multiforme. Neoplasma astrositik fibrilar memiliki kecenderungan untuk semakin kurang berdiferensiasi baik seiring dengan waktu. Banyak lesi yang berdifensiasi baik akhirnya berkembang menjadi astrositoma anaplastik atau glioblastoma multiforme. Mutasi di gen penekan tumor TP53 tampaknya berperan penting dalam timbulnya beberapa tumor astrositik ini.
-          Astrositoma Pilositik
Astrositoma pilositik lebih sering terjadi pada anak, meskipun dapat timbul pada semua usia. Tempat yang sering terkena adalah serebelum, ventrikel ketiga, dan saraf optikus, tetapi seperti pada kasus astrositoma fibrilar, semua bagian SSP dapat terkena. Secara umum, tumor ini dibedakan dengan neoplasma astrositik fibrilar berdasarkan sifatnya yang lebih diskret dan perilakunya yang lebih lambat berkembang.

2.      Oligodendroglioma
Oligodendroglioma paling sering ditemukan pada masa dewasa dan biasanya terbentuk di dalam hemisferium serebri. Kelainan sitogenetik yang sering terjadi pada oligodendroglioma adalah hilangnya heterozigositas di lengan panjang kromosom 19 dan lengan pendek kromosom 1. Mutasi yang melibatkan gen TP53 relaatif jarang ditemukan.
Secara makroskopis, oligodendroglioma biasanya lunak dan gelatinosa, dan tumor ini sering memiliki batas lebih tegas dibandingkan dengan astrositoma infiltratif. Secara mikroskopis, oligodendroglioma klasik dibedakan oleh sel infiltratif dengan nukleus bulat seragam, sering dikelilingi oleh halo jernih perinukleus. Sel neoplastik cenderung berkumpul di sekitar neuron asli, suatu fenomena yang di sebut sebagai satelitosis.

3.      Ependimoma
Ependimoma dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar muncul di dalam salah satu rongga ventrikel atau di daerah kanalis sentralis di korda spinalis. Ependimoma intrakranial secara umum paling sering terjadi pada 2 dekade pertama kehidupan, sedangkan lesi intraspinal terutama pada orang dewasa. Ependimoma intrakranial paling sering timbul di ventrikel keempat, tempat tumor ini mungkin menyumbat aliran CSS dan menyebabkan hidrosefalus serta peningkatan tekanan intrakranial.
Ependimoma umumnya adalah lesi berbatas tegas yang timbul dari dinding ventrikel, atau pada kasus lesi intraspinal, dari sisa kanalis sentralis. Lesi intrakranial biasanya menonjol ke dalam rongga ventrikel sebagai massa padat, kadang-kadang dengan arsitektur papilar yang jelas. Sebagian besar ependimoma berdiferensiasi baik meskipun beragam perubahan anaplastik mungkin di temukan (Kumar et al., 2007).



2.3        Neurohistogenesis
Histogenesis adalah suatu proses diferensiasi dari sel yang semula belum mempunyai fungsi menjadi sel yang mempunyai fungsi khusus. Dengan kata lain, histogenesis adalah diferensiasi kelompok sel menjadi jaringan, organ, atau organ tambahan.Setiap jaringan mengandung sekelompok sel yang sama.  Bentuk umum dan struktur dari sel dimodifikasi selama perkembangan sehingga setiap jaringan mengandung sel dengan fungsi khusus. Ketiga lapisan benih akan mengalami spesialisasi selama periode ini dan karena itu, setiap lapis benih menghasilkan sel yang fungsional pada jaringan tempatnya berbeda (Puja et.al., 2010).
Sistem saraf terdiri atas sistem sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (perifer). SSP berasal dari bumbung neural yang dihasilkan oleh proses neurulasi. Bumbung neural beserta salurannya (neurosoel) berdiferensiasi menjadi otak dan medulla spinalis (sumsum tulang belakang: STB) Saluran di dalam otak terdiri atas 4 ventrikel dan di dalam STB sebuah kanalis sentralis. Otak embrio mula-mula terdiri atas 3 wilayah: 1) prosensefalon, 2) mesensefalon, 3) rombensefalon. Kemudian, otak berkembang menjadi 5 wilayah yaitu prosensefalon berkembang menjadi (1) telensefalon (bakal serebrum) dan (2) diensesefalon. Adapun mesensefalon tetap sebagai mesensefalon (3) Sementara itu, rombensefalon berkembang menjadi (4) metensefalon (bakal serebelum) dan (5) mielensefalon (bakal Pons varolii dan medula oblongata atau batang otak). Saluran di dalam telensefalon (telosoel) lateral kiri dan kanan ialah ventrikel I dan ventrikel II. Ventrikel III adalah telosoel median dan diosoel. Ventrikel IV ialah metasoel dan mielosoel. Mesosoel tidak membentuk ventrikel, dan disebut duktus Sylvius. Dinding SSP awalnya ialah neuroepitelium yang merupakan sumber sel-sel saraf dan neuroglia. Kemudian, neuroepitelium pada batang otak dan STB akan terdiri atas lapisan ependum/ventricular (yang membatasi lumen), mantel (materi kelabu), dan marginal (materi putih). Materi kelabu (mengandung banyak sel saraf dan neuroglia) dan materi putih (berisi banyak akson bermielin) padaotak anterior dari batang otak, letak kedua materi itu kebalikan dari kedudukannya di dalam STB. Hipofisis dibentuk dari 2 komponen, yaitu kantung Rathke (dari stomodeum) dan infundibulum (dari diensefalon), masing-masing menjadi lobus anterior dan lobus posterior dari hipofisis. Lobus intermedia terletak pada perbatasan kantung Rathke bagian posterior dengan infundibulum. Tiap lobus menghasilkan hormon yang berbeda. Pembentukan organ indera ditandai dengan adanya penebalan (plakoda) pada ektoderm yang berhadapan dengan otak. Plakoda nasal (olfaktorius), plakoda optik, dan plakoda otik (auditorius) masing-masing berhadapan dengan telensefalon, diensefalon, dan mielensefalon. Selain berasal dari plakoda optik (bakal lensa), mata berasal juga dari bagian diensefalon, yaitu vesikula optik (bakal retina). Bakal telinga yang mulai dibentuk adalah bakal telinga dalam yang berasal dari plakoda otik, baru kemudian bakal telinga tengah, dan terakhir bakal telinga luar (Yatim, Wildan et al. 1984).
2.3.1 Diferensiasi Histologik
·         Sel saraf
Neuroblas atau sel primitif secara khusus dibentuk oleh pembelahan sel neuroepitel. Pada mulanya, neuroblas mempunyai sebuah tonjolan tengah yang menuju ke lumen (dendrit sementara), tetapi ketika sel-sel ini bermigrasi ke lapisan mantel, tonjolan ini menghilang, dan neuroblas untuk sementara berbentuk bulat dan apolar. Pada diferensiasi selanjutnya, dua tonjolan sitoplasma baru timbul pada dua sisi badan sel yang berlawanan, dengan demikian membentuk neuroblas bipolar. Tonjolan pada salah satu sisi sel tersebut memanjang dengan cepat membentuk akson primitif, sedangkan tonjolan disisi lainnya memperlihatkan sejumlah percabangan sitoplasma, dendrit primitif. Sel ini kemudian dikenal sebagai neuroblas multipolar dan pada perkembangan selanjutnya menjadi sel saraf dewasa atau neuron. Begitu neuroblas sudah terbentutk, mereka kehilangan kemampuan untuk membelah. Akson-akson neuron pada lamina basalis menerobos ke luar melalui lapisan marginal dan menjadi terlihat pada sisi ventral medulla spinalis. Secara keseluruhan, mereka disebut radiks anterior motorik nervus spinallis. Akson neuron dalan kornu sensorik dorsal (lamina aralis) memiliki perilaku yang berbeda dengan akson neuron dalam kornu ventral. Mereka menembus kedalam lapisan marginal medulla spinalis, kemudian bergerak naik atau turun ketingkat yang lebih tinggi atau rendah untuk membentuk neuron-neuron asosiasi (Salder, T.W, 2010).
·         Sel Glia
Sebagian besar sel-sel penunjang primitif yang disebut gliablas dibentuk oleh sel-sel neuroepitel setelah pembentukan neuroblas terhenti. Dari lapisan neuroepitel ini, gliablas bermigrasi ke lapisan mantel dan lapisan marginal. Di dalam lapisan mantel, sel-sel gliablas berdiferensiasi menjadi astrosit protoplasmik dan astrosit fibrilar.
Jenil sel penunjang lain yang  mungkin berasal dari gliablas adalah oligodendroglia. Sel ini, yang terutama ditemukan pada lapisan marginal, membentuk selubung mielin di sekitar akson yang naik maupun akson yang turun di lapisan marginal.
Pada paruh kedua perkembangan, sel penunjang jenis ketiga yaitu sel mikrioglia, muncul di system saraf pusat. Jenis sel ini sangat fagosit dan berasal dari mesenkim. Ketika sel-sel neuroepitel berhenti menghasilkan neuroblas dan gliablas, akhirnya mereka berdiferensiasi menjadinsel-sel ependim yang melapisi kanalis sentralis medulla spinalis.(Salder, T.W, 2010)
·      Sel-sel Krista Neuralis
Selama terjadi pelipatan lempeng saraf, sekelompok sel tampak di sepanjang tepi kiri dan kanan alur saraf. Sel-sel ini, berasal dari ektoderm dan dikenal sebagai sel krista neuralis, untuk sementara membentuk lapisan tengah di antara tabung saraf dan ektoderm permukaan. Lapisan ini terbentang disepanjang tabung saraf dan sel-sel krista neuralis dari daerah ini bermigrasi ke arah lateral. Beberapa sel ini kemudian membentuk ganglia sensorik (ganglia radiks dorsalis) saraf spinal.
Pada perkembangan selanjutnya, neuroblas ganglia sensorik membentuk dua buah tonjolan. Tonjolan yg tumbuh ke sentral menembus bagian dorsal tabung saraf. Pada medulla spinalis ujung-ujung berakhir pada kornu dorsalis atau naik melalui lapisan marginal menuju ke salah satu pusat otak yang lebih tinggi. Tonjolan-tonjolan ini semuanya dikenal sebagai radiks sensorik dorsalis saraf spinalis. Tonjolan yang tumbuh ke perifer bergabung dengan serabut-serabut radiks motorik ventralis sehingga ikut membentuk trunkus nervus spinalis.
          Selain menghasilkan ganglia sensorik, sel-sel crista neuralis berdiferensiasi menjadi neuroblas simpatik, sel-sel Schwann, sel pigmen, odontoblas, selaput otak (meninges), dan mesenkim lengkung faring (Salder, T.W, 2010).

2.4        Anatomi Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf terdiri dari 2 subdivisi besar yaitu central nervous system (CNS) yang terdiri dari otak dan korda spinalis, dan peripheral nervous system yang terdiri dari jaringan saraf di luar CNS. Fungsi sistem saraf dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
a)         Fungsi sensorik : Reseptor sensori mendeteksi stimulan internal seperti peningkatan keasaman darah, dan stimulan eksternal seperti nyeri dan panas. Informasi sensorik ini dibawa menuju otak dan korda spinalis melewati saraf spinal dan kranial.
b)        Fungsi integrasi : Sistem saraf memproses informasi sensorik dengan menganalisis dan menyimpannya atau menimbulkan respon terhadap stimulan. Proses ini disebut persepsi. Persepsi terjadi di otak.
c)         Fungsi motorik : Setelah informasi sensorik diintegrasi, sistem saraf menghasilkan respons motorik yang tepat dengan mengaktivasi efektor (otot dan kelenjar) melewati saraf kranial dan spinal. Stimulasi yang diterima efektor menyebabkan otot berkontraksi dan kelenjar mengeluarkan sekretnya (Tortora & Derrickson, 2009).

2.4.1  Cerebrum
      
      
               Cerebrum merupakan pusatnya kecerdasan manusia. Ini menyediakan kita kemampuan membaca, menulis, dan berbicara; mengkalkulasi angka dan mengarang musik; dan untuk mengingat memori, rencana untuk ke depannya, dan membayangkan hal – hal yang belum pernah ada. Cerebrum terdiri dari korteks cerebri, substansi putih di bagian dalam, dan nuclei di antara substansi putih (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).
      
2.4.1.1 Korteks serebri
         Korteks serebri merupakan suatu daerah yang berwarna abu – abu yang membentuk pinggiran terluar dari cerebrum. Pada saat perkembangan embrio, ketika ukuran otak bertambah secara cepat, substansi abu – abu dari korteks membesar lebih cepat dibandingkan substansi putih. Sebagai hasilnya, daerah korteks membentuk lipatan – lipatan yang dikenal sebagai gyrus. Di antara dua gyrus terdapat suatu celah. Celah yang paling dalam di antara dua gyrus disebut fissura sedangkan celah yang dangkal di antara dua gyrus disebut sulcus. Fissura yang paling mencolok, fisura longitudinal, memisahkan cerebrum menjadi dua hemisfer yaitu kiri dan kanan. Hemisfer cerebral dihubungkan oleh korpus kallosum, sebuah pita luas dari substansi putih yang mengandung akson yang menghubungkan kedua hemisfer (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.1.2 Lobus Pada Cerebrum
              
              
           Setiap hemisfer serebri dibagi menjadi 4 lobus. Lobus ini dinamakan sesuai dengan tulang yang menutupinya: frontal, parietal, oksipital, dan temporal. Sulcus centralis rolandii memisahkan lobus frontal dengan lobus parietal. Sebuah gyrus besar, gyrus precentral merupakan area motorik primer dari korteks serebri. Gyrus besar lainnya, gyrus postcentral merupakan area somatosensory dari korteks serebri. Fissura lateral silvii memisahkan lobus frontal dengan lobus temporal. Sulcus Parietooccipitalis memisahkan lobus parietal dengan lobus oksipital. Bagian kelima dari cerebrum, insula, tidak bisa dilihat pada permukaan otak karena ini terletak di dalam sulcus lateral, bagian yang dalam dari parietal , frontal, dan lobus temporal. Lobus ini berfungsi sebagai pusat motorik dan sensorik organ viseral.
         Lobus frontal terdiri atas 4 gyrus yaitu 1 gyrus vertikal, gyrus precentralis dan 3 gyrus horizontal, gyrus frontalis superior, gyrus frontalis medial, gyrus frontalis inferior. Gyrus frontalis inferior terbagi menjadi 3 bagian yaitu pars orbitalis, pars triangularis, dan pars opercularis. Lobus parietal terdiri atas 3 gyrus yaitu gyrus poscentralis, lobulus parietal superior, dan lobulus parietal inferior yang terdiri atas gyrus supramarginalis dan gyrus angularis. Lobus oksipitalis terbagi menjadi dua bagian yaitu cuneus dan gyrus lingualis. Kedua bagian itu dipisahkan oleh sulkus yang disebut sulkus calcarinus. Lobus temporal terdiri atas 3 gyrus yaitu gyrus temporal superior, gyrus temporal medial, dan gyrus temporal inferior. Gyrus temporal superior disebut juga gyrus transversal Heschi. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.1.3 Substansi Putih Cerebral
                     Substansi putih terdiri dari tiga tipe akson yang bermielin :
   1. Traktus assosiasi : mengandung akson yang menghantarkan impuls antar gyri pada hemisfer yang sama.
2. Traktus commisura : mengandung akson yang menghantarkan impuls antar gyrus pada hemisfer yang berbeda. Tiga grup penting dari traktus commisura adalah corpus callosum, commisura anterior, dan commisura posterior.
3.  Traktus proyeksi : mengandung akson yang menghantarkan impuls dari bagian yang rendah ke bagian yang tinggi ataupun sebaliknya. Sebagai contoh adalah kapsula interna, sebuah pita tebal dari substansi putih yang mengandung baik ascending mapun descending akson. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).
              

2.4.1.4 Ganglia Basal
              
Di dalam tiap hemisfer terdapat tiga nuclei yang disebut basal ganglia. Mengingat bahwa ganglion adalah kumpulan badan sel di luar CNS, penamaan nuclei di sini adalah satu pengecualian dari aturan tersebut. Justru penamaan seperti basal nuclei jarang digunakan oleh para neuroscientist. Hal ini disebabkan kita dapat dibingungkan dengan nama region otak lainnya seperti nucleus basalis, yang memburuk pada penderita alzheimer. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).
Ganglia basal dibagi menjadi dua jenis yaitu korpus claustrum dan korpus striatum. Korpus striatum terbagi menjadi dua jenis lagi yaitu nukleus kaudatus dan nukelus lentiformis. Nukleus lentiformis dibagi menjadi dua yaitu putamen dan globus pallidus. Fungsi utama dari ganglia basal adalah membantu menginisiasi dan menghentikan pergerakan dari tubuh. Basal ganglia juga berfungsi untuk menekan pergerakan yang tidak diinginkan dan meregulasi otot. Lebih jauh lagi ternyata ganglia basal mempengaruhi banyak aspek dari fungsi cortical, termasuk sensorik, limbik, kognitif, dan linguistik. Kelainan pada basal ganglia dapat memunculkan penyakit parkinson dan skizofrenia. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.1.5 Sistem Limbik
Sistem limbik adalah daerah melingkar yang dibatasi oleh bagian lebih atas dari batang otak dan korpus kallosum. Komponen – komponen dari sistem limbik sebagai berikut :
1.      Lobus limbik : terdiri atas region yang dibatasi gyrus cingulata, yang terletak di atas korpus kallosum dan gyrus parahippocampus termasuk dari lobus temporal. Hippocampus  adalah sebuah bagian dari gyrus parahippocampus yang menghubungkan dengan lantai dari ventrikel lateral.
2.      Gyrus dentate terletak di antara hippocampus dan gyrus parahippocampus.
3.      Amygdala dibentuk dari sekumpulan neuron terletak di dekat bagian bawah dari nukleus kaudatus.
4.      Korpus mammilare adalah dua masa lingkaran dekat dengan bagian infundibulum.
5.      Thalamus yang terdiri atas dua nuclei.
6.      Bulbus olfaktori
7.      Fornix
         Sistem limbik berperan penting dalam pengaturan emosi seseorang, termasuk senang, sakit, takut, dll. Ini juga terlibat dalam penciuman dan memori. Amygdala ternyata berperan penting dalam pemunculan ekspresi agresif dan takut. Jadi, dapat disimpulkan seseorang yang mengalami kerusakan amygdala maka gagal untuk mengenali ekspresi ketakutan di situasi yang tepat.
         Hippocampus, bersama dengan bagian – bagian lain dari cerebrum berperan penting dalam pembentukan memori. Orang – orang dengan kerusakan sistem limbik mudah melupakan kegiatan yang baru saja berlalu dan tidak dapat memasukkan apapun ke dalam memori. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.1.6 Daerah Fungsional dari Korteks Serebri
1.      Area Sensorik
·      Area somatosensorik primer (area 1, 2, dan 3)
Terletak di gyrus postcentralis. Area somatosensori primer menerima impuls berupa sentuhan, tekanan, getaran, gatal, geli, suhu, nyeri, propriocepsi.
·      Area visual primer (area 17)
     Terletak di gyrus lingualis lobus oksipital. Area ini menerima informasi visual dan terlibat dalam persepsinya.
·      Area auditory primer (area 41 dan 42)
Terletak di gyrus transversus Heschi. Area ini menerima informasi suara dan terlibat dalam persepsinya.
·      Area olfaktori primer (area 34 dan 28)
Terletak di lobus temporal aspek medial atau disebut lobus pyriformis. Lobus ini tersusun atas gyrus parahippocampus, uncus, dan stria olfaktori lateral. Area ini menerima impuls berupa bau dan terlibat dalam persepsinya.
2.      Area Motorik
·      Area motorik primer (area 4)
Terletak di gyrus precentral dari lobus frontal. Setiap bagian dari area ini mengendalikan kontraksi sadar dari otot yang spesifik.
·      Area Broca (area 44 dan 45)
Terletak di pars triangularis dan opercularis. Area ini mengendalikan pergerakan otot – otot spesifik yang mengakibatkan kita dapat berbicara sesuai apa yang kita pikirkan.
3.      Area Assosiasi
·      Area asosiasi auditory (area 22)
Terletak di gyrus temporal medial dan inferior. Area ini memungkinkan kita untuk mengenali jenis suara tertentu.
·      Area asosiasi visual (area 18 dan 19)
Terletak di lobus oksipital. Area ini menerima impuls dari area visual primer dan thalamus.
·      Area wernicke (area 40 dan 39)
Terletak di gyrus supramarginalis dan angularis. Area ini memungkinkan kita menginterpretasikan makna dari hal yang kita baca atau dengar. Area ini aktif ketika kita menerjemahkan kata – kata menjadi sebuah pikiran. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.1.7 Lateralisasi Hemisfer
Walaupun otak bentuknya sangat simetris, perbedaan anatomis di antara kedua hemisfer masih dapat ditemukan. Contohnya adalah area wernicke ditemukan ternyata lebih besar pada hemisfer kiri dibandingkan hemisfer kanan. Selain itu,  perbedaan fisiologis juga ditemukan. Tiap hemisfer ternyata terspesialisasi dalam melaksanakan fungsi tertentu. Sebagai contoh, pada kebanyakan orang ternyata hemisfer kiri lebih penting dalam kemampuan ilmiah dan numerik sedangkan hemisfer kanan terspesialisasi untuk kesadaran akan musik dan seni. Asimestris fungsional ini disebut lateralisasi hemisfer (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.2  Meninges
            
              Otak dilindungi oleh beberapa lapisan :
a. Scalp; terdiri dari kulit, jaringan ikat padat, aponeuretic aglea, jaringan ikat longgar, dan perikranium
b. Meninges ; terdiri dari durameter, arachnoid mater, dan piamater.
c. Cairan serebrospinal
              Lapisan – lapisan meninges di beberapa tempat membentuk septa :
a. Falx cerebri : terletak di fissura longitudinal
b. Falx cerebelli : terletak di antara cerebelum kanan dan kiri
c. Tentorium cerebelli : Terletak di fissura transversal yang memisahkan antara cerebrum dan cerebelum.
d. Diapraghma sellae
Duramater terdiri atas dua lapisan di beberapa tempat lapisan tersebut memisah dan membentuk sinus – sinus duramateris :
1. Sinus sagitalis superior
2. Sinus sagitalis inferior
3. Sinus cavernosus
4. Sinus petrosus superior
5. Sinus petrosus inferior
6. Sinus sigmoid
7. Sinus transversus
(Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.3  Ventrikel
                       
    










Ventrikel adalah ruangan yang berisi cairan serebrospinal. Ventrikel di otak terdapat 4 jenis yaitu ventrikel 1 dan 2 (lateral), ventrikel 3, dan ventrikel 4. Ventrikel lateral terdapat di tiap hemisfer dan dipisahkan oleh septum pellucidum. Ventrikel tiga terletak di dekat thalamus dan hipothalamus. Terakhir, ventrikel 4 terletak di antara batang otak dan serebelum.
Antara ventrikel lateral dan ventrikel 3 dihubungkan oleh suatu celah yang disebut foramen interventricularis. Antara ventrikel 3 dan ventrikel 4 terdapat saluran yang disbeut aquaductus silvii. Terakhir, ventrikel 4 memiliki dua tipe saluran keluar yaitu foramen luschka dan magendie
         Seperti dikatakan sebelumnya, ventrikel berisikan cairan serebrospinal. Cairan ini dihasilkan oleh plexus choroides. Cairan serebrospinal memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi pelindung mekanik, fungsi pelindung kimiawi, dan fungsi sirkulasi.
         Sirkulasi dari CSF dimulai dari ventrikel lateral menuju ke ventrikel 3 melalui foramen interventricular. Lalu, dari ventrikel 3 terus mengalir ke ventrikel 4 melalui aquaductus silvii.  Cairan serebrospinal di ventrikel 4 kemudian mengalir menuju ruang subarachnoid untuk menuju ke semua bagian otak dan korda spinalis. Setelah mengalir ke seluruh otak dan korda spinalis, cairan serebrospinal yang penuh dengan produk sisa metabolisme diserap kembali oleh villus arachnoid untuk dibuang ke sinus venosus. Dari sinus venosus, cairan serebrospinal pergi menuju jantung dan paru untuk mengambil nutrien dan oksigen. Setelah cairan ini telah penuh kembali dengan nutrisi dan oksigen maka cairan itu akan dikembalikan ke ventrikel otak melalui arteri (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.4  Batang Otak
    





Batang otak merupakan bagian dari otak yang terletak antara korda spinalis dan diensefalon. Batang otak terdiri atas tiga bagian yaitu mesensefalon, pons, dan medula oblongata. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).
2.4.4.1 Mesensefalon
              
Bagian anterior dari mesensefalon terdiri dari sekumpulan akson yang disebut pedunculus cerebrallis (crus cerebri). Pedunculus cerebrallis terdiri atas akson  - akson dari traktus corticospinal, corticobulbar, dan corticopontine; yang menghantarkan impuls dari area motorik korteks cerebri ke korda spinalis, pons, dan batang otak.
Bagian posterior dari mesensefalon disebut sebagai tectum. Tectum terdiri atas 2 superior colliculi dan 2 inferior colliculi yang merupakan pusat refleks seperti melihat gerakan kendaraan di jalan.
Mesensefalon juga mengandung nuclei lainnya yaitu substansi nigra kiri dan kanan yang besar dan gelap. Neuron yang melepaskan dopamin, terletak sepanjang substansi nigra hingga ganglia basal, mengendalikan pergerakan otot setengah sadar (subcortical). Kerusakan pada neuron ini dapat menimbulkan penyakit parkinson.
Nuclei yang terakhir disebut nuclei rubra yang berwarna kemerahan. Akson dari serebelum dan dan korteks serebri yang membentuk sinaps di nuclei rubra ini mengontrol beberapa pergerakan tak sadar dari anggota gerak.
Pada bagian tengah mesensefalon terdapat aquaductus silvii yang membaginya menjadi dua bagian yaitu dorsal dan ventral. Pada bagian dorsal terdapat corpora quadrigemina, tectum, dan pedunculus cerebrallis superior (brachium conjunctivum) sedangkan pada bagian ventral terdiri atas pedunculus cerebrallis medial (crus cerebri). (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.4.2 Pons
Pons terletak di atas dari medula oblongata dan di depan cerebelum. Pons berfungsi sebagai sebuah jembatan yang menghubungkan bagian – bagian yang berbeda dari otak. Kemampuan ini didukung oleh sekumpulan akson. Seperti medula oblongata, pons terdiri atas nuclei, traktus sensorik, dan traktus motorik.
Sinyal pergerakan sadar dari korteks serebri diperkuat melalui nuclei pontine kemudian dibawa ke cerebelum. Pons juga terdiri atas nuclei vestibular yang merupakan komponen jalur organ keseimbangan dari telinga dalam menuju otak.
Nuclei lain dari pons adalah pneumotoxic area, apneustic area, dan respiratory center. Ketiganya bersama dengan medula oblongota berfungsi dalam pengendalian pernapasan.
Pons juga terdiri atas nuclei dari beberapa saraf kranial seperti saraf trigeminal, fasial, abdusena, dan vestibulocochlear (V – VIII). (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.4.3 Medula Oblongata
Medula oblongota merupakan bagian inferior dari batang otak. Substansi alba dari medula oblongata terdiri atas semua traktus sensorik maupun motorik yang memanjang antara korda spinalis dan otak. Sebagian substansi alba membentuk tonjolan di bagian anterior medula oblongata yang disebut pyramid. Pyramid tersusun atas traktus corticospinal yang berasal dari cerebrum menuju korda spinalis. Traktus corticospinal mengendalikan pergerakan sadar dari anggota gerak dan batang tubuh. Sebagian besar traktus corticospinal menyeberang dan sebagian kecil tidak. Bentukan ini disebut decussation of pyramid.
Tepat di samping tiap piramid terdapat sebuah tonjolan oval yang disebut olive. Di dalam olive terdapat inferior olivary nucleus, yang menerima impuls dari korteks cerebri, nucleus rubra, dan korda spinalis. Neuron inferior olivary nucleus kemudian menjulur hingga cerebelum dan mempengaruhi neuron cerebelum untuk menstimulasi penyesuaian aktivitas otot.
Medula oblongata banyak sekali mengandung nuclei. Pada bagian posterior terdapat nucleus cuneatus dan gracilis yang bersinaps dengan fasiculus cuneatus dan gracilis. Selain itu, di medula juga terdapat nuclei yang merupakan komponen jalur sensorik dari pengecapan, pendengaran, dan keseimbangan. Terakhir, medula terdiri atas nuclei saraf kranial VII – XII. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).


2.4.5  Formasi retikular
Sebagian dari batang otak terdiri atas kumpulan kecil badan sel neuron (substansi gelap) dan diantaranya terdapat sekumpulan akson bermielin (substansi putih). Bentukan ini disebut formasi retikular. Ini terletak sepanjang bagian atas korda spinalis, batang otak, dan bagian bawah diencephalon. Bagian dari formasi retikular disebut Reticular Activating System (RAS) terdiri atas akson sensorik yang menuju korteks serebri. RAS berfungsi mempertahankan kesadaran dan aktif selama kita bangun dari tidur. Sebagai contoh, kita bisa terbangun ketika mendengar suara alarm jam, terkena cahaya, dan diberi pukulan karena adanya RAS yang membangunkan korteks serebri. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).


2.4.6  Cerebelum      
                  
Cerebelum terletak di fossa cranial posterior dan melekat di batang otak melalui pedunculus cerebralis. Cerebelum juga merupakan atap dari ventrikel 4  sehingga disebut velum medullaris.
Cerebellum dibagi menjadi dua massa lateral yang disebut hemisfer cerebelli. Kedua hemisfer ini dihubungkan oleh vermis. Setiap hemisfer cerebelli dibagi menjadi tiga regio:
1.      Regio vermis dengan nucleus fastigius
2.      Regio paravermal dengan nucleus interpose (nucleus globosus dan emboliformis)
3.      Regio lateral dengan nucleus dentatus.
Tiap hemisfer juga terdiri atas lobus yang dipisahkan oleh fisura. Terdapat tiga lobus pada serebelum yaitu lobus anterior, posterior, dan flocculonodular. Lobus flocculonodularis (archicerebellum) terdiri atas sepasang flocculus (flocculi) yang merupakan suatu penonjolan kecil pada daerah postero-inferior dan nodulus yang berada pada bagian inferior vermis.. Fungsi lobus ini adalah menerima serabut-serabut proyeksi dari nukleus vestibularis. Kedua, Lobus anterior (paleocerebellum)  berukuran sederhana dan letaknya di depan fissura prima. Fungsinya adalah menerima input dari traktus spinocerebellaris. Terakhir, Lobus posterior (neocerebellum) merupakan lobus terbesar dan terletak antara dua lobus diatas. Fungsinya adalah menerima serabut-serabut proyeksi dari hemisfer cerebri.
Bagian terluar dari serebelum disebut dengan korteks serebelli yang terdiri atas substansi abu – abu yang berlipat – lipat. Ini disebut folia. Di bawah substansi abu – abu terdapat subtansi putih yang disebut arbor vitae. Di dalam arbor vitae terdapat sekumpulan nuclei yang disebut cerebellar nuclei.
Cerebellar nuclei terdiri atas 4 pasang inti yang merupakan sumber utama aliran neuronal dari cerebellum, inti tersebut adalah (dari medial ke lateral):
        Nucleus fastigii, terletak di garis tengah lantai ventrikel 4 pada regio vermis
        Nucleus globosus, letaknya lateral dari nucleus fastigii dan merupakan kelompok sel kecil
        Nucleus emboliformis, merupakan massa sel yang memanjang dan letaknya antara nucleus globosus dan dentatus
        Nucleus dentatus, nucleus yang terbesar dan paling lateral dengan bentuk seperti dompet dengan hilum anteromedial (mirip dengan nucleus olivarius inferior)
                             Ada 3 pasang pedunculus cerebelli yang tersusun dari serabut yang masuk dan keluar dari cerebellum, yaitu:
1.      Pedunculus cerebellaris superior (brachium conjunctivum) yang terdiri atas akson dari cerebelum menuju ke nuclei rubra atau thalamus.
2.      Pedunculus cerebellaris medius (brachium pontis) yang terdiri atas akson yang membawa impuls dari nuclei pontis ke cerebelum.
3.      Pedunculus cerebellaris inferior (corpus restiformis) terdiri atas akson yang membawa informasi dari propioreseptor, vestibular, inferior olive nucleus, dan vestibular nuclei. Selain itu, pada pedunculus ini juga terdapat akson yang membawa impuls dari cerebelum menuju formasi retikular. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.4.7  Korda Spinalis










      











2.4.7.1 Anatomi External
Korda spinalis pada orang dewasa memiliki panjang sekitar 42 sampai 45 cm. Korda spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis.  Korda spinalis berakhir setinggi L1 atau L2 dengan ujung yang berbentuk kerucut disebut conus medullaris. Hal ini disebabkan pada umur 4 atau 5 tahun, pemanjangan korda spinalis berhenti sedangkan pertumbuhan vertebral column terus berlanjut. Akibatnya, korda spinalis lebih pendek dibandingkan vertebral column.
Korda spinalis dibagi menjadi 5 regio yaitu cervical, thoracal, lumbal, sacral, dan coccygeal. Pada tiap – tiap regio itu terdapat saraf spinal yang berjumlah 31 pasang. Pembagiannya sebagai berikut :

a. 8 pasang cervical
b. 12 pasang thoracal
c. 5 pasang lumbal
d. 5 pasang sacral
e. 1 pasang coccygeal.
Karena korda spinalis lebih pendek dibandingkan vertebral column maka saraf – saraf spinal yang berasal dari regio lumbal, sacral, dan coccygeal tidak keluar dari vertebral column sejajar dengan regio korda spinalisnya. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kumpulan saraf yang menyerupai ikatan rambut yang disebut cauda equina.
Korda spinalis juga dibungkus oleh lapisan meninges serta terapung dalam cairan serebrospinal. Lapisan meningesnya sama dengan otak yaitu tersusun atas tiga lapisan yang terdiri dari diamater, arachnoid mater, dan piamater.  Pia mater melekat erat pada medulla spinalis  kemudian arachnoid mater dilekatkan ke dura mater melalui septa yang berasal dari piamater yang disebut ligamentum denticulatum. Piamater terus ke arah kaudal menjadi filamen yang disebut filum terminalle. Filamen ini adalah piameter yang bergabung dengan arachnoid mater dan duramater yang berakhir di L5 selanjutnya melekat di os coccygeus. (Tortora, GJ, Derrickson HB, 2009; Paulsen dan Waschke, 2011).

2.4.7.2  Anatomi Internal
Pemotongan melintang korda spinalis akan tampak jelas adanya dua substansi yang terdiri dari substansi alba yang terletak di luar dan substansi grisea yang terletak di dalam. Susbstansi alba terdiri atas serabut – serabut saraf yang bermielin sehingga nampak putih, disebut traktus. Pada substansi alba terdapat dua alur yang terdiri dari fisura median anterior dan sulcus median posterior.
Substansi grisea nampak gelap karena terdiri atas kumpulan badan sel saraf, serat saraf tak bermielin, dan neuroglia. Pada korda spinalis substansi grisea berbentuk seperti huruf H. Commisura abu – abu (gray commisure) adalah suatu daerah yang menghubungkan substansi grisea kanan dan kiri. Arah anterior dari gray commisure adalah anterior white commisure, yang menghubungkan substansi alba kiri dan kanan. Di tengah substansi grisea terdapat suatu celah kecil yang berisikan cairan serebrospinal, disebut kanalis sentralis.  Substansi grisea tiap sisi dibagi menjadi region yang disebut kornu. Terdapat tiga macam kornu didasarkan pada letaknya yaitu kornu anterior yang terdiri atas badan sel somatomotorik, kornu posterior yang terdiri atas badan sel interneuron, dan kornu lateral yang terdiri atas badan sel autonom motorik. (Tortora & Derrickson, 2009; Paulsen & Waschke, 2011).

2.5        Neuroembriogenesis Normal
2.5.1 Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat (SSP) tampak pada permulaan minggu ke-3 sebagai lempeng penebalan ectoderm yang terbentuk seperti sandal, lempeng saraf. Lempeng ini terletak didaerah dorsal tengah dan depan lubang primitive. Pinggir lateral lempeng ini segera meninggi membentuk lipatan-lipatan saraf
Pada pekembangan selanjutnya, lipatan saraf semakin meninggi, saling berdeka di garis tengah, dan akhirnya bersatu, dengan demikian terbentuklah tabung saraf. Penyatuan ini mulai pada daerah leher dan berlanjut kea rah sefalik dan kaudal. Tetapi pada ujung krania dan kaudal mudigah, penyatuan tersebut tertunda, dan neuroporus anterior dan posterior untuk sementara membentuk hubungan langsung antara rongga tabung saraf dengan rongga amnion. Penutupan neuropporus anterior terjadi pada tingkat 18-20 somit (Hari ke-25), penutupan neuroporus posterior kira-kira 2 hari kemudian.(Salder, 2010)

2.5.2 Otak
Ujung sefalik tabung saraf memperlihatkan tiga buah perlebaran, yakni gelembung-gelembung otak primer: (a) prosefalon atau otak depan, (b) mesensefalon atau otak tengah, dan (c) rhombensefalon atau otak belakang.
Kekita mudigah berumur 5 minggu, propensefaln terdiri atas dua bagian: (a) telensefalon, yang dibentuk oleh bagian tengah dan dua tonjolan lateral, hemisferi serebri primitive, dan (b) diensefalon, yang ditandai oleh pembentukan gelembung-gelembung mata, yang diduga terdiri ataas satu lempeng atap dan dua lamina alaris, tetapi tidak mempunya lempeng atas dan lamina basalis. Lempeng atap terdiri atas satu lapisan sel ependim yang ditutupi oleh vaskular membentuk plexus choroideus ventrikel ke tiga. Bagian paling kaudal lempeng atap berkembang menjadi corpus pinaele atau epifisi.lamina alaris membentuk dinding lateral diensefalon. Sebuah alur, sulcus hipothalamicus, membagi lamina alaris menjadi daerah dorsal dan ventral, yaitu masing-masing thalamus dan hypothalamus.
Mesensefalon secara morfologi merupakan gelembung otak yang paling primitif. Tiap-tiap lamina basalis mengandung dua kelompok inti motorik: (a) kelompok eferen somaitf medial, yang di wakili oleh nervus okulomotorius dan nervus troklearis, yang mempersarafi otot-otot mata, dan (b) kelompok kecil eferen visceral umum oleh nucleus edinger-westphal/nucleus ruber, yang mempersarafi m.spinter papillae. Lapisan marginal tiap-tiap lamina basalis membesar dan membentuk crus serebri. Crus serebris ini berperan sebagai jalan serabut-serabut saraf untuk turun dari korteks serebri ke pusat pusat yang lebih rendah pada pons dan medulla spinalis. Lamina alaris mesensefalon pada mulanya tampak sebagai dua tonjol-tonjol memanjang yang dipisahkan oleh lekkukan dangkal di garis tengah. Pada perkembangan selanjutnya tonjolan-tonjolan itu akan membentuk colliculus anterior (superior) dan colliculus posterior (inferior). Colliculus anterior berfungsi sebagai penghubung dan pusat reflek rangsang penglihatan, colliculus posterior berfungsi sebagai stadium stadium relai sinaptik dan reflek-reflek pendengara. Mesensefalon dipisahkan dari rhombensefalon oleh sebuah alur yang dalam, isthmus rhombencephali.
Rhombensefalin terdiri atas dua bagian : (a) metensefalon yg kelak menbentuk pons dan serebelum, dan (b) myelensefalon membentuk medulla oblongata. (Salder, 2010)

2.5.3 Medula Spinalis
2.5.3.1 Lapisan Neuroepitel, Lapisan Mantel, dan Lapisan Marginal.
Dinding tabung saraf yang baru saja tertutuo terdiri  atas sel-sel neuroepitel. Sel-sel ini meluas ke seluruh tebal dinding dan membentuk lapisan eppitel tingkat semu yang tebal, sel-sel ini membelah dengan cepat, yang menghasil semakin banyak neuroepitel. Lapisan ini di sebut lapisan neuroepitel atau neuroepitelium.
Begitu tabung saraf sudah tertutup, sel-sel neuroepitel membentuk jenis sel-sel lain,  yang ditandai dengan inti bulat dan besar dengan nukleoplasma yang pucat dan anak inti berwarna gelap. Sel-sel ini adalah sel-sel primitive atau neuroblas. Mereka membentuk zona di sekeling neuroepitel yang dikenal sebagai lapisan mantel. Lapisan mantel kelak membentuk substantia grissea medulla spinalis.
Lapisan medulla spinalis yang paling luar mengandung serabut-serabut saraf yang keluar dari neuroblas yang ada dalam lapisan mantel tersebut dikenal sebagai lapisan marginal. Sebagai akibat meilinisas serabut saraf, lapisan ini tampak berwarna putih sehingga disebut substantia alba medulla spinalis. (Salder, 2010)

2.5.3.2  Lamina Basalis, Lamina Aralis, Atap dan Lantai
Sebagai akibat dari bertambahnya neuroblas yang terus menerus pada lapisan mantel, tiap-tiap tabung saraf memperlihatkan penebalan ventral dan dorsal. Penebalan ventral, lamina basalis, mengandung sel sel kornu motorik ventral dan membentuk daerah motorik medulla spinalis; penebalan penebalan dorsal, lamina aralis, membentuk daerah-daerah sensorik medulla spinalis.  Suatu alur memenjang, sulcus limitans, menjadi tanda pembatas antara keduanya. Bagian garis tengah tabung saraf di sebelah dorsal dan ventral , yang masing-masing disebut lempeng atap dan lantai, tidak mengandung neuriblas dan terutama berpran sebagai jalan serabut saraf yang menyilang dari satau sisi ke sisi lain.
Selain kornu motorik ventral dan kornu sensorik dorsal, sekelompok neuro menumpuk diantara kedua daerah tersebut, dan menyebabkan terbentuknya kornu intermedia yang kecil. Kornu ini terutama mengandung neuron neuron dari sebagian simpatik pada susunan saraf otonom dan hanya pada medulla spinalis setinggi dada dan lumba atas (L2-L3). (Salder, 2010)

2.5.3.3  Saraf-saraf Spinal
Serat-serat saraf motorik mulai tampak pada minggu ke-4 perkembangan, muncul dari sel saraf yang terletak di lamina basalis (kornu ventral) medulla spinalis. Serabut-serabut ini menjadi berkas-berkas yang dikenal sebagai radices nervi ventrales.  Radices nervi dorsales merupakan sekumpulan dari serat-serat yang berasal dari sel-sel ganglia radiks dorsalis (ganglia spinalis). Tonjol-tonjol sentral dari ganlia ini membentuk berkas-berkas yang tumbuh menuju ke medulla spinalis berlawanan dengan kornu dorsal. Tonjol-tonjol sebelah distal bergabung dengan radiks nervus ventralis membentuk sebuah nervus spinalis. Segera setalah itu, nervus spinalis membelah menjadi rami dorsalis dan ventralis primer. Rami dorsalis primer mempersarafi otot-otot aksial dorsal, sendi-sendi tulang belakang, dan kulit di bagian pungung. Rami ventralis primer mempersarafi tungkai atas dan bawah serta dinding tubuh ventral dan membentuk pleksus nervus utama (kranialis, brakialis, dan lumbosakralis). (Salder , 2010)

2.5.4 Perubahan Letak Medula Spinalis
     Pada perkembangan bulan ke-3, medulla spinalis terbentang sepanjang mudigah dan saraf-saraf spinalis berjalan melalui lubang-lubang antar ruas (foramina intervertebralis) setinggi tingkat asalnya. Akan tetapi, dengan bertambahnya usia, kolumna vertebralis dan dura lebih cepat memanjang daripada tabung saraf, sehingga ujung kaudal medulla spinalis berangsur-angsur bergeser ke tempat yang lebih tnggi. Pada saat lahir, ujung ini terletak setinggi ruas lumbal ketiga. Sebagai akibat pertumbuhan yang tidak seimbang ini, saraf-saraf spinal berjalan secara oblik dari segmen asalnya di medulla spinalis menuju ke segmen kolumna vertebra yang sesuai. Dura tetap melekat pada kolumna vertebrata setinggi koksigeus.
     Pada orang dewasa, medulla spinalis berakhir setinggi L2-L3. Di bawah tempat ini, sebuah juluran pia meter menyerupai tali membentuk filum terminale, yang merupakan bukti jalur regresi medulla spinalis dan melekat ke periosteum vertebra coccygid 1. Serabut- serabut saraf di bawah ujung kaudal medulla spinalis ini semuanya dikenal sebagai cauda equine. Apabila cairan otak diambil melalui pungsi lumbal, jarm dimasukkan pada setinggi lumbal bawah, dengan demikian menghidari tertusuknya ujung bawah medulla. (Salder , T.W, 2010)


2.5.5 Neurulasi

Neurulasi merupakan dasar organogenesis dalam pembentukan sistem saraf. Neurulasi adalah proses pembentukan saraf yang ditandai dengan terjadinya interaksi antara kelompok-kelompok sel-sel korda mesoderm (mesendoderm) dengan sel-sel ectoderm di atasnya. Hasil interaksi kedua lapisan sel tersebut menyebabkan sel-sel ectoderm diatasnya terinduksi dan membentuk tabung saraf atau neural tube. Embrio yang berada pada stadium tersebut disebut dengan stadium neurula.
Akibat interaksi sel-sel ectoderm dengan sel-sel kordamesoderm, menyebabkan sel-sel ectoderm menjadi menebal dan mendatar membentuk lempeng saraf atau neural plate. Batas lateral dari lempeng saraf tersebut kemudian terangkat membentuk lipatan saraf atau neural fold dan mengapit lekuk saraf atau neural groove. Kemudian kedua tepi lateral dari lipatan neural akhirnya secara bersama-sama berfusi pada bagian mediodorsal embrio dan membentuk tabung saraf atau neural tube.
Tabung saraf akhirnya memisah dari lapisan epidermis dan pada ujungnya terbuka. Bagian anterior dari tabung saraf yang terbuka disebut anterior neuropor, sedangkan bagian belakang dari tabung yang terbuka disebut posterior neuropor. Pada embrio manusia, anterior neuropor menutup pada stadium 18-20 somit sedangkan posterior neuropor menutup kira-kira dua hari kemudian. (Carlson, 1988)


2.6        Kelainan Kongenital
2.6.1 Etiologi
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi.(Monintja, 2005).
Salah satunya cacat tabungsaraf yang disebabkan akibat gangguan penutupan lipatan saraf pada minggu ketiga dan minggu keempat perkembangan embrio didalam janin. Cacat tabung saraf dikenal juga dengan  NTD (neural tube defect), kelainan ini dapat mengenai meninges, vetebrata, otot dan kulit. NTD berat yang mengenai struktur saraf dan non saraf terjadi pada sekitar 1/1000 kelahiran. Hipertermia, asam valproat, dan hipervitaminosis A menyebabkan NTD, demikian juga dengan sejumlah besar tetarogen lain seperti :
a.    Agen infeksi yang meliputi virus rubella, sitomegalovirusvirus, herpes simpleks, virus harisela,HIV, toksoplasma, sifilis.
b.    Agen agen fisik sepertisinar X dan hipertermia.
c.    Bahan kimia meliputi talidomid,aminopetrin, defenilhidantion, litium,amfetamin, warfarin, inhibitor ACE, kokain, alcohol, isotretinoin(vitamin A), pelarut industri, markuri organic, timbal.
d.   Hormon. meliputi , bahan androgenic (atisteron, noretisteron), diestilstibestrol (DES), diabetes ibu, dan obesitas ibu. (Stridje, 2000)
Pada ibu hamil, kelainan kongenital dapat terjadi karena kurangnya asupan asam folat pada masa kehamilan sehingga besar kemungkinan bayi akan cacat jika kekurangan asupan asam folat pada masa kehamilan dan menyebabkan  jumlah kelahiran bayi cacat akan meningkat secara signifikan. (Salder, 2010).
Kelainan kongenital yang terdapat pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan congenital pada anaknya. Gen yang normal maupun yang tidak normal dapat diturunkan dari generasi kegenerasi berikutnya. beberapa kelainan congenital yang dihubungkan dengan kelainan kromosom, dapat diketahui prenatal antara lain adalah kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism) dengan angka kejadian sebesar 1: 8000 kelahiran, atau kelainan kromosom kelamin sebagai sindrom turner. Kelainan congenital trisomi 21 (sindroma down) merupakan kelainan paling sering dijumpai selain kelainan kromosom bentuk lain misalnya 18,13, 8, sindroma triplody.

2.6.2  Klasifikasi
2.6.2.1 Menurut Gejala Klinis
Kelainan kongenital dikelompokkan berdasarkan hal-hal berikut:
a.    Kelainan tunggal (single-system defects)
Porsi terbesar dari kelainan kongenital terdiri dari kelainan yang hanya mengenai satu regio dari satu organ (isolated). Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifaktorial.
b.   Asosiasi (Association)
Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL” (vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan di atas.
c.    Sekuensial (Sequences)
Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal.
d.   Kompleks (Complexes)
Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome.
e.    Sindrom
Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal (single), atau dalam kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-ulang dalam pola yang tetap, pola ini disebut dengan sindrom. Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat. Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.

2.6.2.2  Menurut Berat Ringannya
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.    Kelainan mayor
Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya.
b.    Kelainan minor
Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.

2.6.2.3  Menurut Kemungkinan Hidup Bayi
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.    Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya anensefalus.
b.    Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya sindrom down, spina bifida, meningomielokel, fokomelia, hidrosefalus, labiopalastokisis, kelainan jantung bawaan, penyempitan saluran cerna, dan atresia ani.

2.6.2.4  Menurut Bentuk/Morfologi
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.    Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk, seperti anensefalus, atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal, seperti mikrosefali.
b.    Gangguan penyatuan/fusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis, spina bifida
c.    Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun.
d.   Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau vagina
e.    Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia esofagus

2.6.2.5  Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.    Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut dapat mengancam jiwa bayi.
b.   Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus ini tindakan dilakukan secara elektif.

2.6.3  Contoh Kasus
2.6.3.1  Spina Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.(Soetomenggolo, 2000)

2.6.3.2  Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)
Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. (Soetomenggolo, 2000)


2.6.3.3  Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS (hidrisefalus komunikans) atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans). (Soetomenggolo, 2000)

2.6.3.4  Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. (Soetomenggolo, 2000)

2.6.3.5  Omfalokel
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. (Soetomenggolo, 2000)

2.6.4  Deteksi Dini (Neuroimaging)
2.6.4.1  Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu
Penelitian untuk mencari penanda-penanda biokimiawi status janin menyebabkan dikembangkannya uji penyaring serum ibu. Salah satu dari pemeriksaan pertama yang digunakan adalah penilaian konsentrasi α-fetoprotein (AFP) serum. AFP secara normal dihasilkan oleh hati janin, memuncak kadarnya pada sekitar 14 minggu, dan “bocor” ke dalam sirkulasi darah ibu melalui plasenta. Karena itu, konsentrasi AFP dalam serum ibu meningkat selama trisemester kedua dan kemudian mulai terus turun setelah usia kehamilan 30 minggu. Pada kasus cacat tabung saraf dan beberapa kelainan lain, termasuk omfalokel, gastroskisis, ekstrofi kandung kemih, sindrom pita amnion, teratoma sakrokoksigeus, dan atresia usu, kadar AFP meningkat dalam cairan amnion dan serum ibu. Pada kasus lain, konsentrasi AFP menurun, seperti misalnya pada sindrom Down, trisomi 18, kelainan kromosom seks, dan triploidi. Keadaan-keadaan ini berkaitan dengan rendahnya konsentrasi gonadrotopin korion manusia (human chorionic gonadotropin, hCG) dan estriol tak terkonjugasi dalam serum. Karena itu, pemeriksaan penyaring serum ibu adalah teknik yang relatif noninvasif untuk memberi penilaian awal kesejahteraan janin.

2.6.4.2  Amnionsintesis
Pada amnionsintesis, sebuah jarum dimasukkan melalui dinding abdomen ke dalam rongga amnio (diidentifikasi dengan ultrasonografi) dan dilakukan penyedotan 20 sampai 30 mL cairan. Karena jumlah cairan yang dibutuhkan tersebut, tindakan ini biasanya tidak dilakukan sebelum kehamilan 14 minggu, saat tersedia cairan dalam jumlah memadai tanpa membahayakan janin. Risiko kematian janin akibat tindakan ini adalah sebesar 1% tetapi lebih kecil jika dilakukan di pusat pelayanan yang terampil di dalam teknik ini.
Cairan itu sendiri dianalisis untuk berbagai faktor biokimia, misalnya AFP dan asetilkolinesterase. Selain itu, sel janin yang terlepas ke dalam cairan amnion, dapat ditemukan dengan menggunakan kariotipe metafase dan analisis genetik lainnya. Sayangnya, sel-sel yang dipanen ini tidak membelah dengan cepat sehingga harus dibuat biakan sel yang mengandung mitogen agar dihasilkan sel bermetafase dalam jumlah memadai untuk dianalisis. Pembiakan ini memerlukan waktu 8 sampai 14 hari, dan karenanya, penegakkan diagnosis tertunda. Setelah kromosom berhasil diperoleh, dapat dideteksi kelainan-kelainan kromosom mayor, misalnya translokasi, pemutusan, trisomi, dan monosomi. Dengan pewarnaan kusu (Giemsa) dan teknik resolusi tinggi, pola pita kromosom dapat ditentukan. Selain itu, karena genom manusia telah berhasil diketahui sekuensnya, analisis-analisis molekuler yang lebih canggih yang menggunakan PCR dan penentuan genotipe akan meningkatkan kepekaan deteksi kelainan genetik.

2.6.4.3  Pengambilan Sampel Vilus Korion
Pengambilan sampel vilus korion  (chorionic villus sampling, CVS) dilakukan dengan memasukkan sebuah jarum secara transabdomen atau transvagina ke dalam massa plasenta dan mengaspirasi sekitar 5 sampai 30 mg jaringan vilus. Sel-sel dapat segera dianalisis, tetapi keakuratan teknik ini dipermasalahkan karena tingginya kesalahan kromosom pada plasenta norma. Karena itu, sel-sel dari inti mesenkim diisolasi dengna tripsinisasi trofoblas eksternal dan dibiakan. Karena banyaknya sel yang diperoleh, diperlukan hanya 2-3 hari pembiakan untuk memungkinkan dilakukannya analisis genetik. Karena itu, waktu untuk penentuan karakteristik genetik janin lebih singkat dibanding dengan menggunakan amnionsentesis. Namun, risiko kematian janin akibat CVS adalah sekitar dua kali lipat lebih besar dibandingkan amnionsentesis, dan terdapat petunjuk bahwa teknik ini membawa risiko cacat reduksi ekstremitas.
Secara umum, uji-uji diagnostik pranatal tidak digunakan secara rutin (meskipun pemakaian ultrasonografi kini mendekati rutin), dan dicadangkan untuk kehamilan risiko tinggi. Indikasi utuk menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan ini antara lain: (1) usia ibu yang lanjut (35 tahun atau lebih), (2) riwayat masalah genetik dalam keluarga, (3) adanya penyakit ibu, misalnya diabetes; dan (4) kelainan dalam pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan penyaring serum.

2.6.4.4  Terapi Janin
a.      Transfusi Janin
Pada kasus anemia janin akibat antibodi ibu atau kausa lain, dapat dilakukan transfusi darah untuk janin. Ultrasonografi digunakan untuk menuntun insersi jarum ke dalam vena umblikalis dan darah ditransfusikan langsung ke dalam janin.
b.      Terapi Medis Janin
Terapi untuk infeksi, aritmia jantung, gangguan fungsi tiroid, dan masalah medis janin lain biasanya diberikan melalui ibu dan mencapai janin setelah melewati plasenta. Namun, pada sebagian kasus obat dapat diberikan langsung kepada janin melalui penyuntikan intramuskulus ke dalam regio gluteus atau melalui vena umbilikalis.
c.       Pembedahan Janin
Berkat kemajuan dalam prosedur ultrasonografi dan bedah maka megoperasi janin kini dapat dilakukan. Namun, karena risiko bagi Ibu, janin, dan kehamilan selanjutnya, tindakan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan dengan tim terlatih dan hanya jika tidak ada alternatif lain. Dapat dilakukan beberapa jenis pembedahan, termasuk pemasangan pirau (shunt) untuk mengeluarkan cairan dari organ dan rongga.
Sebagai contoh, pada obstruksi uretra, dapat dipasang pirau pigtail ke dalam kandung kemih janin. Salah satu masalah adalah mendiagnosis kelainan sedini mungkin untuk mencegah kerusakan ginjal. Pembedahan eks utero, yaitu dengan membuka uterus dan mengoperasi janin secara langsung, pernah dilakukan untuk memperbaiki hernia diafragmatik koengenital, mengangkat lesi kistik (adenomatoid) di paru, dan memperbaiki cacat spina bifida. Perbaikan hernia dan lesi paru memiliki prognosis baik jika kriteria pemilihan kasus diterapkan dengan benar, dan salah satu dari kriteria ini adalah kenyataan bahwa jika tanpa pembedahan tersebut, janin hampir pasti meninggal. Pembedahan untuk cacat tabung saraf lebih kontroversial karena kelainan tidak mengancam nyawa. Juga, bukti yang tidak meyakinkan bahwa perbaikan lesi dapat memperbaiki fungsi neurologis, meskipun tindakan ini menghindari terjadinya hidrosefalus dengan membebaskan korda spinalis yang melekat dan mencegah herniasi serebelum ke dalam foramen magnum.

d.      Transplantasi Sel Tunas dan Terapi Gen
Karena janin belum memiliki imunokompetensi sebelum usia kehamilan 18 minggu, jaringan atau sel dapat ditransplantasikan sebelum waktu ini tanpa ditolak. Riset dalam bidang ini berfokus pada sel tunas hematopoietik untuk mengobati imunodefisiensi dan kelainan hemaologi. Terapi gen untuk penyakit metabolik herediter, misalnya Tay-Sachs dan fibrosis kistik, juga sedang diteliti.

2.7        Spina Bifida
2.7.1        Faktor Penyebab
Bahan-bahan teratogen yang dapat menyebabkan terjadinya defek neural tubeadalah :
1.   Carbamazepine
2.   Valproic acid
3.   Defisiensi folic acid
4.   Sulfonamide
Faktor maternal lain yang dapat menyebabkan defek neural tube meliputi :
1.   Riwayat keluarga dengan defek neural tube
2.   Penggunaan obat-obat anti kejang
3.   Overweight berat   
4.   Demam tinggi pada awal kehamilan
5.   Diabetes mellitus (Ernawati, 2011)

Hubungan Spina Bifida dengan usia
Seseorang dikatakan beresiko secara spesifik berdasarkan perbandingan usia kehamilan dan level AFP. Misalnya, pada usia  kehamilan 20 minggu konsentrasi AFP serum pada ibu hamil lebih tinggi dari 1.000 ng/mL mempunyai indikasi terjadinya defek neural tube terbuka. Kadar  AFP serum normal pada ibu hamil biasanya lebih rendah dari 500 ng/mL. Penentuan ketepatan usia kehamilan sangatlah penting karena level AFP mempunyai hubungan yang spesifik dengan usia kehamilan dan dapat meningkat mencapai puncak pada fetus normal pada kehamilan 12-15 minggu. (Pantanowitz & Monalisa, 2004)
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pajanan ke bahan kimia dan bahan lain misalnya nitrosourea dan radiasi, dapat menyebabkan mutasi pada sel germinativum pria. Penelitian epidemiologi mengaitkan pajanan ke merkuri, timbal, pelarut, alkohol, merokok, dan senyawa lain lingkungan dan pekerjaan ayah dengan abortus spontan, berat badan lahir rendah, dan cacat lahir. Usia ayah yang lanjut adalah faktor yang meningkatkan risiko cacar ekstremitas dan cacat tabung saraf, sindrom Down, serta mutasi-mutasi dominan otosom baru. Yang menarik, pria yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko relative tinggi menjadi ayah dari anak dengan cacat lahir. Bahkan penularan toksisitas yang diperantarai oleh ayah dapat terjadi melalui cairan semen dan dari pencemaran barang-barang rumah tangga oleh bahan kimia yang terbawa di baju kerja ayah. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa pria dengan cacat lahir itu sendiri memiliki risiko lebih dari dua kali lipat memiliki anak yang juga terkena. Malformasi congenital yang dapat ditentukan dengan ultrasonografi antara lain adalah cacat tabung saraf anesefalus dan spina bifida; cacat dinding abdomen, misalnya omfalokel dan gastroskis; dan cacat jantung dan wajah, termasuk bibir dan langit-langit sumbing. (Salder, 2010)

2.7.2        Klasifikasi
Ada berbagai jenis spina bifida. antara lain :
a.      Spina bifida kistika
Adalah suatu defek neural tube berat dimana jaringan saraf dan atau meningens menonjol melewati sebuah cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga membentuk sebuah kantong mirip kista. Kebanyakan terletak di daerah lumbosakral dan mengakibatkan gangguan neurologis, tetapi biasanya tidak disertai dengan keterbelakangan mental. (Ernawati, 2011)


b.      Spina bifida dengan meningokel
Pada beberapa kasus hanya meningens saja yang berisi cairan saja yang menonjol melalui daerah cacat. Meningokel merupakan bentuk spina bifida dimana cairan yang ada di kantong terlihat dari luar (daerah belakang), tetapi kantong tersebut tidak berisi spinal cord atau saraf. (Ernawati, 2011)

c.       Spina bifida dengan meningomielokel
Merupakan bentuk spina bifida dimana jaringan saraf ikut di dalam kantong tersebut. Bayi yang terkena akan mengalami paralisa di bagian bawah. (Ernawati, 2011)

d.      Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis
Merupakan bentuk spina bifida berat dimana lipatan-lipatan saraf gagal naik di sepanjang daerah torakal bawah dan lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf yang pipih. Kelainan-kelainan di atas biasanya timbul di daerah cervical dan atau lumbar dan dapat menyebabkan gangguan neurologis pada ekstremitas bawah dan gangguan kandung kemih. Defek neural tube ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan kadar alfa feto protein (AFP) pada sirkulasi fetus setelah perkembangan empat minggu (O’Rahilly et al., 2001).

e.       Spina bifida occulta
Yang paling umum untuk cacat berikutnya adalah mielokel, dan banyak bayi menderitanya lahir mati. Jika anak lahir hidup, kematian akibat infeksi sumsum tulang belakang dapat terjadi dalam beberapa hari. Sebagian besar kasus spina bifida occulta tidak memerlukan pengobatan. Sebuah meningokel harus diangkat melalui pembedahan dalam beberapa hari lahir. Bayi dengan meningomyelocele juga harus diperlakukan pembedahan. Kantung dibuka dan sumsum tulang belakang atau saraf dibebaskan dan diganti secara hati-hati dalam kanalis vertebralis. Meninges dijahit selama spinal cord dan otot-otot postvertebral didekati. Sebagai hasil dari kemajuan dalam perawatan medis dan bedah, banyak bayi dengan bentuk spina bifida yang parah sekarang bertahan. Sayangnya, anak-anak ini cenderung memiliki cacat seumur hidup dan masalah psikososial. Defisit neurologis sendiri dapat mengakibatkan deformasi dari anggota badan dan tulang belakang dan di dalam kandung kemih, usus, dan disfungsi seksual (Snell, 2010).
2.7.3        Pencegahan
Penggunaan suplemen Folic acid 400 micrograms (0,4 mg) / hari sebelum hamil dan 800 micrograms / hari selama kehamilan. Penggunaan suplemen folic acid ini penting untuk menurunkan resiko terjadinya defek neural tube seperti spina bifida. Folic acid (folinic acid, folacin, pteroyglutamic acid) terdiri dari bagianbagian pteridin, asam para aminobenzoat dan asam glutamat. Dari penelitian terbukti bahwa yang memiliki arti biologik adalah gugus PABA dan gugus asam glutamat. PmGA bersama-sama dengan konjugat yang mengandung lebih dari satu asam glutamat, membentuk satu kelompok zat yang dikenal sebagai folat.Folat terdapat dalam hampir setiap jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang segar. Folat mudah rusak dengan pengolahan (pemasakan) makanan. Dipandang dari sudut biologik, defisiensi folat terutama akan memperlihatkan gangguan pertumbuhan akibat gangguan pembentukan nukleotida purin dan pirimidin. Gangguan ini akan menyebabkan kegagalan sintesis DNA dan hambatan mitosis sel (Ernawati, 2011).
3      Pengobatan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan   rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.(Nestler EJ, 2001)

2.5.8 Asupan Gizi Ibu Hamil
Asam folat, juga disebut folat, merupakan vitamin yang sangat penting dalam perkembangan janin yang sehat. Meskipun mengonsumsi vitamin ini tidak dapat menjamin memiliki bayi yang sehat, namun dapat membantu. Penelitian telah menunjukkan bahwa dengan menambahkan asam folat untuk diet mereka, wanita usia subur secara signifikan dapat mengurangi risiko memiliki anak dengan cacat tabung saraf, seperti spina bifida. Oleh karena itu, dianjurkan bahwa semua wanita usia subur mengkonsumsi 400 mikrogram asam folat setiap hari. Makanan tinggi asam folat misalnya pada sayuran hijau gelap, kuning telur, dan beberapa buah-buahan. Banyak makanan seperti sereal sarapan, roti yang diperkaya, tepung, pasta, beras, dan biji-bijian lain produk-yang kini telah difortifikasi dengan asam folat. Sebagian besar multivitamin mengandung asam folat dengan dosis yang dianjurkan.
BAB III
KESIMPULAN
































Daftar Pustaka

Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta: EGC
Carlson, R.M. 1988. Pattens Foundation of Embriology. New York : McGraw Hill Books
Ernawati. Spina Bifida. Vol 1. No 2. Juli 2011. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Kumar V, Cotran S Ramzi, Robbins S. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC : Jakarta
Marcovitch, Harvey. 2005. Black’s medical dictionary. 41st ed. London : A & C Black Publishers Limited
Marieb EN.  2007. Essentials of Human Anatomy and Physiology. 7th edition. Oxford : Benjamin Cummings
Monintja, H.E. 2005. Penyakit-Penyakit Dalam Masa Neonatal, dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : EGC
Muda, Ahmad A.K. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : Gitamedia Press
Nestler EJ, Hyman SE, Malenka RC. Molecular Neuropharmacology: A Foundation for Clinical Neuroscience. New York: McGraw-Hill; 2001
O’Rahilly, Ronan and Muller, Fabiola. 2001. Human Embryology and Teratology, 3rd Edition. Wiley-Liss. New York.
Pantanowitz Liron, Sur Monalisa.  2004.  Malformations Associated With Spina Bifida.  The Internet Journal of Pediatrics and Neonatology.
Paulsen, F. and Waschke, J. 2011. Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head, Neck and Neuroanatomy. 15th  Ed. Munich: Elsevier GmbH.
Puja, I Ketut et al. 2010. Embriologi Modern. Denpasar : Undayana University Press.
Salder , T.W. 2010. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Snell R. S. 2010. Clinical Neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.
Soetomenggolo TS. 2000. Pemeriksaan Neurologis pada Bayi dan Anak. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, editor. Buku ajar Neurologi Anak. Edisi-2. Jakarta : BPIDAI. hal.1-35.
Stridje, D. 2000. Kehamilan dan Diabetes. Jakarta: EGC.
Tortora, GJ, Derrickson HB.  Principles of Anatomy And Physiology. 12th edition. Hoboken : John Winley & Sons, 2009. hal 460 – 522.
Yatim, Wildan et al. 1984. Embriologi Untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Bandung: Tarsito

0 comments Blogger 0 Facebook

Post a Comment

 
Welcome To My Blog © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top