BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Pemicu
Seorang Wanita
umur 38 tahun bekerja sebagai Pekerja
Seks Komersial, datang ke praktek dokter
A SpOG dengan
keluhan mengalami perdarahan
di bagian kemaluan
pasca berhubungan seks, sebelumnya
pasien sering mengeluh
adanya nyeri di
seputaran organ reproduksi dan
mengalami kesulitan BAK,
dilakukan test Papanicolau
dengan hasil (+) diagnosa dokter A SpOG dengan Ca Cervix
1.2
Klarifikasi dan Definisi
1.
Tes papanicolau
Tes yang digunakan untuk melakukan screening terhadap
adanya keganasan/ kanker pada daerah leher rahim atau serviks
2. Kanker Serviks
Kanker yang menyerang bagian organ reproduksi wanita
tepatnya didaerah leher rahim dibagian antara kemaluan dan rahim.
3. Kanker
Suatu penyakit yang ditandai dengan poliferasi
(pertumbuhan) sel-sel baru yang tidak normal dan tidak terkendali.
1.3
Kata Kunci
1.
Kanker
2.
PSK
3.
Kanker Serviks
4.
Tes papanicolau
5.
Perdarahan
6.
Nyeri diseputar
organ reproduksi
1.4
Rumusan Masalah
Apa yang menyebabkan terjadinya perubahan sel normal
menjadi sel kanker?
1.5
Analisis Masalah
Wanita
38 tahun
|
Kesulitan
BAK
|
Nyeri pada organ reproduksi
|
Perdarahan
|
Pemeriksaan
Penunjang
|
Ca
Serviks
|
Kanker
|
Pengobatan
|
PSK
|
Karsinogenesis
|
Sitostatika
|
1.6
Hipotesis
Terjadi mutasi pada gen supresor tumor sehingga
menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkendali.
1.7
Pertanyaan Diskusi
1.
Apa pengerian dari
mutasi gen?
2.
Apa saja jenis
mutasi gen?
3.
Bagaimana cara mendeteksi
mutasi gen?
4.
Jelaskan mengenai
karsinogen?
5.
Jelaskan mengenai
onkogen, protoonkogen, dan tumor suppressor gen?
6.
Apa saja ciri khas
dari sel kanker?
7.
Jelaskan mengenai
peran gen p53 dan p21 pada sel?
8.
Jelaskan mengenai
apoptosis?
9.
Jelaskan mengenai invasi
dan metastasis?
10.
Jelaskan mengenai
multistep karsinoma?
11.
Apa saja pengobatan
kanker?
12.
Bagaimana cara
diagnostic kanker?
13.
Jelaskan mengenai
konsep onkogenesis akibat infeksi virus?
14.
Apakah terdapat
hubungan antara usia dengan timbulnya kanker?
15.
Jelaskan mengenai
HPV?
16.
Bagaimana vrus HPV
bisa menyebabkan terjadinya kanker serviks?
17.
Apa saja faktor
resiko dari kanker serviks?
18.
Jelaskan mengenai
tes papanicolau?
19.
Bagaimana cara
mendagnostik kanker serviks?
20.
Jelaskan mengenai
sitostatika?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Mutasi Gen
2.1.1
Pengertian Mutasi
Gen
Mutasi gen yaitu
perubahan pasangan basa pada satu gen. Bila melibatkan satu pasang basa maka
disebut mutasi titik.(1)
2.1.2
Jenis – Jenis
Mutasi Gen
Jenis-jenis mutasi gen terbagi menjadi:
1)
Mutasi salah arti (missens mutation), yaitu perubahan suatu kode genetic (umumnya pada posisi
1 dan 2 pada kodon) sehingga menyebabkan asam amino terkait (pada polipeptida)
berubah. Perubahan pada asam amino dapat menghasilkan fenotip mutan apabila
asam amino yang berubah merupakan asam amino esensial bagi protein tersebut.
Jenis mutasi ini dapat disebabkan oleh peristiwa transisi dan tranversi.
2)
Mutasi diam (silent mutation), yaitu perubahan suatu pasangan basa dalam gen (pada
posisi 3 kodon) yang menimbulkan perubahan satu kode genetik tetapi tidak
mengakibatkan perubahan atau pergantian asam amino yang dikode. Mutasi diam
biasanya disebabkan karena terjadinya mutasi transisi dan tranversi.
3)
Mutasi tanpa arti (nonsense mutation), yaitu perubahan kodon asam amino tertentu menjadi kodon
stop. Hampir semua mutasi tanpa arti mengarah pada inaktifnya suatu protein
sehingga menghasilkan fenotip mutan. Mutasi ini dapat terjadi baik oleh
tranversi, transisi, delesi, maupun insersi.
4)
Mutasi perubahan rangka baca (frameshift mutation), yaitu mutasi yang terjadi karena delesi atau insersi
satu atau lebih pasang basa dalam satu gen sehingga ribosom membaca kodon tidak
lengkap. Akibatnya akan menghasilkan fenotip mutan.(2)
2.1.3
Diagnostik Mutasi
Gen
Dengan menggunakan
PCR (Polymerase Chain Reaction) yaitu suatu teknik yang digunakan untuk
mengamplifikasi sejumlah kopi regio spesifik dari DNA menggunakan suatu enzim
yang dinamakan DNA polymerase yang akan mengamplifikasi fraksi genom dalam
rangka menghasilkan replikasi DNA yang merupakan salinan seluruh genom secara
tepat dan cukup kuat untuk diperiksa. Umumnya sampel dianalisis asam nukleatnya
dan umumnya PCR menggunakan DNA sebagai target dibandigkan RNA karena
stabilitas dari DNA dan mudahnya DNA diisolasi.
PCR dapat digunakan
untuk mengidentifikasi suatu penyakit yang disebabkan virus dan/atau bakteri,
kasus kematian atau tindak kriminal yang dicurigai dengan tingkat probabilitas
yang tinggi. PCR dapat juga digunakan untuk mendeteksi adanya material genetik
yang keberadaannya tidak diinginkan, contoh pada kasus infeksi virus atau
bakteri dan keganasan. Tes konvensional berupa kultur mikroorganisme atau
penggunaan antibodi membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk mencapai hasil
yang diinginkan. PCR merupakan metode alternatif yang cepat dan sederhana.
Contoh pada kasus AIDS, PCR dapat digunakan untuk mendeteksi persentase sel
yang terinfeksi oleh HIV dengan jumlah presentase yang sangat kecil.(3)
2.2
Karsinogenesis
2.2.1
Pengertian
Karsinogenesis adalah proses transformasi sel normal
menjadi sel tumor karena adanya perubahan genetik yang permanen.(4)
2.2.2
Multistep
Karsinogenesis
Terdapat 3 tahapan dalam karsinogenesis, yaitu:
1.
Inisiasi
(Initiation)
Tahap pertama ialah
permulaan atau inisiasi,
dimana sel normal
berubah menjadi premaligna.
Karsinogen harus merupakan mutagen
yaitu zat yang dapat menimbulkan
mutasi gen. Pada tahap inisiasi
karsinogen bereaksi dengan DNA, menyebabkan amplifikasi gen dan produksi copy multipel gen.
2.
Promosi (Promotion)
Promoter adalah zat non mutagen tetapi dapat meningkatkan
reaksi karsinogen dan tidak menimbulkan
amplifikasi gen. Sifat-sifat
promotor ialah: mengikuti
kerja inisiator, perlu paparan
berkali-kali, keadaan dapat
reversible, dapat mengubah
ekspresi gen seperti: hiperplasia, induksi enzim, induksi
diferensiasi.
3.
Progresi
(Progression)
Pada progresi ini
terjadi aktivasi, mutasi
atau hilangnya gen.
Pada progresi ini
timbul perubahan benigna menjadi
pre-maligna dan maligna.(5)
2.2.3
Karsinogen
Karsinogen merupakan mutagen yang menyebabkan sel
normal berubah menjadi sel kanker.
Penggolongan karsinogen:
a.
Chemical
(senyawa kimia)
Senyawa kimia sebagai salah
satu tipe karsinogen mempunyai gugus eletrophile yang sangat reaktif dan secara
langsung dapat merusak DNA, mengarah pada mutasi dan akhirnya menghasilkan
kanker. Terdapat dua tipe senyawa kimia sebagai karsinogen, yakni direct-acting agent (agen langsung) dan indirect-acting agent (agen tidak
langsung). Agen langsung tidak memerlukan konversi metabolik untuk menjadi
karsinogenik, sedangkan agen tidak langsung tidak akan aktif sampai diubah
menjadi karsinogen pokok oleh jalur metabolik endogenous. Maka dari itu, polimorfisme dari enzim endogenous seperti cytochrome P-450 dapat mempengaruhi karsinogenesis. Contoh dari
karsinogen meliputi; agen langsung (alkylating
agents, digunakan untuk kemoterapi) dan agen tidak langsung (benzopyrene, azo dyes, dan aflatoxin), serta promotor/agen yang
dapat mengakibatkan penyakit hiperplasia pada liver, endometrium.
b.
Virus
Banyak virus DNA dan RNA terbukti bersifat onkogenik pada beragam hewan,
dari katak sampai primata.
c.
Radiasi Ion dan
Non-Ion
Radiasi ion mengakibatkan kerusakan kromosom, translokasi, dan kemungkinan
kecil ponit mutation, yang mengarah pada kerusakan genetik dan karsinogenesis.
Sinar UV memasukkan informasi dimer
pirimidin di dalam DNA, mrngarah pada terjadinya mutasi. Karenanya sinar UV
dapat meningkatkan karsinoma sel skuamosa dan melanomas pada kulit.
d.
Hormon
Substansi yang secara alami
terdapat di dalam tubuh dan berfungsi untuk menjaga kestabilan tubuh dapat menimbulkan
implikasi atau setidaknya menjadi ko-faktor pada karsinogenesis. Sebagai
contoh, oestrogen dapat menjadi promote agent (dalam eksperimen) untuk mengatur
formasi pada carsinoma endometrial. Androgenik dan steroid anabolik terbukti
meningkatkan kemungkinan tumor hepatoseluler pada manusia.
e.
Bakteri, Fungi dan
Parasit
Kanker
dapat pula diakibatkan oleh infeksi dari organisme hidup lain (contohnya,
bakteri dan parasit) atau dari makanan yang terkontaminasi oleh produk
metabolik organisme lain (contohnya mycotoxin).
f.
Agen Lain
Beberapa jenis logam menjadi
penyebab beberapa kanker, khusunya dalam situasi perindustrian. Contohnya,
senyawa yang mengandung nikel dapat meningkatkan resiko karsinoma mukosa dan
mempengaruhi nasal dan paru.(6)
2.2.4
Protoonkogen
Beberapa gen dikelompokkan
sebagai protooncogen. Jika
protooncogen mengalami mutasi,
maka gen tersebut dikenal sebagai onkogen. Protein yang dikode oleh gen
tersebut akan bersifat overaktif. Contoh
onkogen adalah gen erb-B atau erb-B2 merupakan gen yang mengkode suatu
protein, yang mempunyai
peranan spesifik dalam
pembentukan reseptor dari
faktor pertumbuhan dipermukaan
sel. Onkogen yang
lain adalah Gen
ras, adalah suatu
gen yang mengkode protein ras, protein ini merupakan
salah satu protein pada membran sel yang berperan sebagai
hantaran sinyal untuk memicu pembelahan
sel. Famili protein
ras adalah protein
Rac. Protein ini
dalam keadaan inaktif
dalam bentuk ikatan
“ras-GDP” (ras-Guanin Di
Fosfat), sedangkan dalam keadaan
aktif dalam bentuk ikatan “ras-GTP” (ras-Guanin Tri Fosfat) (Gambar 8).
Pengaturan keseimbangan antara
“ras-GDP” dan “ras-GTP”
dipengaruhi oleh suatu
protein, yaitu ras
exchange factor dan
GTP-ase activating protein.
Ras exchange factor
mengubah rasGDP menjadi
ras-GTP, sedangkan GTP-ase
activating protein mengubah
“ras-GTP” menjadi “ras-GDP”. Tanpa adanya suatu rangsang,
protrein ras tetap dalam keadaan tidak aktif. Protein ras akan
berubah menjadi matang
bila mengalami reaksi
biokimia pada prekursor
protein ras oleh suatu ensim
farnesil transferase, sehingga
menjadi aktif (matang).
Setelah matang, protein
ras aakan berinteraksi dengan
protein pada membran sel. Selanjutnya, dengan adanya ikatan tersebut akan
memberikan informasi untuk
merangsang pembelahan sel.
Pada keadaan protein
ras yang abnormal sebagai akibat adanya mutasi dari gen
ras maka protein ras akan bersifat overaktif, yaitu selalu
pada posisi “ON”.
Pada kondisi ini,
selain menekan aktivitas
GTP-ase sehingga posisi protein
ras selalu dalam
keadaan ”ON”, juga
akan memberikan informasi
kepada sel untuk melakukan pembelahan
secara terus menerus
walaupun tidak diperlukan,
sehingga terus melakukan
sintesis protein dan
DNA, yang selanjutnya
akan berkembang menjadi
penyakit keganasan.(7)
2.2.5
Onkogen
Onkogen adalah alel
mutan protoonkogen beupa gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel
kanker. Alel ini dianggap dominan karena menyebabkan transformasi sel walaupun
pasangan / padanan normalnya ada. Onkogen berasal dari mutasi di protoonkogen
dan ditandai dengan kemampuan mendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen
ini, yang disebut onkoprotein. Kemudian ada onkogen resesif yang mana kedua
alel normal pada gen penekan tumor harus mengalami kerusakan sebelum
transformasi dapat berlangsung.
Onkoprotein
merupakan produk dari gen onkogenik yang dapat memberi sinyal pada sel untuk
melakukan transformasi sehingga sel akan memperbanyak diri secara tidak
terbatas. Perbanyakan tak terkontrol bila disertai beberapa mutasi lain dapat
berujung pembentukan kanker. Onkoprotein dapat berupa protein normal, namun
diproduksi dalam jumlah yang melebihi produksi normal namun kebanyakan berupa
protein yang telah berubah dari protein normal, seperti faktor pertumbuhan
peptida, reseptor faktor pertumbuhan di membrane plasma atau sitoplasma,
protein G yang diregulasi GTP, reseptor membrane dengan tirosin kinase atau dengan
aktivitas treonin-serin kinase, protein kinase sitoplasma dengan aktivitas
tirosin kinase atau dengan aktivitas serin-treonin, protein pengikat DNA yang
berfungsi sebagai aktifaktor transkripional atau mendorong replikasi DNA, dan
siklin yang memicu pengaktifan protein kinase.(8)
2.2.6
Tumor Supressor Gen
Gen tumor
suppressor yaitu gen penekan kanker merupakan gen yang menghambat pertumbuhan
(antionkogen). Gen tumor suppressor merupakan kelompok gen yang berperan dalam
mengatur siklus sel. Pada kanker, mutasi pada gen tumor suppressor menyebabkan
deregulasi pengenalian siklus sel, dan adhesi sel. Gen tumor suppressor akan
menghambat pertumbuhan sel dan merangsang difrensiasi. Contohnya, gen p53, RB
(Retinoblastoma), APC (Adenomatus Polyposis Coli), WT (William’s Tumor), DCC
dan NF-5. Yang sering mutasi yaitu p53 dan RB yang akan mengakibatkan
pembelahan secara neoplastik.(8)
2.2.7
Peran p53 dan p21
dalam Sel Normal
Gen penekan tumor p53 adalah salah satu gen yang paling
sering mengalami mutasi. Gen ini dapat menimbulkan efek antiproliferasi serta
mengendalikan apoptosis. Secara mendasar, p53 dapat dipandang sebagai suatu
suatu monitor sentral untuk stress, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan
yang sesuai, baik berupa penghentian siklus maupun apoptosis.
P53 normal didalam sel yang tidak mengalami stress
memiliki waktu paruh yang pendek (20 menit). Hal ini disebabkan oleh ikatan
dengan MDM2, suatu protein yang mencari p53 dan menghancurkannya.
Penghentian siklus yang diperantarai oleh p53 dapat
dianggap sebagai respons primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi
pada akhir fase G1 dan disebabkan oleh transkripsi CDK1 dependen-p53
CDKN1A (p21). Gen CDHN1A menghambat kompleks siklin/CDK dan mencegah
fosforilasi RB yang penting agar sel dapat masuk ke fase G1.
Penghentian siklus ini berguna bagi sel untuk memperbaiki DNA. P53 juga
menginduks proten tertentu, seperti GADD45 yang membantu perbaikan DNA.
Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki, p53
meningkatkan transkripsi MDM2, yang kemudian menekan p53, sehingga hambatan
pada siklus sel dapat dihilangkan. Sedangkan apabila kerusakan DNA tidak dapat
diperbaiki, p53 akan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan memicu
gen pencetus apoptosis seperti BAX.(4)
2.2.8
Apoptosis
Secara sederhana, rangkaian yang menyebabkan apoptosis
diinduksi oleh sinyal melalui reseptor kematian (death receptor) CD95 (Fas) dan
oleh kerusakan DNA. Saat berikatan dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami
trimerisasi, dan domain kematian sitoplasmanya menarik protein adaptor intrasel
FADD. Protein ini merekrut prokaspase 8 untuk membentuk kompleks sinyal
penginduksi kematian. Prokaspase 8 diaktifkan oleh pemisahan menjadi dua
subunit yang lebih kecil. Kaspase 8 mengaktifkan berbagai kaspase di hilir
seperti kaspase 3, suatu kaspase eksekutor yang memecah DNA dan substrat lain
yang menyebabkan kematian sel.
Jalur lain apoptosis dipicu oleh kerusakan DNA.
Mitokondria berperan penting di jalur ini dengan membebaskan sitokrom c, yang
akhirnya membentuk suatu kompleks dengan apoptosis-inducing
factor 1 (APAF-1), prokaspase 9, dan ATP. Di dalam kompleks ini, prokaspase
9 diaktifkan menjadi kaspase 9, yang kemudian memicu kaspase 3. Pembebasan
sitokrom c diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis, dan hal ini
dikendalikan oleh gen pada family BCL2. Beberapa anggota family ini (misal
BCL2) menghambat apoptosis dengan mencegah pembebasan sitokrom c, sedangkan
yang lain, seperti BAD, BAX, dan BID, mencetuskan apoptosis dengan medorong
pelepasan sitokrom c. Efek proapoptotik dari p53 yang dipicu oleh kerusakan DNA
tampaknya diperantarai oleh peningkatan sintesis BAX. Demikian juga, kaspase 8
mengaktifkan protein proapoptotik BID.(4)
2.2.9
Onkogenesis Akibat
Infeksi Vrus
Onkogenesis yaitu
pertumbuhan kanker yang disebabkan adanya mutasi pada gena-gena yang berkaitan
dalam pengendalian siklus pembelahan sel termasuk yang mengatur kecepatan
siklus pembelahan. Onkogenesis disebabkan oleh infeksi virus, radiasi, bahan
kimia (karsinogen),
Onkogenesis akibat
infeksi virus ada dua, yaitu :
a.
Virus onkogenik RNA
Virus Leukemia Sel-T Manusia
Tipe 1 (HTLV-1) menyebabkan suatu bentuk leukemia/limfoma sel T yang endemic di
beberapa tempat di Jepang dan lembah Karibia, tetapi ditemukan secara sporadic
di tempat lain, termasuk di Amerika Serikat. Pathogenesis leukemia/limfoma sel
T yang dipicu oleh virus limfotropik sel T manusia. HTLV-1 menginfeksi banyak
sel T dan mulanya menyebabkan proliferasi poliklonal melalui jalur autokrin dan
parakrin yang dipicu oleh gen TAX. Secara bersamaan, TAX menetralkan
sinyal-sinyal penghambat pertumbuhan dengan memengaruhi gen TP53 dan
CDKN2A/p16. Akhirnya, terbentuk leukemia/limfoma sel T monoklonal saat satu sel
T yang berproliferasi mengalami mutasi tambahan.(4)
b.
Virus Onkogenik DNA
1)
Virus Papiloma
Manusia (HPV)
Secara singkat, infeksi oleh HPV jenis risiko tinggi
menyebabkan hilangnya gen penekan tumor, mengaktifkan siklin, menghambat
apoptosis, dan melawan penuaan sel. Oleh karena itu, jelaslah bahwa banyak
tanda utama kanker yang dibahas sebelumnya digerakkan oleh protein HPV. Namun,
infeksi oleh HPV itu saja kurang memadai untuk karsinogenesis. Sebagai contoh,
apabila keratinosit manusia mengalami transfeksi oleh DNA dari HPV 16, 18, atau
31 in vitro, sel ini mengalami imortalisasi (keabadian), tetapi tidak membentuk
tumor pada hewan percobaan. Kotransfeksi dengan suatu gen R 45 yang sudah
bermutasi menyebabkan transformasi keganasan lengkap. Data ini mengisyaratkan
dengan kuat bahwa HPV kemungkinan besar bekerja sama dengan faktor lingkungan
lainnya.
2)
Virus Epstein-Barr
(EBV)
EBV dilaporkan berkaitan dengan patogenesis beberapa tumor manusia: limfoma
Burkitt, penyakit limfoproliferatif pasca transplantasi, limfoma sistem saraf
pusat pada pasien AIDS, sekelompok limfoma lain yang terkait-AlDS, sualu subset
limfoma Hodgkin, dan karsinoma nasofaring. Kecuali karsinoma nasofaring, tumor
lainnya adalah tumor sel B. Suatu subset limfoma sel T dan limfoma sel natural
killer (NK) yang jarang ditemukan juga mungkin berkaitan dengan EBV.
3)
Virus Hepatitis B
(HBV)
Bukti epidemiologik yang mengaitkan infeksi HBV kronik dengan karsinoma
hepatoselular cukup kuat tetapi cara kerja virus dalam menyebabkan tumor belum
sepenuhnya diketahui. Genom HBV tidak mengkode protein transformasi apa pun,
dan tidak terdapat pola integrasi yang konsisten dalam sel hati. Namnn, DNA HBV
mengalami integrasi pada 90% pasien dengan kanker hati yang positif antigen
permukaan hepatitis B, dan tumor bersifat klonal dalam kaitannya dengan insersi
ini. Efek onkogenik HBV tampaknya multifaktor. Pertama, dengan menyebabkan
cedera kronik pada sel hati disertai regenerasi, HBV mempermudah sel mengalami
mutasi, yang mungkin disebabkan oleh agen lingkungan (misal, toksin dalam
makanan). Kedua, suatu elemen pengendali yang dikode oieh HBV dan disebut HBx
mungkin mengganggu pertumbuhan normal sel hati yang terinfeksi dengan
mengaktifkan (melalui transkripsi) beberapa gen pengendali pertumbuhan melalui
jalur NF-xB. Ketiga, jalur transduksi sinyal di sitosol (misal, RASMAP kinase)
diaktifkan (ingat protein TAX pada HTLV-1) . Apakah HBx juga menyebabkan TP53
inaktif masih diperdebatkan. Peran gen HBx dalam karsinogenesis hati ditunjang
oleh timbulnya karsinoma hepatoselular pada mencit yang transgenik untuk gen
ini. Akhirnya, pada beberapa pasien, integrasi virus tampaknya menyebabkan tata
ulang sekunder kromosom, termasuk delesi multipel yang mungkin mengandung gen
penekan tumor. Oleh karena itu, kerusakan gen akibat virus di sel hati yang
mengalami regenerasi mempermudah terjadinya karsinogenesis banyak langkah.
4)
Helicobacter Pylori
H.
pylori, yang semula diduga merupakan
penyebab ulkus peptikum, sekarang disangka menjadi penyebab karsinoma lambung
dan limfoma lambung. Limfoma lambung berasal dari sel B, dan karena sel B yang
mengalami transformasi secara normal terdapat di zona marginal folikel limfoid,
maka tumor ini juga disebut sebagai maltoma. Patogenesis tumor ini melibatkan
gastritis kronik yang menyebabkan terbentuknya folikel limfoid di mukosa
lambung. Diperkirakan infeksi H. Pylori
menyebabkan terbentuknya sel T reaktif-H.
pylori, yang sebaiknya menyebabkan proliferasi poliklonal sel B. Seiring
dengan waktu, muncul tumor sel B monoklonal di sel B yang berproliferasi,
mungkin akibat akumulasi mutasi pada gen pengendali pertumbuhan. Pada awal
perjalanan penyakit, eradikasi H. pylori
"menyembuhkan" limfoma dengan menghilangkan stimulus antigenik
terhadap sel T.
Selain limfoma sel B, H.
Pylori sekarang dilaporkan berkaitan erat dengan patogenesis kanker epitel
lambung, Di sini skenario tampaknya adalah terjadi gastritis kronik, diikuti
oleh atrofi lambung, metaplasia, displasia, dan kanker pada sel mukosa.
Rangkaian ini memerlukan waktu beberapa dekade dan terjadi hanya pada 3% pasien
yang terinfeksi.
Walaupun H. pylori
menyebabkan tiga penyakit (tukak peptik, limfoma lambung, dan karsinoma
lambung), ketiganya jarang timbul pada pasien yang sama. Karena sebab yang
tidak diketahui, pasien dengan ulkus dnodenum (bukan tukak lambung) hampir
tidak pernah mengalami karsinoma lambung. Eksklusi semacam ini bahkan lebih
membingungkan dibandingkan dengan patogenesis penyakit terkait H pylori.(4)
2.2.10
Invasi dan
Metastasis
a.
Invasi
Invasi merupakan standar
pengukan paling penting pada tumor ganas. Faktor yang mempengaruhi invasi tumor
adalah:
1)
peningkatan pergerakan
sel secara abnormal
2)
berkurangnya kohesi
seluler
3)
produksi enzim proteolytic
b.
Metastasis
Metastasis merupakan proses
pembentukan tumor sekunder yang jauh dari tumor yang pertama terbentuk. Keterbatasan pengendalian metastasis
merupakan penyebab utama kegagalan pengobatan kanker.
Alur metastasis:
1)
Detachment,
yaitu pelepasan sel tumor dari tetangganya
2)
Invasion,
yaitu semacam penyerangan dengan meneglilingi jaringan penghubung untuk
mencapai saluran yang digunakan untuk metastasis (saluran limfa dan pembuluh
darah)
3)
Intravasation,
yaitu penyebaran akses melalui pembuluh darah
4)
Evasion,
yaitu penyingkiran mekanisme pertahanan, seperti sel NK di darah
5)
Adherance,
yaitu pelekatan ke endhothelium pada lokasi target
6) Extravasation, yaitu terbentuknya koloni metastasis tumor
Jalur
metastasis pada umumnya:
1)
Haematogenous,
dari aliran darah, membentuk tumor sekunder di organ yang telah kekurangan
darah akibat pengeringan yang disebabkan tumor
2)
Lymphatic,
untuk membentuk tumor sekunder di daerah limfa
3)
Transcoelomic,
pada paru, pericardial dan rongga selaput perut yang selalu menghasilkan efusi
neoplastik
4)
Implantation,
contohnya secara tidak sengaja terbentuk sel tumor saat dilakukannya operasi.(4)
2.2.11
Ciri Khas Sel
Kanker
Ciri khas dari sel kanker yaitu:
a.
Pengendalian
pertumbuhan yang menurun atau tidak terbatas
b.
Invasi pada
jaringan setempat
c.
Metastatis ke
bagian tubuh yang lain.
2.2.12
Pengobatan Kanker
a.
Pembedahan
Dilakukan setelah metastase
bersama-sama dengan kemoterapi.
b.
Kemoterapi
Sitostatika
(juga disebut kemo) merupakan jenis pengobatan kanker yang menggunakan obat
untuk menghancurkan sel-sel kanker.
Sitostatika biasanya digunakan untuk :
1)
Menyembuhkan
kanker - ketika kemoterapi menghancurkan sel-sel kanker ke titik bahwa
dokter tidak bisa lagi mendeteksi mereka dalam tubuh Anda dan mereka tidak akan
tumbuh kembali.
2)
Kontrol
kanker - ketika kemoterapi menjaga kanker dari penyebaran, memperlambat
pertumbuhan, atau menghancurkan sel-sel kanker yang telah menyebar ke bagian
lain dari tubuh Anda.
3) Meredakan gejala kanker (juga disebut perawatan paliatif) - saat kemoterapi tumor menyusut
yang menyebabkan rasa sakit atau tekanan.
Kadang-kadang, kemoterapi digunakan sebagai satu-satunya
pengobatan kanker. Kemoterapi biasanya dilakukan bersama dengan operasi, terapi radiasi , atau terapi biologis . Kemoterapi dapat :
1)
Membuat tumor yang lebih kecil sebelum operasi atau terapi radiasi. Ini disebut kemoterapi neo-adjuvant.
2)
Menghancurkan
sel-sel kanker yang mungkin tetap setelah operasi atau terapi radiasi. Ini disebut kemoterapi adjuvant.
3)
Bantuan
terapi radiasi dan kerja terapi biologi yang lebih baik.
4)
Menghancurkan sel-sel kanker yang telah kembali (kanker
berulang) atau menyebar ke bagian lain dari tubuh Anda (metastasis kanker).(9)
2.2.13
Diagnostik Kanker
Terdapat beberapa cara mengambil sampel termasuk eksisi atau biopsy , asprasi
jarum-halus , dan apusan sitologik .
a.
Pada biopsi
payudara , misalnya , diagnosis potong-beku
memungkinkan kita menentukan apakah
lesi ganas dan mungkin memerlukan eksisi luas atau pengambilan sampel
kelenjar getah bening ketiak untuk
memperkirakan penyebaran
b.
Aspirasi jarum-halus terhadap tumor adalah pendekatan lain yang semakin populer. tindakan ini
berupa aspirasi sel dari suatu massa diikuti oleh pemeriksaan sitologik apusan.
Prosedur ini paling sering diterapkan pada lesi yang teraba di payudara ,
tiroid, kelenjar getah bening, dan kelenjar liur.
c.
Apusan
sitologik (papanicolau). Merupakan
metode lain untuk deteks kanker . pendekatan ini digunakan secara luas
unrtuk karsinome serviks , sering pada stadium in situ, secara bentuk lain kandung kemih prostat dan karsinoma lambung.(4)
2.2.14
Hubungan antara
Usia dengan Terjadinya Kanker
Secara umum, frekuensi kanker meningkat seiring
pertambahan usia. Sebagian besar mortalitas akibat Kanker terjadi pada usia
antara 55 dan 75 tahun; angka ini menurun, bersama dengan jumlah populasinya,
setelah usia 75tahun. Peningkatan insiden seiring usia mungkin dapat dijelaskan
dengan terjadinya akumulasi mutasi somatik yang disebabkan oleh berkembangnya
neoplasma ganas. Menurunnya komptensi imunitas yang menyertai penuaan juga
mungkin berperan.
Kanker menyebabkan lebih dari 10% kematian pada anak-anak
berusia 15 tahun atau kurang. Kanker mematikan yang utama pada anak adalah
leukemia, tumor system saraf pusat, limfoma, sarcoma, jaringan lunak dan
sarcoma tulang.(4)
2.3
Kanker Serviks
2.3.1
HPV
Petanda tumor / kanker adalah pembelahan sel yang tidak
dapat dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor, sehingga mekanisme
pembelahan sel merupakan fokus penelitian. Ketaatan mekanisme pembelahan sel
yang terdiri 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase
S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis,
sedangkan fase G (gap) berada sebelum fase S (sintesis) dan fase M (mitosis).
Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53 berpengaruh pada
transisi G2-M dan juga transisi G1-S sedangkan pRb berpengaruh pada transisi
G1-S. Mutasi yang menyebabkan inaktifasi fungsi p53 dan pRb menyebabkan
proliferasi yang tidak dapat dikontrol.
Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan
hubungan seksual. Selam hidupnya hampir separuh wanita dan laki-laki pernah
terkena infeksi HPV (80% dari wanita terkena infeksi sebelum umur 50 tahun).
Sebagian infeksi HPV bersifat hilang-muncul, sehingga tedak terdeteksi dalam
kurun waktu kurang lebih dua tahun pascainfeksi. Hanya sebagian kecil saja dari
infeksi tersebut yang menetap dalam jangka lama, sehingga menimbulkan kerusakan
lapisan lendirmenjadi prakanker. . Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya 30
diantaranya yang beresiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling beresiko
adalah HPV 16, 18, 31, dan 45 yang sering ditemukan pada kanker maupun lesi
prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju
keganasan. Sementara, tipe yang beresiko sedang yaitu HPV tipe 33, 35, 39, 51,
52, 56, 58, 59, dan 68, dan yang beresiko rendah adalah HPV tipe 6, 11, 26, 42,
43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan
penyebab tersering kanker serviks yang terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16
mendominasikan infeksi (50-60%) pada penderita kanker serviks disusul dengan
tipe 18 (10-15%).Hingga saat ini infeksi Human papillomavirus (HPV) merupakan
penyebab 99,7% kanker serviks di seluruh sunia. Sebenarnya, sebagian besar HPV
akan menghilang dengan sendirinya karena tubuh memiliki sistem kekebalan alami,
tetapi ada sebagian HPV yang tidak menghilang justru menetap. HPV yang menetap
inilah yang menyebabkan perubahan sel normal serviks menjadi kanker serviks
Infeksi
dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan permukaan
epitel, sehingga dimungkinkan sel masuk kedalam sel basal. Sel basal terutama
sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi
dan mensintesis keratin. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih
perkembangan siklus sel dan mengikuti diferensiasi sel. Saat ini masih
kontroversi bagaimana mekanisme HPV masuk kedalam sel, sebagian bukti
menunjukkan bahwa virus masuk kedalam sel melalui reseptor α6-integrin
dan heparan sulfat serta laminin 5 dan kemudian internalisasi virion didalam
sel melalui klatrin atau kaveola. Secara terinci proses virion
masuk dan proses masuk kedalam inti masih belum banyak diketahui, diduga ujung
N (amino) L2 terpotong didalam kompartemen endosom melalui protease seluler,
furin dan berikutnya melepaskan kompleks genom L2 kedalam sitosol. Genom
L2 kemudian translokasi kedalam nukleus. Setelah berada dalam inti, maka
kaskade ekspresi gen virus terus terjadi dan memproses kopi DNA virus dalam
jumlah tertentu disetiap sel yang terinfeksi.
Genom virus
bermigrasi kedalam inti dalam bentuk episom dan terjadi aktifasi early HPV
promoter. Sintesis virus DNA terjadi didalam sel yang terinfeksi dengan kopi
episom sekitar 50-100 genom setiap sel. Setelah sel basal membelah, episom HPV
mengalami replikasi dan didistribusikan diantara sel daughter. Virus
akan mengikuti perjalanan sel dengan melakukan diferensiasi dan tetap aktif.
Saat sel yang mengandung HPV berdiferensiasi, late promoter teraktifasi dan
membentuk produk late gen, terbentuk kapsid dan terbentuk virion baru (gambar
5). Replikasi HPV tergantung dari proses sel pejamu dan sintesis DNA virus
tetap berlangsung diseluruh strata atas epidermis.(6)
2.3.2
Mekanisme HPV
Menyebabkan Kanker
Potensial onkogenik HPV dapat dikaitkan dengan produk dia
gen awal virus, E6 dan E7. Secara bersama-sama, keduanya berinteraksi dengan
berbagai protein pengendali pertumbuhan yang dikode oleh onkogen dan gen
penekan tumor.
a.
Protein E7
berikatan dengan proten retinoblastoma dan melepaskan faktor transkripsi E2F
yang secara normal disingkirkan oleh RB. Protein ni juga menginaktifkan CDK1
CDKN1A/p21 dan p27.
b.
Protein E6 memiliki
banyak efek. Protein ini mengikat dan menginaktifkan protein p53; protein ini memerantarai
penguraian BAX, suatu anggota proapoptotik family BCL2; dan protein ini
mengaktifkan telomerase.(4)
2.3.3
Faktor Resiko
Faktor resiko adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus HPV
dan faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker serviks. Menurut American
Cancer Society, tahun 2010, faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya
kanker serviks pada wanita adalah:(10)
a.
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
HPV adalah virus yang tersebar luas menular melalui
hubungan seksual. Infeksi HPV telah diidentifikasi sebagai faktor resiko yang
paling utama untuk kanker serviks. Di antara lebih dari 125 jenis HPV terdapat
jenis HPV yang agresif (HPV 16 dan 18) yang dapat menyebabkan transformasi
sel-sel menjadi ganas di serviks.
b.
Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama dari 4 atau 5
tahun dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks sebesar 1,5 – 2,5 kali.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita
sensitive terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia
sehingga beresiko untuk terjadinya kanker serviks (Hidayati, 2001).
c.
Merokok
Wanita yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar
terhadap kanker serviks daripada non-perokok. Bahan-bahan kimia yang ditemukan
dalam rokok setelah terhisap melalui paru-paru dapat terdistribusi luas ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Beberapa senyawa tersebut dapat dijumpai
pada lender serviks wanita yang merokok. Peneliti meyakini bahwa bahan-bahan
kimia tersebut dapat merusak DNA pada sel-sel serviks dan berkontribusi
terhadap berkembangnya kanker serviks.
d.
Umur
Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah
mereka yang berusia 35-50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual (pervalensi
5-10%). Meski infeksi HPV seiring pertambahan usia, namun sebaliknya resiko
infeksi menetap/persisten justru me/ningkat. Hal ini diduga karena seiring
pertambahn usia, terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histology
(metaplasia).
e.
Frekuensi Kehamilan
Jumlah kehamilan yang pernah dialami wanita juga
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks. Sehingga, wanita yang mempunyai
banyak anak atau sering melahirkan mempunyai resiko terserang kanker serviks
lebih besar.
2.3.4
Tes Papanicolau
Pap smear test atau papanicolaou smear diambil
dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini, yaitu Goerge N.
Papanicolaou, yang merancang metode mewarnai pulasan sampel sel sel untuk
diperiksa sekitar 50 tahun yang lalu. Pap smear test merupakan pemeriksaan
leher Rahim (serviks) menggunakan alat yang dinamakan speculum dan dilakukan
oleh bidan ataupun ahli kandungan. Pemeriksaan ini bermanfaat mengetahui adanya
HPV ataupun sel karsinoma penyebab kanker serviks.(11)
Pap smear test cenderung murah, cepat dan bisa dilakukan
di unit pelayanan kesehatan terdekat, seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah
sakit, klinik, praktik dokter, dan lain sebagainya. Pap smear test bisa kapan
saja, kecuali sedang haid, atau sesuai petunjuk dokter. Pap smear test,
sebaiknya dilakukan 1 x setahun oleh setiap wanita yang sudah melakukan
hubungan seksual.(11)
Namun, disamping kelebihan, pemeriksaan pap smear juga
ada kekurangannya, yakni sampel yang
tidak dari seluruh bagian serviks sehingga ada bagian yang bisa saja
tidak terdeteksi. Selain itu, pada pemeriksaan pap smear kemungkinan tidak
memperlihatkan kondisi yang sebenarnya dan mempunyai akuransi antara 80-90 %.(11)
Stadium kanker serviks dari hasil pemeriksaan Pap Smear
yakni:(12)
a.
Normal
b.
Displasia ringan
(perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c.
Displasia berat
(perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
d.
Karsinoma in situ
(kanker yang terbatas pada lapisan serviks yang paling luar)
e.
Kanker invasif
(kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh
lainnya).
2.3.5
Diagnostik Kanker
Serviks
Kanker serviks, seperti banyak penyakit lainnya didiagnosis dengan tahap
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
dalam diagnosis kanker serviks sangat oenting karena merupakan bukti terkuat
yang menegakkan diagnosis. Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mendiagnosis kanker serviks:
a.
Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker
lebih awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat
diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus
mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas
seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90%
kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya
angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%.
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali
setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan
yang normal, maka pemeriksaan pap smear
bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut
(Prayetni,1999): a. Normal. b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum
bersifat ganas). c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat
ganas). d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling
luar). e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
b.
Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama
dengan Pap smear untuk wanita dengan
usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap smear negatif disertai DNA HPV yang
negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29
tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat
sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda
seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami
pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko
kanker serviks.
c.
Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak
suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas
atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang
tidak memerlukan anestesi dan teknik cone
biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui
kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif
atau hanya tumor saja.(13)
d.
Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena
proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan
keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal.(13)
e.
Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan
iodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel
epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada
glikogen.(13)
2.3.6
Pengobatan Kanker
Serviks
Adapun pengobatan yang dilakukan untuk pen derita kanker
serviks adalah :
a.
Operasi (bedah)
Pada prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker
belum menyebar yang tujuannya agar
kanker tidak kambuh lagi..Operasi terutama dilakukan untuk kuratif disamping
tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada karsinoma in situ dan mikrovasif,
dalam operasi tumor dibuang dengan konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi.
Khusus karsinoma mikrovasif banyak ahli ginekoligik memilih tindakan histerektomi radikal (seluruh rahim diangkat
berikut sepertiga vagina, serta penggantung rahim akan dipotong hingga sedekat mungkin
dengan dinding panggul). Pada perempuan yang
masih menginginkan anak atau penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan
konisasi atau elektrokoagulasi. Pada karsinoma invasif stadium IB dan IIA,
lebih banyak dipilih tindakan operasi pengangkatan
rahim secara total berikut kelenjer getah bening sekitarnya (histerektomi radikal).
b.
Radioterapi
Radioterapi adalah terapi
untuk m enghancurkan kanker dengan sinar
ionisasi. Kerusakan yang terjadi akibat
sinar tidak terbatas pada sel - sel kanker saja tetapi juga pada sel - sel normal disekitarnya, tetapi
kerusakan pada sel kanker umumnya lebih besar dari pada sel normal, karena itu perlu diatur
dosis radiasi sehingga kerusakan jaringan yang normal minimal dan dapat pulih kembali.
Radioterapi dilakukan pada
karsinoma invasif stadium lanjut (IIB, III, IV). Terapi biasanya hanya bersifat paliatif (mengurangi
atau mengatasi keluhan penderita ), dititik beratkan pada radisi eksternal dan internal.
Kemajuan teknologi radioterapi pada saai ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa
tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis
tinggi tidak memberikan penyulit yang berarti. Pada stadium IV lebih banyak memilih
mutilasi eksentaris total yaitu mengangkat kantong kemih, rektum dan dibuat uretra dan anus tiruan (Praeter naturalis ).
c.
Kemoterapi
Kemoterapi ialah terapi untuk
membunuh sel - sel kanker dengan obat- obat anti kanker yang disebut si tostatika. Pada umumnya
sitostatika hanya merupakan terapi anjuvant (terapi tambahan yaitu : terapi
yang bertujuan untuk menghancurkan sisa- sisa sel kanker yang mikroskopik yang mungkin masih
ada) setelah terapi utama dilakukan. Kemoterapi yang sering dipergunakan pada
karsinoma serviks adalah Methotrexate, Cisplatin, Cyclophospahanimide,
Adiamycin dan Mitomicin- C. Sitostatika biasanya diberi kombinasi.(14)
5)
Mekanisme Kerja Sitostatika
a.
Alkilator
Berbagai alkilator menunjukkan persamaan cara keria yaitu melalui
pembentukan ion karbonium atau kompleks lain yang sangat reaktif. lkatan
kovalen (alkilasi) akan teriadi dengan berbagai nukleolilik penting dalam tubuh
misalnya foslat, amino, sulfhidril, hidroksil, karboksil atau gugus imidazol.
Elek sitostatik maupun efek sampingnya berhubungan langsung dengan terjadinya
alkilasi DNA ini. Alkilator yang bifungsional misalnya mustar nitrogen dapat
berikatan kovalen dengan 2 gugus asam nukleat pada rantai yang berbeda
membentuk cross-linking sehingga terjadi kerusakan pada fungsi DNA. Hal ini
dapat menerangkan sifat sitotoksik dan mutagenik dari alkilator.
b.
Antimetabolit.
Antipurin dan antipirimidin mengambil tempat purin dan pirimidin dalam
pembentukan nukleosida, sehingga mengganggu berbagai reaksi penting dalam
tubuh. Penggunaannya sebagai obat kanker didasarkan atas kenyataan bahwa
metabolisme purin dan pirimidin lebih tinggi pada sel kanker dari sel normal.
Dengan demikian' penghambatan sintesis DNA sel kanker lebih dari'terhadap sal
normal.
c.
Alkaloid Vinka.
Zat ini berikatan secara spesilik dengan tubulin, komponen protein
mikrotubulus, sprndle milotik, dan memblok polimerisasinya, Akibatnya terjadi
disolusi mikrotubulus, sehingga sel terhenti dalam metafase (spindle poison).
d.
Antibiotik
Antrasiklin berinterkalasi dengan DNA, sehingga lungsi DNA sebagai template
dan pertukaran sister chrcmatrd terganggu dan pita DNA putus. Antrasiklin juga
bereaksi dengan sitokrom P450 reduktase yang dengan adanya MADPH membentuk zat
perantara, yang kemudian bereaksi dengan oksigen menghasilkan radikal bebas
yang menghancurkan sel. Pembentukan radikal bebas ini dirangsang oleh adanya
Fe.(15)
BAB III
KESIMPULAN
Perubahan sel normal menjadi sel kanker disebabkan oleh
pengaktifan onkogen, perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan dan mutasi
pada gen supresor tumor.
Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: EGC;
2009. 884 p.
2. Champe PC, Harvey RA, Ferrier DR. Biokimia Ulasan Bergambar.
3rd ed. Jakarta: EGC; 2010.
3. Timothy P, Nipa R. Cervical Cancer. Am Fam Physician.
2000;61(5).
4. Robbins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta:
EGC; 2010.
5. Scully C. Oncogen, Onco-Supressor, Carsinogenesis and Oral
Cancer. Br Dent J. 1992;173(53).
6. Underwood JCE. General and Systemic Pathology. 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2007.
7. Sudiana IK. Patobiologi Molekuler Kanker. Jakarta: Salemba
Medika; 2008.
8. Soehartati G. Ilmu Onkologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2010.
9. Sudiono J. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma
Mulut. Jakarta: EGC; 2008.
10. American Cancer Society. Cancer Facts and Figures 2010
[Internet]. 2010. Available from:
http://www.cancer.org/Cancer/BreastCancerinMen/DetailedGuide/breast cancer-in-men-what-is-breast-cancer-in-men
11. Tilong A. Bebas dari Ancaman Kanker Serviks. Yogyakarta: Flashbook;
2012.
12. Indrawati M. Bahaya Kanker Bagi Wanita dan Pria. Jakarta: AV
Publisher; 2009.
13. Prayetni. Asuhan Keperawatan Ibu dengan Gangguan Sistem
Reproduksi. Jakarta: Pusdiknakes; 1997.
14. Sukarja IDG. Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga University
Press; 2000.
15. FKUI. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2012.
kalau mau soft file nya ... komen ya ...
ReplyDelete