BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Seorang
polisi sedang menyelidiki kasus penemuan mayat seorang laki-laki yang di gudang
sebuah kantor. Mayat tersebut sudah tidak dapat dikenali. Mayat tersebut memiliki
bekas pukulan di kepala. Petugas forensik menemukan bercak darah yang
mengering pada lokasi. Petugas forensik
juga menemukan terdapat sisa-sisa jaringan di bawah kuku korban namun belum
diketahui darimana asalnya jaringan tersebut. Penyidik mewawancarai 3 orang
karyawan yang sering keluar masuk gudang tersebut dan salah satunya menjadi
tersangka utama namun penyidik ingin mendapatkan bukti yang kuat melalui
pemerikaan DNA. Kemudian ada pasangan suami istri yang mengaku kehilangan
seorang anak berusia 30-an sangat yakin bahwa mayat yang tidak dikenali
tersebut adalah putranya yang sudah 1 tahun menghilang.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1.
Forensik
Suatu
cabang ilmu forensik yang berfokus pada penggunaan materi genetik dalam
investigasi kriminal guna menjawab pertanyaan-pertanyaan menyangkut legalitas,
termasuk kasus pidana dan perdata
2.
DNA
Polinukleotida
yang memunyai dasar unit deoksiribonukleotida spesifik dan bertidak sebagai
pembawa informasi genetik.
1.3 Kata Kunci
1.
Forensik
2.
Pemeriksaan DNA
3.
Sisa jaringan di bawah kuku
4.
Bercak darah kering
5.
Bekas pukulan di kepala
6.
Mayat tidak dapat dikenali
1.4
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah
Mengapa
pemeriksaan DNA dapat menjadi faktor pendukung bari petugas forensik dalam
mengidentifikasi seorang mayat?
1.5 Analisis Masalah
1.6 Hipotesis
DNA
seorang mengandung DNA orang tua yang memiliki beberapa informasi genetik yang
sama sehingga dapat diperoleh suatu kecocokkan dalam identifikasi, sedangkan
sisa jaringan di bawah kuku korban dapat digunakan untuk mengidentifikasi
tersangka.
1.7 Pertanyaan diskusi:
1.
Bagaimana karakteristik sel haploid dan
diploid?
2.
Bagaimana pewarisan materi genetic yang
bersifat maternal?
3.
Bagaimana karakteristik sel gamet
sebagai sel haplod dalam proses crossing over?
4.
Apa konsekuensi crossing over dalam pewarisan sifat genetik?
5.
Bagaimana mekanisme replikasi DNA?
6.
Bagaimana mekanisme dari:
a.
Transkripsi
b.
Modifikasi mRNA pasca transkripsi
c.
Translasi
d.
Modifikasi pasca translasi
e.
Regulasi ekspresi gen
7.
Enzim apa saja yang berperan pada proses
transkripsi?
8.
Apa saja komponen yang dibutuhkan dalam
proses translasi?
9.
Bagaimana karakteristik DNA?
10.
Apa saja teknik identifikasi DNA?
11.
Apa saja sampel yang dapat digunakan
untuk identifikasi DNA?
12.
Bagaimana proses pemeriksaan DNA?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Karakteristik
Sel Haploid dan Sel Diploid
1.
Sel Haploid
·
Terdapat pada gamet
·
Masing-masing memiliki jumlah haploid
kromosom (n)
·
Memiliki jumlah yang khas. Contohnya
jumlah haploid pada manusia(23). Yang mana, set 23-kromosom ini terdiri atas 22
autosom plus satu kromosom seks tunggal.
·
Mengandung satu set kromosom(1)
2.
Sel Diploid
·
Terdapat pada sel somatik
·
Memiliki jumlah diploid kromosom,
disingkat 2n
·
Sel yang memiliki 2 set kromosom
·
Memiliki jumlah yang khas. Contohnya
pada manusia yang mana pada sel-sel somatiknya terdapat 46 kromosom(1)
2.2
Pewarisan
Materi Genetik Maternal
Pewarisan sifat DNA mitokondria
dilakukan secara maternal (melalui garis keturunan ibu). Hal ini terjadi karena
tidak adanya rekombinasi DNA mitokondria dari ayah dan DNA mitokondria dari ibu
saat pembuahan. Pada sperma, mitokondria terletak pada ekor sperma karena ekor
tersebut membutuhkan energy tinggi dari mitokondria. Dan pada saat pembuahan,
ekor sperma akan terlepas sehingga mitokondria tidak ikut masuk. Walaupun
beberapa mitokondria dari sel sperma yang mungkin masuk dalam sel telur akan
mengalami pengenceran selama proses mitosis sehingga jumlahnya menjadi tidak
berarti atau dianggap sebagai benda asing sehingga dihancurkan oleh sistem sel.(2)
2.3
Crossing
Over
Peristiwa pindah
silang umum terjadi pada setiap gametogenesis pada kebanyakan makhluk, seperti
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Pindah silang terjadi ketika meiosis I
(akhir profase I atau awal metaphase I), yaitu pada saat kromosom telah
mengganda menjadi dua kromatid.(3)
Pada waktu
kromosom-kromosom hendak memisah ( yaitu pada anaphase I), kromatid-kromatid
yang bersilang itu melekat dan putus di bagian kiasma, kemudiantiap potongan
itu melekat pada kromatid sebelahnya secara timbale balik. Berhubungdengan itu
gen-gen yang terletak di bagian yang pindah itu akan berpindah pula tempatnya
ke kromatid sebelah. Pindah silang adalah proses yang
menyebabkan bagian kromosom homolog saling bertukar, menghasilkan rekombinasi
baru gen-gen pada kromosom yang sama.(3)
2.4
Konsekuensi
Crossing Over
Pola hereditas atau pindah silang
(crossing over) merupakan peristiwa pertukaran gen karena kromosom homolog
saling melilit saat meiosis. Misalkan suatu genotif AaBb mengalami pindah
silang saat pembelahan meiosis akan diperoleh gamet sebanyak empat macam, yaitu
AB, ab, Ab, dan aB. Hasil Pindah silang akan terbentuk:
·
Kombinasi
Parental (KP) Dua yang pertama (homogamet) disebut kombinasi parental (KP) yang
merupakan hasil peristiwa pautan.
·
Kombinasi
Rekombinan (RK) dua yang terakhir (heterogamet) disebut kombinasi baru (KB)
atau rekombinan (RK) yang merupakan hasil peristiwa pindah silang.
Gen yang
berpautan tidak selamanya terpaut. Pindah silang menyebabkan pergantian alel
diantara kromosom homolog, menghasilkan kombinasi yang tidak ditemukan pada
induknya. Pindah silang meningkatkan keragaman genetik selain yang dihasilkan
oleh pengelompokkan gen secara bebas. Ciri Pindah silang. Misalnya pada AaBb
gamet 4 macam, jika di test cross hasilnya adalah 1 : 1 : 1 : 1.(4)
2.5
Replikasi
DNA
a.
Pemisahan kedua untai DNA komplementer
Pada organisme prokariot, replikasi DNA dimulai di satu rangkaian nukleotida tunggal yang unik, yang disebut asal replikasi (replication origin). Sedangkan pada eukariot, replikasi dimulai di banyak tempat di sepanjang heliks DNA.
b.
Pembentukan garpu replikasi
Ketika kedua
untai membuka lilitannya dan memisahkan diri, untai-untai tersebut membentuk
huruf “V” tempat terjadinya sintesis aktif. Regio ini disebut garpu replikasi.
1)
Protein yang dibutuhkan untuk pemisahan
untai DNA
a)
Protein dnaA, akan mengenali asal
replikasi (replication origin)
b)
SSB (single-srand binding protein),
berfungsi untuk menjaga kedua untai DNA agar tetap terpisah.
c)
DNA helikase, berfungsi untuk membuka
lilitan heliks-ganda.
2)
Pemecahan masalah supercoil
a)
DNA topoisomerase tipe I, secara
reversible memotong untai-tunggal heliks ganda. Enzim ini memiliki aktivitas
nuclease (pemotong-untai) dan ligase (penutup kembali-untai).
b)
DNA topoisomerase tipe II, berikatan
kuat dengan DNA heliks ganda dan membuat torehan sementara di kedua untai.
c.
Arah replikasi DNA
DNA
polymerase yang berperan menyalin cetakan DNA, hanya mampu untuk membaca
rangkaian nukleotida induk dalam arah 3’ à
5’ dan enzim ini menyintesis untai DNA baru dalam arah 5’ à 3’ (anti parallel)
1)
Leading strand
Untai
yang disalin searah dengan gerakan maju garpu replikasi dan hampir disintesis
secara kontinu.
2)
Lagging strand
Untai
yang disalin menjauhi garpu replikasi tidak disintesis secara kontinu, dengan
fragmen-fragmen kecil DNA yang disalin di dekat garpu replikasi. Bagian pendek
DNA yang diskontinu ini disebut fragmen Okazaki, yang akhirnya bergabung
menyadi untai-tunggal yang kontinu.
d.
DNA primer
DNA
polymerase tidak dapat memulai sintesis untai komplementer DNA pada cetakan
yang seluruhnya untai-tunggal. Sebaliknya, enzim ini membutuhkan suatu RNA
primer, yaitu region untai pendek yang terdiri atas basa RNA yang dipasangkan
dengan cetakan DNA, dengan gugus hidroksil bebas di ujung-3’ untai RNA. DNA
polymerase ini disintesis oleh primase.
e.
Pemanjangan rantai
DNA
polymerase prokariot dan eukariot memanjangkan untai DNA baru dengan
menambahkan deoksiribonukleotida, ke ujung-3’ rantai yang sedang terbentuk.
1)
DNA polymerase III, mengkatalis
pemanjangan rantai DNA. Untai baru terbentuk dengan arah 5’ à 3’, antiparallel terhadap untai induk.
2)
Proofreading DNA yang baru disintesis
Selain
memiliki aktivitas 5’à3’
polimerasenya, DNA polymerase III juga mempunyai aktivitas “proofreading” (3’à5’ eksonuklease). Ketika setiap
nukleotida ditambahkan ke rantai, DNA polymerase III memeriksa untuk memastikan
bahwa nukleotida yang ditambahkan telah benar dipasangkan dengan basa
komplementer pada cetakan. Jika tidak, aktivitas 3’à5’ eksonuklease akan memperbaiki
kesalahan tersebut.
f. Pemotongan
RNA primer dan penggantiannya oleh DNA
DNA
polymerase III terus menyintesis DNA di lagging strand hingga aktivitasnya
terhambat saat saat mendekati primer RNA. KEtika hal ini terjadi, RNA dipotong
dan celah yang terbentuk kemudian diisi dengan DNA polymerase I.
g.
DNA ligase
Ikatan
fosfodiester akhir antara gugus 5’-fosfat di rantai DNA yang disintesis oleh
DNA polymerase III dan gugus 3’-hidroksil di rantai yang dibentuk oleh DNA
polymerase I.(5)
2.6
Transkripsi
a. Enzim
yang berperan dalam Transkripsi
Enzim yang penting pada saat transkripsi yaitu enzim
RNA polymerase. RNA polymerase pada prokariotik hanya satu dan satu RNA
polymerase tersebut yang menstranskripsi semua jenis RNA. RNA polymerase pada Escherichia coli memiliki empat subunit
yaitu dua subunit-α, satu subunit-β, dan satu subunit-β’ (α2ββ’),
yang membentuk enzim inti. Kemudian terdapat subunit kelima yang disebut factor
σ (sigma) yang berhubungan dengan enzim inti, memungkinkannya berikatan dengan
region promotor pada gen spesifik.
Mekanisme kerja RNA polymerase prokariot pada
transkripsi yaitu dimulai ketika penempelan RNA polymerase holoenzim pada
bagian promotor suatu gen. pada awal penempelan, RNA polymerase masih belum
terikat secara kuat dan struktur promotor masih dalam keadaan tertutup.
Selanjutnya, RNA polymerase akan terikat secara kuat dan ikatan hydrogen
molekul DNA pada bagian promoter mulai terbuka. Pada prokariot, RNA polymerase
menempel secara langsung pada DNA di daerah promoter tanpa melalui ikatan
dengan protein lain. Dalam proses penempelan inilah, subunit σ berperan dalam
menemukan bagian promotersuatu gen sehingga RNA polymerase dapat menempel.
Setelah RNA polymerase menempel pada promoter, subunit σ melepaskna diri dari
dari struktur holoenzim. Ikatan RNA polymerase dengan promotor sangat kuat dan
sangat penting selama proses transkripsi hingga ketika RNA polymerase mencapai
urutan basa tertentu yang disebut terminator yaitu transkripsi telah mencapai
tahap terakhir yaitu tahap terminasi.
Secara umum mekanisme kerja enzim RNA polymerase
eukariotik sama dengan prokariotik. Yang
membedakannya yaitu pada eukariot, terdapat tiga RNA polymerase, yaitu :
·
RNA polymerase I mentranskripsikan
sebagian besar gen rRNA. Enzim ini terdapat di dalam nucleoli dan tidak
sensitive terhadap α-amanitin
·
RNA polymerase II mentranskripsikan
semua gen penyandi protein (mRNA) dan beberapa gen RNA nuclear kecil (snRNA).
Enzim ini terdapat di dalam nukleoplasma dan sangat sensitive terhadap
α-amanitin
·
RNA polymerase III menstranskripsikan
gen-gen tRNA, 5S rRNA, U6 snRNA dan beberapa RNA kecil lainnya. Enzim ini
terdapat di dalam nukleoplasma dan agak sensitive terhadap α-amanitin(6)
b.
Transkripsi pada Prokariota
1) Inisiasi
σ
factor dan RNA polymerase core enzyme akan membentuk holoenzim RNA polymerase.
Pada proses inisiasi, terjadi pengikatan holoenzim RNA polymerase pada suatu
region di DNA yang menentukan spesifitas transkripsi gen tertentu. Rangkaian
DNA tersebut dikenal sebagai regio promoter. RNA polymerase akan membuka
untaian dari DNA.
2) Elongasi
Setelah
regio promoter dikenali oleh holoenzim, maka σ factor dilepas dan RNA
polymerase mulai menyintesis transkrip rangkaian DNA. RNA polymerase
menggunakan ribonukleosida trifosfat (NTP) dan melepaskan pirofosfat setiap
kali sebuah nukleotida ditambahkan ke rantai yang sedang tumbuh.
3)
Terminasi
Proses
pemanjangan DNA terus berlanjut hingga tercapai sinyal terminasi.
a)
Terminasi bergantung-ρ
Membutuhkan
protein tambahan, yaitu faktor-ρ. Faktor ini akan berikatan dengan regio kaya-C
di dekat ujung-3’ pada RNA yang baru disintesis dan terus bermigrasi di
belakang RNA polymerase dengan arah 5’ ke 3’ hingga mencapai tempat terminasi.
b)
Terminasi yang tidak bergantung-ρ
Pada
mekanisme ini, transkrip RNA harus membentuk stable hairpin turn yang akan
memperlambat RNA majunya RNA polymerase dan menyebabkan RNA polymerase
berhenti.(5)
c.
Transkripsi pada Eukariota
1)
Inisiasi
Untuk
memulai transkripsi, RNA polymerase membutuhkan general transcription factor.
Pada regio promoter mengandung sekuens DNA yang disebut dengan TATA box.
Melalui subunit TBP (TATA Binding Protein), TFIID mengenali dan melekat pada
TATA box. Kemudian faktor lain akan berkumpul dan bersama RNA polymerase II
membentuk komplek inisiasi transkripsi. TFIIH yang mengandung DNA helicase
sebagai salah satu subunitnya akan membuka untai DNA.(7)
2)
Elongasi
Pada
tahap ini, general transcription factor akan terlepas dari RNA polymerase II
dan RNA polymerase akan memulai transkripsi.(7)
3)
Terminasi
Setelah
RNA polymerase melalui region unit transkripsi yang menyandi ujung 3’
transkrip, transkrip primer kemudian diputus oleh suatu RNA endonuklease di
posisi sekitar 15 basa 3’ dari sekuens consensus AAUAAA yang pada eukariot
berfungsi sebagai sinyal pemutus.(8)
2.7
Modifikasi
Pasca Transkripsi
Pada eukariot, proses transkripsi dan translasi
tidak berlangsung secara serentak. Transkripsi berlangsung di dalam nukleus ,
sedangkan translasi berlangsung di dlm sitoplasma (ribosom). Dengan demikian,
ada jeda waktu antara transkripsi dengan translasi, yg disebut sebagai fase
pasca-transkripsi. Sedangkan pada prokariot, proses transkripsi dan translasi
berlangsung hampir secara serentak, artinya sebelum transkripsi selesai
dilakukan, translasi sudah dpt dimulai.
Pemrosesan
Transkripsi Pasca-Transkripsi pada Eukariot
a.
Panambahan
tudung (cap) pada ujung 5’ mRNA
Sejak tahun 1974,
para peniliti menemukan bhwa mRNA jasad eukariot mengalami metilasi (penambahan
gugus metil) yang sebagian besar terakumulasi pada ujung 5’ mRNA. Struktur ini
kemudian dikenal sebagai tudung mRNA (mRNA caping). Penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh Yasuhiro Furuichi dan Kin-Ichiro Miura menunjukan bahwa tudung
mRNA tersebut berupa molekul 7-metilguanosin (m7G). Proses penambahan tudung
berlangsung pada tahapan awal transkripsi sebelum transkripsi mencapai panjang
30 nukleotida.
Tudung mRNA mempunyai
4 macam fungsi, yaitu: (1) melidungi mRNA dari degradasi, (2) meningkatkan
efisiensi translasi mRNA, (3) menigkatkan pengangkutan mRNA dari nukleus ke
sitoplasma, dan (4) meningkatkan efisiensi proses splicing mRNA.
b.
Poliadenilasi
(penambahan gugus poli-A pada ujung 3’ mRNA)
Transkripsi mRNA pada eukariot juga mengalami pemrosesan dalam bentuk penambahan poliA (rantai AMP) pada ujung 3’ sepanjanjg kurang lebih 200-250 nukleotida. Penambahan tersebut dilakukan dengan menggunakan enzim poli(A) polimerase yang ada dalam nukleus. Penambahan poliA pada ujung 3’ meningkatkan stabilitas mRNA sehingga mRNA mempunyai umur yang lebih panjang dibandingkan dengan mRNA yang tidak mempunyai poliA.
c.
Pemotongan dan penyambungan RNA (RNA splicing)
Pada jasad eukariot
terdapat gen yang organisasinya terswusun atas ekson dan intron, meskipun tidak
semua gen eukariot mempunyai intron. Proses pemotongan intron dan penyambungan
kembali ekson-ekson disebut dengan penyambungan RNA (RNA splicing). Proses
splicing RNA adalah proses yang sangat akurat. Akurasi proses pemotonagn dan
penyambungan ditentukan oleh suatu urutan nukleotida yang dikenal dengan
splicing signals.
d.
Penyuntingan mRNA
Pada tripanosoma juga
terapat mekanisme pasca-transkripsi yang disebut penyuntingan RNA (RNA
editing). Penyuntingan tersebut
dilakukan oleh suatu molekul RNA yang disebut guide RNA (gRNA).(9)
2.8
Translasi
a.
Komponen
yang Berperan dalam Translasi
Berikut ini adalah komponen yang di butuhkan saat
akan melakukan translasi, yaitu:
1) RNA
Transfer (tRNA)
Karena tRNA hanya membawa 20 asam amino berbeda,
beberapa asam amino mempunyai lebih dari satu molekul tRNA yang spesifik. Hal
ini khususnya terdapat pada asam amino yang dikode oleh beberapa kodon. tRNA
berfungsi sebagai tempat perlekatan asam amino. Yang mana pada setiap molekul
tRNA mempunyai satu tempat perlekatan untuk setiap asam amino spesifik di ujung
3’-nya. Gugus karboksil asam amino berada dalam ikatan ester dengan gugus
3’-hidroksil pada bagian ribosa adenosin nukleotida di ujung-3’ tRNA.
2) Aminoasil-tRNA
sintetase
Famili enzim ini dibutuhkan untuk melekatkan asam
amino pada tRNA yang sesuai. Karena famili enzim ini mengenali asam amino yang
spesifik dan tRNA yang berhubungan dengan asam amino tersebut. Selain itu,
enzim ini juga mengimplementasikan kode genetik karena enzim ini bertindak
sebagai kamus molecular yang dapat membaca kode 3-huruf asam nukleat dan kode
20-huruf asam amino.
Setiap aminoasil-tRNA sintetase mengkatalisis reaksi
dua-tahap yang menghasilkan perlekatan kovalen gugus karboksil dari asam amino
ke ujung -3’ tRNA yang sesuai. Keseluruhan reaksi ini membutuhkan ATP, yang
diuraikan menjadi AMP dan PPi. Sifat sintetase yang sangat spesifik
dalam mengenali asam amino dan tRNA spesifiknya sangat berperan dalam tingginya
tingkat ketelitian translasi pesan genetik. Selain itu, sintetase mempunyai
kemampuan “proofreading” atau “penyuntingan” yang dapat mengeluarkan asam amino
mischarged (salah-muatan) dari molekul tRNA.
3) RNA
Messenger (mRNA)
mRNA khusus yang dibutuhkan sebagai cetakan untuk
sintesis rantai polipeptida yang diinginkan harus tersedia.
4) Ribosom
yang kompeten secara fungsional
Ribosom adalah kompleks protein dan rRNA yang besar.
Ribosom terdiri dari 2 subunit (1 besar dan1 kecil) yang ukuran relatifnya
diberikan sesuai dengan koefisien sedimen, atau nilai S (Svedberg). Ribosom
prokariotik dan eukariotik mempunyai struktur dan fungsi yang serupa, dan
disebut sebagai “pabrik” tempat terjadinya sintesis protein.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai bagian-bagian
ribosom, yaitu:
a) RNA
Ribosom (rRNA)
Ribosom prokariotik mengandung 3 molekul rRNA,
sementara ribosom eukariotik mengandung 4 molekul rRNA. rRNA mempunyai regio
struktur sekunder luas yang berasal dari
pemasangan basa sekuens komplementer nukleotida di bagian molekul yang berbeda.
Pembentukan regio untai-ganda di dalam molekul sebanding dengan pembentukan
yang terdapat di dalam tRNA.
b) Protein
ribosom
Protein ribosom terdapat dalam jumlah yang cukup
banyak di dalam ribosom eukariotik ketimbang di dalam ribosom prokariotik.
Protein ini berperan pada struktur dan fungsi ribosom dan interaksinya dengan
komponen sistem translasi lainnya.
c) Tempat
A, P, dan E pada ribosom
Ribosom mempunyai 3 tempat pengikatan untuk molekul
tRNA (tempat A, P, dan E) yang masing-masing meluas hingga mencapai kedua
subunit. Bersama-sama, ketiganya mencakup 3 kodon di dekatnya. Selama
translasi, tempat A mengikat satu aminoasil-tRNA yang dating sesuai arahan
kodon yang kini menempati tempat ini. Kodon ini menentukan asam amino
berikutnya yang akan ditambahkan ke dalam rantai polipeptida yang sedang
tumbuh. Tempat P kodon ditempati oleh peptidil-tRNA. tRNA ini membawa rantai
asam amino yang telah disintesis. Tempat E diisi oleh tRNA kosong yang akan
keluar dari ribosom.
d) Lokasi
ribosom di dalam sel
Di dalam sel eukariotik, ribosom terdapat “bebas” di
dalam ribosom atau berdekatan dengan Retikulum Endoplasma kasar (RE kasar). RE
kasar berperan untuk menyintesis protein yang akan dikeluarkan dari sel, dan
protein yang ditakdirkan untuk bergabung dengan plasma, RE, membran Golgi, atau
bergabung dengan lisosom.
5) Faktor
protein
Faktor inisiasi, elongasi, dan terminasi (atau
pelepasan) dibutuhkan untuk sintesis peptida. Beberapa faktor protein ini
melaksanakan fungsi katalisis, sementara faktor lainnya menstabilkan pengangkat
sintesis.
6) ATP
dan GTP
Pemutusan empat ikatan berenergi tinggi dibutuhkan
untuk penambahan satu asam amino ke dalam rantai polipeptida yang sedang
tumbuh. Yang mana, 2 dari ATP dalam reaksi aminoasil-tRNA sintetase (satu dari
pembuangan pirofosfat (PPi), dan satu dari hidrolisis PPi
menjadi fosfat anorganik oleh pirofosfatase), dan dua dari GTP (satu untuk
pengikatan aminoasil-tRNA pada tempat A dan satu untuk tahap translokasi).(5)
b.
Mekanisme
Translasi
Translasi adalah proses sintesis polipeptida
spesifik berdasarkan sandi genetika pada mRNA. Translasi melibatkan ribosom
sebagai tempat penggabungan asam amino-asam amino menjadi polipeptida dan tRNA
sebagai pembawa asam amino ke ribosom dan penerjemah sandi genetika mRNA.
Pada prokariotik, translasi terjadi sebelum
transkripsi sepenuhnya selesai. Hal ini terjadi karena pada prokariotik
nukleolus tersebar di sitoplasma tanpa nukleus atau membran inti, sehingga
tidak ada yang memisahkan proses transkripsi dan translasi. Sedangkan pada
eukariotik, proses terjadinya transkripsi di nucleus, sedangkan translasi di
sitoplasma dan translasi terjadi setelah proses transkripsi selesai, karena
proses transkripsi harus selesai terlebih dahulu baru mRNA kelua dari nucleus
melalui pori-pori nucleus ke sitoplasma.
Translasi suatu protein terdiri dari tiga langkah,
yaitu :
1.
Inisiasi
Pada eukariotik, proses inisiasi translasi
metionil-tRNAiMet mula-mula membentuk kompleks dengan
suatu factor inisiasi (eIF2) dan GTP yang kemudian mengikat subunit ribosom
kecil (40S). Cap pada ujung-5’ mRNA mengikat factor inisiasi (eIF4E), yang
dikenal sebagai cap binding protein (CPB). Kemudian beberapa eIF ikut
bergabung, dan mRNA berikatan dengan kompleks 40S-Metionil--tRNAiMet
. Dalam suatu reaksi yang memerlukan hidrolisis ATP, subunit ribosom
kecil melakukan scan terhadap mRNA sampai kodon AUG pertama ditemukan. eIF lain
terikat, GTP mengalami hidrolisis, dan factor inisiasi dibebaskan, dan subunit
ribosom besar (60S) terikat sehingga ribosom menjadi lengkap yaitu mengandung
satu subunit kecil (40S) dan satu subunit besar (50s). Terdapat dua tempat
pengikatan untuk untuk mRNA, yang dikenal sebagai tempat P (peptidil) dan A
(aminoasil) pada ribosom. Selama inisiasi, Metionil-tRNAiMet berikatan
dengan tempat P.
Pada eukariotik, inisiasi diawali dari kodon start
yaitu AUG dan GUG. tRNA pertama yang menempel adalah tRNA yang membawa asam
amino Metionin atau metionil-tRNAiMet. Sedangkan pada
prokariotik, inisiasi langsung terjadi sejak kodon pertama (kodon paling ujung)
dan tRNA yang sedang dalam proses inisiasi mengalami formilasi, menghasilkan
formil-metionil-tRNAiMet yang ikut serta dalam
pembentukan kompleks inisiasi. Kemudian,
pada prokaritik diperlukan hanya tiga IF untuk menghasilkan kompleks inisiasi,
sedangkan eukariotik memerlukan selusin atau lebih eIF sebagai factor inisiasi.
Prokariotik memiliki ribosom 70S, yang terdiri dari
subunit 30S dan 50S, sedangkan eukariotik memiliki ribosom 80S, yang terdiri
dari subunit 40S dan 60S. mRNA prokariotik tidak memiliki cap sehingga
identifikasi triplet AUG untuk inisiasi terjadi sebagai konsekuensi pengikatan
sebuah urutan yang dikenal sebagai urutan Shine-Dalgarno pada mRNA dengan urutan
komplementer dekat ujung rRNA 16S pada subunit ribosom kecil.
2.
Elongasi translasi
Setelah
kompleks inisiasi terbentuk, tejadi penambahan masing-masing asam amino ke
rantai polipeptida atau yang biasa disebut elongasi yang terdiri dari
-
Pengikatan aminoasil-tRNA ke tempat A
pada ribosom
-
Pembentukan ikatan peptida
-
Translokasi peptidil-tRNA ke tempat P(6)
3.
Terminasi translasi
Terminasi
terjadi ketika salah satu kodon terminasi bergerak ke tempat A. Kodon ini akan
dikenali oleh faktor pelepas (RF),
yang akan mengenali kodon terminasi UAA, UAG, UGA. Faktor ini menyebabkan protein
yang baru disintesis dilepaskan dari kompleks ribosom dan pada saat bersamaan
menyebabkan disosiasi ribosom dari mRNA.(5)
2.9
Modifikasi Pasca Translasi
Modifikasi ini terjadi setelah translasi dimulai.
Modifikasi ini dapat meliputi pembuangan sebagian sekuens yang ditranslasi atau
penambahan kovalen satu atau lebih gugus kimia yang dibutuhkan untuk aktivitas
protein. Secara singkat proses modifikasi pascatranslasi terdiri dari beberapa
jenis, yaitu:
a.
Pemotongan (Trimming)
Beberapa protein yang diperuntukkan
untuk disekresi dari sel, pada awalnya dibuat dalam bentuk molekul prekursor
besar yang secara fungsional tidak aktif. Bagian rantai protein harus dibuang
oleh endoprotease khusus, yang menyebabkan pelepasan suatu molekul aktif.
Tempat reaksi pembelahan di dalam sel bergantung pada protein yang akan
dimodifikasi. Contohnya, beberapa prekursor protein dibelah di RE atau badan
golgi, sedangkan prekursor lainnya didalam vesikel sensorik yang sedang
berkembang (insulin) dan prekursor lainnya, seperti kolagen dibelah setelah
disekresi.
Zimogen adalah prekursor inaktif enzim
yang disekresi (termasuk protease yang dibutuhkan untuk pencernaan) karena
sintesis enzim dalam bentuk zimogen melindungi sel dari pencernaan oleh
produknya sendiri. Enzim ini menjadi
aktif melalui proses pembelahan ketika mencapai tempat kerja yang sesuai. Contohnya
tripsinogen(zimogen pankreas), yang akan menjadi aktif dalam bentuk tripsin
pada usus halus.
b.
Perubahan Kovalen
Protein enzimatik dan structural dapat
diaktivasi atau diinaktifkan melalui perlekatan kovalen berbagai gugus kimia.
Contoh modifikasi ini meliputi :
1)
Fosforilasi
Fosforilasi terjadi pada gugus
hidroksil serin,treonin atau yang lebih jarang, residu tirosin di dalam
protein. Fosforilasi ini dikatalisis oleh salah satu family protein kinase dan
reaksinya dapat dibalikkan oleh kerja protein fosfatase yang terdapat di dalam
sel. Selain itu, fosforilasi dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitas
fungsional protein.
2)
Glikolisasi
Banyak protein yang diperuntukkan
untuk menjadi bagian dari membran plasma atau lisosom atau yang akan
disekresikan dari sel, mempunyai rantai karbohidrat yang melekat pada gugus
hidroksil serin atau treonin (terkait-O) atau amida nitrogen asparagin
(terkait-N). Langkah penambahan gula terjadi di retikulu endoplasma dan badan
golgi. Kadang-kadang, glikolisasi digunakan untuk menargetkan protein ke
organel yang spesifik. Contohnya, enzim yang diperuntukkan untuk bergabung
dengan lisosom dimodifikasi melalui penambahan residu manosa-6-fosfat.
3)
Hidroksilasi
Residu protein dan lisin pada rantai
alpha kolagen dihidroksilasi secara luas di dalam retikulum endoplasma.
4)
Modifikasi-Modifikasi Kovalen Lainnya
Modifikasi ini mungkin diperlukan
untuk aktivtas fungsional suatu protein. Contohnya, gugus karboksil tambahan
dapat ditambahkan ke residu glutamate melalui proses karboksilasi yang
bergantung vitamin K.
c.
Degradasi Protein
Protein yang cacat atau diperuntukkan
untuk pergantian yang cepat (rapid turnover) sering ditandai untuk dihancurkan
melalui proses ubikuitinasi. Yaitu, perlekatan suatu protein kecil yang sangat
terkonservasi yang disebut ubikuitin. Protein yang ditandai dengan cara ini
didegaradasi dengan cepat oleh komponen sel yang disebut “proteasom”, yang
merupakan suatu sistem proteolitik yang kompleks, bergantung ATP dan terletak
di dalam sitosol.(5)
2.10
Regulasi Ekspresi Gen
Ekspresi regulasi gen diperlukan bagi
perkembangan, diferensiasi dan adaptasi gen.
Secara
sederhana, regulasi gen hanya memiliki dua tipe: regulasi positif dan regulasi
negatif. Jika ekspresi informasi genetik meningkat secara kuantitatif akibat
adanya elemen regulatorik tertentu, regulasi dikatakan positif; jika ekspresi
informasi genetik berkurang oleh adanya elemen regulatorik spesifik, regulasi
disebut negatif- Elemen atau molekul yang memerantarai regulasi negatif dinamai
regulator negatif atau represor; yang memerantarai regulasi positif dinamai
regulator positif atau aktivator. Akan tetapi, regulasi negatif ganda (double
negatiue) akan memberi efek positif, sehingga suatu efektor yang menghambat
fungsi regulator negatif akan tampak seperti menghasilkan regulasi positif.
Banyak sistem yang tampak terinduksi sebenarnya mengalami derepresi di tingkat
molekular.
a.
Regulasi Ekspresi Gen pada Prokariot
Regulasi Ekspresi Gen pada Prokariot
Ini
merupakan contoh dari regulasi ekspresi gen pada bakteri E. Coli. Ketika
triptopan terdapat di lingkungan sekitar bakteri, maka triptopan tersebut akan
masuk ke dalam bakteri. Di dalam bakteri, triptopan akan berikatan dengan
repressor. Represor yang telah berikatan dengan triptopan akan mengikat bagian
operator mRNA yang akan menyebabkan RNA polymerase tidak dapat berikatan dengan
mRNA, sehingga tidak terjadi sintesis triptopan.(7)
b.
Regulasi Ekspresi Gen pada Eukariot
Pada
eukariot, regulasi ekspresi gen berlangsung di sejumlah tahapan yang berbeda,
yaitu:
1)
Transkripsi (mengatur kapan gen tersebut
di transkripsi)
2)
Pascatranskripsi (mengatur pemotongan
(splicing) dan penyuntingan mRNA)
3)
Translasi (mengatur mRNA mana yang akan
ditranslasikan)
4)
Pascatranslasi (mengatur aktivitas dan
degradasi molekul protein)(5)
2.11
Karakteristik
DNA
a. Sebagian
besar terdapat di dalam kromosom dan sedikit terdapat pada mitokondria(tumbuhan
dan hewan), dandi dalam kloroplast (ganggang dan tumbuhan tingkat tinggi). DNA
yang terdapat di dalam kromosom memiliki hubungan dengan protein histon dan
memiliki bentuk molekul yang tidak bulat sedangkan DNA yang terdapat pada
mitokondria dan kloroplast tidak memiliki hubungan dengan protein histon dan
memiliki molekul berbentuk bulat.
b. Molekul
DNA merupakan suatu polinukleotida. Yang mana dapat dirincikan sebagai berikut:
1) Gula.
Molekul gula yang menyusun DNA adalah sebuah pentosa, yaitu deoksiribosa
2) Pospat.
Molekul pospatnya berupa PO4
3) Basa.
Basa nitrogen yang menyusun molekul DNA dibedakan atas:
a) Kelompok
pirimidin (Sitosin (S) dan Timin (T))
b) Kelompok
purin (Adenin (A) dan Guanin (G))
4) Molekul
penyusun DNA berbentuk pita spiral dobel yang berpilin (double helix)(3)
2.12
Teknik
Identifikasi DNA
a. RFLP
(Resriction fragment length
polymorphism)
Teknik ini diawali dengan mengsekuens DNA dari sel.
Selanjutnya ujntaian DNA hasil ekstrasi dipotong-potong dengan menggunakan
enzim restriksi, potongan DNA ini diproses pada gel agarose dengan menggunakan
teknik elektroforesis untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan berat molekulnya
dengan menggunakan arus listrik.
Gel hasil elektroforesis selanjutnya ditransfer ke
membrane nilon dengan menggunakan teknik bloting. Selanjutnya radioaktif probe
ditambahkan untuk menggandeng DNA yang
sesuai dan memindahkannya kedalam membrane nilon. Dengan melakukan pemotretan
membrane (pembubuhan bahan pewarna atau
unsure radioaktif ) pola garis sidik jari DNA yang terbentuk dapat
divisualisasikan dan dianalisa
kecocokannya.
RFLP merupakan teknik pertama yang digunakan analisa
DNA dalam bidang forensik adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat
variasi panjang fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi tertentu
menjadi fragmen.
b. VNTR
(Variable number of tandem repeat)
Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan enzim
restriksi yang berfungsi memotong DNA pada tempat-tempat tertentu dengan cara
mengenali urutan basa tertentu seperti AATT. Urutan basa tersebut disebut
sebagai recognition sequence. Suatu enzim yang berbeda memiliki recognition
sequence yang berbeda. Enzim ino lalu memotong DNA menjadi segmen-segmen yang
berbeda. Panjang segmen tersebut bervariasi
pada tiap orang, hal ini disebabkan
karena titik potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik
potong juga berbeda. Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang
fragmen DNA yang telah ditentukan .
c.
Probe
Probe
adalah DNA untai tunggal yang dapat membentuk pasangan basa dengan urutan
komplementer pada polinukleotida untai-tunggal lain yang tersusun dari DNA atau
RNA. Proses ini dikenal dengan penyatuan kembali (reannealing) atau
hibridisasi. Untuk mengidentifikasi urutan sasaran, probe harus membawa suatu
label. Apabila probe membawa label radioaktif misalnya 32P, probe
dapat dideteksi dengan autoradiografi.dibuat autoradiogram dengan membungkus
bahan nyang mengandung probe diografi
selembar film sinar-x. Elektron yang dipancarkan akubat kehancuran atom
radioaktif menyababkan film terpanjan di daerah tepat di atas probe.
Probe
dapat terdiri dari cDNA (dihasilkan dari mRNA oleh reverse transcriptase),
fragmen DNA genom (diputuskan dari genom oleh enzim retriksi), oligonukleotida
yang disintesis secara kimiawi, atau kadang-kadang RNA. Tidak semua probe di
beri label radioaktif. Sebagian besar adalah produk kimia tambahan (adduct)
(senyawa yang berikatan secara kovelen dengan DNA) yang diidentifikasikan,
misalnya dengan fluoresens.(6)
d.
Elektroforesis Gel
Gel
elektroforesis adalah teknik yang menggunakan medan listrik untuk memisahkan
molekul berdasarkan ukuran. Karena mengandung gugus fosfat yang bermuatan
negative, di dalam medan listrik DNA akan bergerak menuju elektroda positif.
Molekul yang lebih pendek bermigrasi lebih cepat melalui pori – pori gel
daripada molekul yang lebih panjang, sehingga pemisahan didasarkan pada
panjang. Gel yang tersusun dari poliakrilamid dapat memisahkan molekul-molekul
DNA yang perbedaan panjangnya hanya satu nukleotida dan digunakan untuk menentukan
urutan basa DNA. Gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang
memiliki perbedaan ukuran lebih besar.
Pita
DNA pada gel dapat dilihat dengan berbagai teknik. Pemberian zat warna misalnya
etidium bromide memungkiinkan visualisasi langsung semua pita DNA di bawah
sinar ultraviolet. Urutan spesifik biasanya dideteksi dengan probe berlabel.(8)
e.
PCR
PCR
(Polymerase Chain Reaction) adalah metode pemerikiksaan di dalam tabung untuk
mengamplifikasi sekuens DNA terpilih. PCR menggunakan DNA polymerase untuk
berulang kali mengaplifikasi bagian DNA target.
Tahapan
– tahapan dalam metode PCR adalah sebagai berikut
1)
Denaturasi
DNA
yang akan diamplifikasi dipanaskan untuk memisahkan DNA target yang
beruntai-ganda menjadi untai tunggal.
2)
Annealing
Untai
yang terpisah didinginkan dan kemudian dikuatkan (anneal) menjadi dua primer
(satu untuk setiap rantai)
3)
Elongation
DNA
polymerase dan deoksiribonukleosida trifosfat (yang berlebih) ditambahkan ke
dalam campuran untuk memulai sintesis dua rantai komplementer baru ke rantai
DNA asli. DNA polymerase menambahkan nukleotida-nukleotida ke ujung
hidroksil-3’ primer, dan pertumbuhan untai memanjang hingga melebihi DNA
target.
Setelah
menyelesaikan satu siklus replikasi, campuran reaksi dipanaskan kembali untuk
mendenaturasi untai DNA. Setiap untai DNA mengikat primer komplementer, dan
siklus pemanjangan rantai kemudian diulangi kembali. Dengan menggunakan DNA
polymerase yang stabil terhadap pemanasan (contohnya Taq polymerase) dari
bakteri yang normalnya hidup pada suhu tinggi, polymerase tidak mengalami
denaturasi sehingga tidak harus ditambahkan ke setiap siklus berikutnya.(5)
Keuntungan utama PCR dibandingkan cloning adalah sensitivitas dan kecepatannya. Sekuens DNA yang berjumlah sangat sedikit, dapat diamplifikasi menjadi sekuens yang predominan.
2.13
Sampel
Tes DNA
Hampir semua sampel biologis tubuh
dapat digunakan untuk sampel tes DNA, tetapi yang sering digunakan adalah
darah, rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan
kuku. Untuk kasus-kasus forensik, sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau
sampel biologis apa saja yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat
dijadikan sampel tes DNA.
DNA yang biasa digunakan dalam tes
ada dua yaitu DNA mitokondria dan DNA inti sel. Untuk tes DNA, sebenarnya
sampel DNA yang paling akurat digunakan dalam tes adalah DNA inti sel karena
inti sel tidak bisa berubah. DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal
dari garis keturunan ibu yang dapat berubah seiring dengan perkawinan
keturunannya. Sebagai contoh untuk sampel sperma dan rambut. Paling penting
diperiksa adalah kepala spermatozoanya karena didalamnya terdapat DNA inti,
sedangkan untuk potongan rambut yang paling penting diperiksa adalah akar
rambutnya. Tetapi karena keunikan dari pola pewarisan DNA mitokondria
menyebabkan DNA mitokondria dapat dijadikan sebagai marka (penanda) untuk tes
DNA dalam upaya mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal.(10)
2.14
Tahapan
dalam Identifikasi DNA
a. Dilakukan isolasi untuk mendapatkan
sampel DNA. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk isolasi adalah
Phenolchloroform untuk isolasi darah dan Chilex untuk
mengisolasi barang bukti berupa rambut.
b. Tahapan selanjutnya adalah sampel
DNA dimasukkan kedalam mesin PCR.
c. Selanjutnya kopi urutan DNA akan
dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan
DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis)
setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprint.(10)
Korban
merupakan anak dari Korban
bukan anak dari pasangan
pasangan
suami-istri tersebut suami-istri
tersebut
BAB III
KESIMPULAN
Pada DNA terdapat pengulangan
sekuens DNA secara tandem (VNTR) yang apabila dianalisis dengan elektroforesis
akan membentuk pola-pola pita tertentu yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu DNA.
Daftar
Pustaka
1. Reece
JB, Campbell NA, editors. Campbell Biology. 9th ed. Boston: Benjamin Cummings /
Pearson; 2011. 1263 p.
2. Ngili Y. Biokimia: Struktur dan fungsi
biomolekul. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2009.
3. Suryo. Genetika Manusia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press; 2010.
4. Arvin B. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Jakarta: EGC; 2000.
5. Champe
PC, Harvey RA, Ferrier DR. Biokimia Ulasan Bergambar. 3rd ed. Jakarta: EGC;
2010.
6. Marks
DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta:
EGC; 2012.
7. Alberts
B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walters P. Molecular Biology of the
Cell. 5th ed. New York: Garland Science; 2008.
8. Murray
RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC; 2009.
9. Yuwono T. Biologi Molekuler. Jakarta:
Erlangga; 2008.
10. Putra. DNA fingerprint, Metode Analisis
Kejahatan pada Forensik [Internet]. 2007. Available from:
http://www.biotek.lipi.go.id/index.php?view=article&catid=8&id=315%3ADNA+fingerprint%2C+Metode+Analisis+Kejahatan+pada+Forensik&format=pdf
0 comments Blogger 0 Facebook
Post a Comment